Please

94 17 8
                                    

Desiran ombak laut memenuhi indera penglihatan Kalila. Dinginnya udara pagi disertai dengan hangatnya matahari baru muncul menambah keindahan alam terlihat nyata.

Kalila tersenyum senang membenamkan kedua kaki dalam pasir putih menikmati ombak laut menerpa kedua kaki, sensasi dingin dia rasakan dan itu menyenangkan. Kicauan burung-burung kecil terbang di langit, gerakan pepohonan kelapa menjulang tinggi, karena terpaan angin seakan menyapa dirinya di pagi hari.               
Gadis itu berjalan menelusuri sepanjang bibir pantai hingga baru menyadari satu hal, bahwa di pantai yang sama dia hanya sendirian di sini. Tidak ada siapa pun bahkan keramaian terlihat tadi malam berubah drastis pagi ini. 

Ke mana semua orang-orang itu pergi?

Gadis itu mulai ketakutan dan berlari sekuat tenaga mencari keberadaan Kenids.

"Kakak!"

Kakaknya muncul di depan sana. Kalila tersenyum senang dia berlari menghampiri tapi Kakaknya justru menghindar dan berlari menjauh.

"Kakak mau ke mana?! Jangan tinggalin aku di sini!"

Kalila terjatuh berusaha berdiri saat matanya justru melihat sebuah tulisan besar di atas pasir tepat berada di bawah kakinya. Membacanya dengan seksama jantungnya berdebar kencang di  luar kendali.

Dia milikku. Raganya sudah lama mati dan aku menguasainya bahkan sejak dia masih kecil. Kau gadis bodoh itu tidak akan bisa untuk menyembuhkannya dia sudah dikuasai oleh kegelapan.

Kalila menangis ketakutan.

"Nggak boleh ... kau nggak boleh mengambilnya! Kakak milikku! Dia milikku! Kau jahat ...!!!!"

Pandangan Kalila mengabur bukan lagi karena tangisan tetapi awan hitam menyelimuti penglihatan secara perlahan.

"Nggak boleh!!!!" 

Kalila beranjak bangun dari tempat tidur tangis gadis itu pecah melihat sekeliling tidak menemukan keberadaan Kakaknya.

Kalila berlari menuju pintu di saat bersamaan Kakaknya masuk.

"Kakak!" Gadis itu memeluk Kenids membuat cowok itu mundur beberapa langkah ke belakang. 

"Lila kamu kenapa?!" Panik mendera Kenids berusaha menatap wajah gadisnya.

"Kakak ke mana aja?! Aku panik dan nggak lihat Kakak di kamar!"

"Sayang, aku sedang ke resto pesan makanan untuk sarapan siang kita bersama, kamu lihat jam? Udah pukul sepuluh maaf nggak memberitahumu karena kupikir kamu tidur nyenyak."

"Jangan lagi kumohon jangan lakukan itu ..." Terisak akan tangis Kalila mengingat mimpinya barusan.

Mimpi yang menyeramkan dia kehilangan Kakaknya.

Meraih wajah Kalila Kenids tertegun wajah itu menangis pilu.

Apa yang dimimpikan Kalila? Hingga gadisnya begitu ketakutan seperti ini?

Menghapus air mata itu Kenids mencium sayang kening gadisnya, "Sayang lihatlah aku sempatin membeli es krim, tapi kali ini rasa vanila karena persediaan rasa cokelat nanti sore baru ada."

Untuk pertama kali Kalila hanya menginginkan Kakaknya. Dia tidak menginginkan es krim sekali pun dia menyukainya. Dan ini adalah penolakan pertamanya terhadap es krim.

"Nggak mau? Apa karena rasa vanila? Jadi kamu hanya menginginkan rasa cokelat?"

Kembali memeluk Kakaknya Kalila bersyukur kejadian barusan hanya bagian dari mimpi buruknya.

"Aku hanya menginginkanmu Kak ... aku nggak mau makan es krim."

Mengernyit bingung Kenids memilih menuruti apa mau Kalila. Meletakkan es krim tersebut ke atas meja.

"Yakin nggak mau? Es krimnya bisa cair loh ..."

Tapi Kalila tidak menjawab perkataannya dan dia merasakan gadis itu semakin erat memeluk dirinya. Tangannya terangkat mengusap kepala Kalila.

"Jangan nangis lagi ya? Setelah sarapan kita akan berenang, kamu bisa main permainan air sepuasnya."

Tidak ada sahutan Kenids tidak bisa tenang membawa wajah itu untuk menatapnya, "Lila apa yang terjadi? Apa kamu barusan bermimpi buruk? Jika iya itu hanya mimpi kamu nggak perlu setakut itu. Dan apa dalam mimpi tersebut ada aku?"

"Kakak kumohon ...? Aku nggak ingin membahasnya."

"Oke, kita nggak akan bahas ini lagi sambil menunggu makanan datang, ada baiknya kita bersantai di balkon pemandangan di jam segini bagus."

Air matanya bahkan belum bisa berhenti karena takut dia akan kehilangan Kenids, sama seperti saat dirinya kehilangan Ghafin selamanya.

Jika mimpi itu menjadi kenyataan Kalila tidak dapat membayangkan bagaimana tersiksanya dia menjalani hidup. Sekarang dia benar yakin bahwa perasaan cinta dirinya rasakan pada Defan sirna begitu saja semua karena kehadiran Kenids kembali dalam hidupnya.

Dan kapan perasaan itu hadir? Mungkin sejak malam tadi saat Kakaknya memintanya untuk jadi miliknya. Kalila tidak pernah mengerti sejak kapan perasaan dia rasakan pada Defan memudar dan sekarang digantikan oleh nama Kakaknya, yang jelas dia sangat menyayang Kenids melebihi nyawanya sendiri.

* * *

KENLA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang