Darkness

76 17 9
                                    

BLAMB!

Pintu ditutupnya dengan kasar kemudian Kenids menatap Flor yang menangis ketakutan.

"Napa? Takut?"

"Maksud lo apa bawa gue dan kurung gue di rumah lo?!"

"Cewek penggoda, apa yang lo lakuin, huh? Ke orang tua gue sampe mereka tergila-gila bersikeras buat jodohin kita?"

"Berhenti panggil gue cewek penggoda!"

"Elo menjijikkan cewek penggoda. Gue bahkan liat lo kayak sampah. Pertunangan kita adalah bentuk dari nggak warasnya mereka semua."

"Gue mau lo bertekuk lutut tadinya! Tapi lo nggak tau kalo gue juga nggak mau sama perjodohan ini!" Teriak Flor kembali menangis disela rasa takut.

Kenids tersenyum sinis, "Elo nggak lupa bukan? Lo yang berusaha mulai permainan, tapi lo sendiri kejebak di dalamnya."

Flor merasakan air matanya semakin banyak keluar. Dengan takut dia mengambil langkah mundur tapi Kenids justru semakin melangkah maju mendekatinya.

"Elo nggak mungkin macam-macam sama gue ... lo nggak bakal berani,"

"Sayangnya lo nggak kenal gue lebih jauh, sampe sangat senang minta gue buat ngemis cinta ke lo."

Aura mencekam Flor rasakan dia harus lari dari sini, dengan rasa takut Flor berlari menjauh tapi langkah kakinya terjebak di dapur. Di saat tidak lagi bisa tenang sorot mata itu Flor menyadari sesuatu.

"Elo si, siapa ... lo bukan Ken!"

"Gue Ken, Sayang! Gue masih orang yang sama!"

Sorot mata itu, sikap, cara bicara seakan membuat Flor seketika dapat mengetahui bahwa cowok berdiri di hadapannya, bukan seorang Kenids yang dingin seperti biasanya.

Matanya menatap nanar Flor meraih pisau dan berlari menuju Kenids. Dia kalah cepat pisau terlempar tubuhnya di dorong membentur pintu Flor kesakitan.

"Jangan ... sakiti gue ..."

"Elo nggak bakal pernah tau gimana rasanya, hidup di dunia dan di saat itu juga lo nggak diinginkan. Bahkan hidup gue diambil alih gue bagaikan mesin! Diatur oleh mereka semua!!!!"

Meraih pisau yang terlempar Kenids berjalan mendekat, kini pisau tersebut dia mainkan pelan di pipi kiri Flor.

"Bukan hanya itu aja gue juga harus kehilangan orang gue sayang, dia bahkan sangat benci gue! Inikah hidup?!"

"Lepasin gue!"

"Ayo Sayang, kita main-main dikit dan rasain, gimana nih pisau bakal lukain wajah lo."

Sampai suara langkah kaki berlari mendekat membuat Kenids memutar tubuhnya. Flor berada di depannya tentu dengan pisau bertengger manis di wajah.

"Sa, Sayang ... Mom mohon jangan lakukan itu."

Defan berlari mendekat sorot matanya melihat takut pada apa dia lihat, "Kak sadarlah! Dia nggak salah! Jangan biarin amarah nguasain lo! Ingat Kak! Kak Ghafin butuh lo! Dia butuh Kak Rena juga!"

"Selangkah aja kalian maju, maka nyawa cewek dalam pelukan gue nih melayang."

"To, tolong aku Tante ... tolong aku ...!!!!"

Matanya teralihkan pada seorang pria dengan warna bola mata sama persis dengannya. Pria itu menangis dan Kenids membencinya dengan sangat.

"Ken ... ini Dad maafkan Dad Nak, bukankah ini ingin kamu dengar? Ken sadarlah, ingin minta maaf atas sikap Dad selama ini padamu,"

"Aku yang nggak diinginkan, aku yang menyimpan dendam dan kau?! Masih pantas disebut Daddy?! Aku bahkan menganggap diriku nggak pernah ada!!!!"

William berpegang pada sisi meja makan air matanya keluar bersama rasa sakit dia rasakan kini dirinya menyesal.

"Maafkan Dad ... maafkan Mom juga ini semua salah Nak ..."

"Sayangnya semua udah terlambat."

Membalikkan tubuhnya Flor didorong ke lemari. Kenids menghunus pisau itu tepat ke perut. Suara teriakan histeris terdengar bersama dengan darah mengalir keluar banyak. Dan ini adalah harga harus dibayar walau nyawa adalah taruhannya.

* * *

KENLA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang