Hangatnya matahari sore saat jam telah menunjukkan pukul 16.35. Seakan menjadi teman mengiringi langkah kaki Flor menelusuri area pemakaman.
2 minggu semenjak kepergian orang dia cinta membawa luka dan rindu menjadi satu. Rasanya dia tidak percaya dan masih menganggap semua yang terjadi adalah bagian dari mimpi buruknya.
Flor belajar mengikhlaskan, belajar untuk kuat, namun justru kepedihan tak kasatmata selalu dia dapatkan. Orang bilang jika kita terus menangis karena kepergian seseorang, maka seseorang telah pergi tersebut akan merasa begitu sedih. Tapi Flor belum bisa untuk sekedar menguatkan diri kepergian Ghafin seakan membuatnya juga kehilangan semangat hidup. Saat langkah kakinya berhenti di makam orang dia cinta Flor tak kuasa menahan tangis.
Perlahan dia berlutut mengusap lembut nisan di hadapannya, "Ghafin aku datang, baru kemarin pagi aku ke sini dan sekarang aku merindukanmu lagi ..."
"Kamu tau apa yang membuatku begitu terluka? Aku terluka karena waktu. Menunggu dirimu untuk kembali ke dalam pelukan setelah kita berpisah begitu lama Ghaf ..., aku merindukanmu dengan sangat seandainya ada mesin pemutar waktu, aku ingin kembali ke masa kita SMA dulu aku yang suka memperhatikanmu dari kejauhan, aku yang suka diam-diam meletakkan botol minuman mineral, di atas tas kamu saat kamu selesai latihan voli, aku yang selalu menunggu lebih lama waktu jam pulang, hanya untuk sekedar melihat kamu lewat di depan kelasku,"
"Sekarang kamu pergi ... aku masih berharap semua ini hanya mimpi burukku Ghaf, mimpiku yang menyakitkan. Aku berharap ini mimpi dan saat aku bangun nanti kamu ada di hadapanku."
"Aku nggak kuat Ghaf ... saat aku memintamu untuk menikah denganku kamu hanya diam. Dan sekarang aku mengerti ini adalah jawaban dari diam kamu ..."
Flor terisak pedih tangisnya adalah gambar kepiluan hatinya yang nyata.
"Hatiku benar-benar hancur ... kebahagiaan yang datang dalam waktu tiga hari setelahku menunggu lama, harus diambil begitu cepat dariku Ghaf ... merindukanmu hingga sakit."
Menelungkupkan wajahnya di atas makam Flor menangis pedih. Dadanya terasa sesak pandangannya mengabur seiring air mata mengalir keluar.
Tiba-tiba saja suara langkah kaki berjalan mendekat Flor berpikir itu adalah petugas makam tapi suara itu berhenti di hadapannya. Mengangkat wajah Flor bertemu pandang dengan sepasang mata itu lagi.
* * *
"Jangan pergi ..."
"Kumohon jangan pergi kamu udah pergi tinggalkan aku, jadi aku nggak izinkan lagi, nggak boleh ...!"
"Ghaf ... jangan pergi apa kamu nggak menyayangiku lagi? Kamu jangan pergi ... kumohon jangan lakukan itu ...!"
"Nggak boleh!!!!"
"Sayang sadar Nak! Flo?! Ini Mama Flo sadarlah Nak! Ada Mama di dekatmu ...!"
"Lepasin aku!"
Fera menangis berusaha memeluk anaknya yang ingin berlari keluar kamar. Lalu seseorang baru dia kenal berjalan masuk ke dalam kamar berusaha menghentikan aksi anaknya.
"Tolong Tante ... Flo dia ...!"
"Lepasin! Ghafin mau pergi! Dia nggak boleh tinggalin aku! Lepas! Aku harus menyusulnya! Mengatakan padanya bahwa aku begitu terluka di sini ... jadi lepasin aku!!!!"
"Ghafin ... lepas ..."
"Flo!" Isak tangis Fera ketika melihat anaknya kembali tidak sadarkan diri.
"Oh Tuhan ..." Tersungkur jatuh Fera terisak pedih.
Melihat anaknya segera dibaringkan dan diselimutkan sebelum seseorang itu membantunya untuk berdiri.
"Tante mohon padamu ...? Tante nggak bisa menangani Flo sendiri terlebih Papanya sedang berada di luar kota ... kami tinggal jauh dari keluarga kamu mau bukan menolong Tante ...? Bukan lagi demi Flo tapi demi Ghafin yang telah pergi ..."
Ketika tubuhnya dibawa ke dalam pelukan Fera yakin ini adalah jawaban dia inginkan. Menginginkan anaknya bahagia bahkan sejak dulu, saat Ghafin pergi meninggalkan anaknya tanpa satu kata pun. Karena sebuah alasan dia juga tahu itu apa tapi berupaya untuk menyembunyikan semua.
Anaknya sudah begitu menderita dan kini Flor harus kehilangan Ghafin untuk selama-lamanya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
KENLA [END]
RomanceThis work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia ( Undang - undang Hak Cipta Republik Indonesia No. 28 Tahun 2014 ) =================================== Aku bisa berbohong, Melalui bahasa tubuh tatapan dan perkataanku. Aku...