Flashback (1)

68 20 9
                                    

"Nggak mungkin ..."

"Sayang ini salah,"

"Apa yang salah Pa?"

"Seharunya Papa nggak memberitahukan semua ini lewat telepon. Seharusnya Papa langsung pulang dan bertemu denganmu."

"Papa ..."

"Sayang jangan ke mana-mana, kamu nggak boleh keluar rumah Papa akan pulang sekarang."

"Papa ..."

"Sayang dengar apa yang Papa bilang? Jangan keluar rumah sebelum Papa pulang."

Suara histeris berasal dari rumah sebelah mengalihkan perhatian Kalila. Dengan perasaan masih kaget dan pandangan buram karena air mata Kalila melempar ponselnya ke atas sofa begitu saja.

"Sayang?! Halo! Lila! Kamu masih di sana?! Lila dengar Papa!"

Kalila menangis gadis itu berlari keluar rumah menuju rumah Kenids.

Sesampainya di halaman rumah pintu terbuka dengan suara ribut terdengar. Dengan menangis Kalila mencari di mana keberadaan Kakaknya.

"Mom bangun, sadarlah Mom ...!"

"Om,"

Tanpa tahu apa yang terjadi Kalila menangis. Melihat Velyn tidak sadarkan diri dalam pelukan William.

"Lila?"

"Kak Ken mana? Dan Tante kenapa ...?"

William menangis bukannya menjawab pria itu hanya menunjuk ke arah dapur. Kalila bergegas ke sana suara tangisan dia dengar pertama kali lalu lantai penuh darah menjadi apa yang dia lihat selanjutnya.

"Nggak ..."

"Lila," Defan menyadari kehadiran gadis itu dia berjalan mendekat, mencoba meraih tubuh Kalila tapi gadis itu menangis kencang.

"Kak Ken!"

Berlari mendekat Kalila meraih sang Kakak ke dalam pelukan, "apa yang terjadi ...?! Defan cepat bilang?!"

Pandangan Kalila tertuju pada Flor, "Kak Flo apa yang terjadi?! Kak Ken kenapa?!"

"Ken ...! Dia ... melukai dirinya sendiri maaf, maaf!"

Menatap nanar pada wajah yang terpejam, sebelum pandangan Kalila tertuju pada darah mengalir di perut Kakaknya.

"Nggak boleh ... Kakak nggak boleh pergi tinggalin aku! Kakak harus bertahan ...!"

Mencoba menahan darah yang keluar semakin banyak, "Kakak maafkan aku! Maafkan kebodohanku! Kakak harus bertahan kumohon ...?! Nggak boleh pergi ...!"

* * *

Berlari memasuki rumah sakit dituju Hery melihat sekitar, pandangan tertuju pada William dan berlari mendekat. Pria itu menghubunginya di perjalanan pulang ke rumah tadi. Hery mencemaskan putrinya tetapi hal dikatakan William di telepon semakin membuatnya tidak bisa bernapas normal.

"Ap, apa yang terjadi?"

"Aku selalu nggak percaya dengan apa yang kamu katakan. Bertahun-tahun lamanya aku bersikap egois hingga Ken menjadi seperti ini ... aku melihatnya langsung,"

Menepuk punggung William memberikan kekuatan padanya di saat pikiran juga sama kacaunya.

"Ken melukai dirinya sendiri, aku melihat pisau tersebut menghunus perutnya ... aku orang tua yang jahat. Aku yang telah membuat anakku menjadi seperti ini dan sekarang, aku belum mendapatkan kabar apa-apa dokter masih menangani Ken di dalam sana ..."

William menangis lalu tersungkur jatuh dengan rasa sakit serta menyesal mendalam.

Hery mengingat kembali bagaimana sosok anak kecil dulu menangis, dia meratapi hidupnya yang hancur.

Flashback, 2004.

Udara malam terasa menusuk kulitnya. Walau dia sudah memakai jaket berbahan tebal tetap saja angin malam masih terasa.

Membawa laju motor dalam keadaan normal Hery berusaha menghilangkan rasa ngantuk. Sesekali pria itu melirik jam di pergelangan tangan sekarang pukul 22.30.

Memasuki komplek perumahan pria itu membawa motor dalam keadaan pelan. Sibuk menguap akibat rasa ngantuk tapi matanya tidak sengaja melihat ke arah taman komplek. Dan baru menyadari ada seorang anak kecil sedang memeluk tubuhnya sendiri dia kedinginan.

Hery yang kaget menghentikan motor dan memarkirkannya. Berjalan pelan ke arah kursi lalu berjongkok di hadapan anak kecil itu.

"Hai," Sapanya pelan.

Mata itu terbuka Hery terpaku pada sorot mata indah berwarna biru. Meskipun pencahayaan terbatas dan hanya mengandalkan lampu taman.

"Oom siapa ...?" Tanpa takut dia bertanya.

"Kalau Oom nggak salah kenal kamu anaknya William? Yang rumahnya nomor dua paling ujung komplek ini?"

Mengangguk dan tersenyum kecil.

"Kenapa malam-malam di luar? Papa dan Mama kamu ke mana,  Nak?"

"Daddy dan Mommy sedang marah padaku Oom ..., mereka menyuruhku untuk tidur di luar malam ini,"

Astaga! Orang tua macam apa mereka?! Pikir Hery kesal sendiri.

"Malam ini mau menginap di rumah Oom? Di sana ada dede kecil kamu pasti akan suka."

"Boleh? Asyik!"

Setelah naik motor Hery memastikan anak kecil tersebut memeluk tubuhnya dari belakang.

"Oom ..."

"Ya Nak?"

"Begini rasanya dipeluk seorang Daddy?"

Air mata Hery tanpa sadar keluar begitu saja pria itu menangis dalam diam bagaimana mungkin kedua orang tua itu, begitu tega menyia-nyiakan anak sepintar ini? Anak setampan ini? Apa mereka tidak waras?!

Saat tiba di rumah sang istri sudah menyambut dengan senyum hangat.

"Hai Papa pulang Sayang, oh siapa sih ganteng ini?"

"Wah, anak Papa yang cantik kenapa belum tidur? Sudah malam Sayang."

Tangan mungil itu menyambutnya dengan senang Hery menggendongnya.

"Anak Papa kenalan dulu yuk sama Kakak." Ucap Hery berjongkok di hadapan bocah kecil kini memegang tangan anaknya.

"Hai dede perkenalkan, nama aku Ken nama kamu siapa?"

"Nama aku Lila Kak umurku baru satu tahun, salam kenal." Ucap Hery mencoba menirukan suara putrinya.

Tawa anaknya menjadi sambutan hangat untuk bocah kecil bernama Ken.

Flashback end.

* * *

KENLA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang