30 | Gevan's Help

210 25 5
                                    

"I wonder all of a sudden, are you also looking at me right now?"

🍭🍭🍭

Gara-gara insiden kemarin, Athilla masih tertatih-tatih berjalan menyusuri koridor sekolahnya. Ia juga sempat mengganti perban tadi pagi sebelum berangkat ke sekolah. Kali ini ia tidak terlambat. Athilla sudah bertekad bahwa kemarin adalah yang terakhir kalinya.

"Athilla!"

Suara tersebut seirama dengan ayunan lengan Inara yang merangkul bahu Athilla. Gadis itu juga baru saja tiba di sekolah. Melihat punggung sahabatnya dari kejauhan, Inara mempercepat langkah kakinya agar menyamai irama langkah kaki sahabatnya.

Yang disapa hanya berdeham tak semangat, seolah-olah hari masih terlalu pagi untuk dirinya memulai aktivitas. Inara mengerucutkan bibirnya. Bukan respon itu yang ia mau.

"La, masa pagi-pagi udah loyo aja. Semangat, dong! Gue kayak lagi jalan sama zombie. Diem, loyo, jalan nggak ada semangatnya," cerocos Inara.

Athilla menatap tajam gadis di sebelahnya. Hari ini moodnya sedang tidak bagus, dan apa-apaan tadi itu? Berani sekali sahabatnya itu mengata-ngatai dirinya adalah zombie di pagi hari ini.

Tak mau melihat senyuman Inara yang terkesan menyebalkan itu, Athilla membuang pandangannya ke hal yang lain. Sialan, bukannya mendapat pemandangan yang indah justru yang didapat adalah pemandangan paling menjijikkan. Dari posisinya sekarang, ia bisa melihat Dave tengah merangkul seorang gadis berambut panjang yang seangkatan dengannya. Ya Tuhan, dosa apa yang sudah Athilla lakukan pada hari ini.

Tak mau moodnya semakin memburuk, Athilla melepas rangkulan Inara lalu berlari sambil sesekali menghentakkan kakinya ke lantai.

"Athilla! Dia lagi PMS, ya?" monolog Inara.

🍭🍭🍭

Langit yang cerah dengan awan-awan tipis adalah pemandangan yang sempurna untuk ia pandang dari bawah sini. Saat ini Athilla tengah memandang langit sembari terlentang diantara rerumputan berwarna kehijauan. Kalau ditanya ia ada di mana, Athilla tak akan bisa menjawabnya karena tiba-tiba gadis itu sudah berada di sana dengan seragam sekolah yang membalut tubuh kurusnya. Ia sendirian sampai seseorang tiba-tiba juga mengikuti apa yang ia lakukan tepat di sampingnya.

"Langitnya cerah, bukan?"

Athilla tersenyum. Ya, langit hari ini benar-benar sangat cerah sampai-sampai ia terus memandanginya tanpa lelah meski terik matahari menyinari tubuhnya. Athilla tak khawatir jika kulitnya berwarna kecoklatan, bukankah memiliki kulit kecoklatan adalah dambaan para bangsa kulit putih di luar sana? Mereka rela melakukan apapun demi memperoleh kulit yang konon katanya eksotis. Saat mengalihkan pandangannya ke samping, ia terkejut ketika seorang laki-laki juga menatap ke arahnya. Aneh, padahal jelas-jelas laki-laki itu menatapnya tapi Athilla sama sekali tak bisa melihat pahatan wajahnya, seperti ada sebuah sinar yang menutupinya dan sinar itu semakin terang sampai membuat Athilla silau. Dan, sekarang ia juga merasakan nyeri pada pergelangan tangannya.

"Bangun, Athilla!"

Dengan napas yang tidak teratur, akhirnya Athilla terbangun dari tidurnya. Ia juga mengusap-usap lengan yang sudah berwarna kemerahan karena dicubit oleh seorang wanita yang saat ini tengah menatapnya dengan tatapan setajam silet. Tunggu sebentar.

"Bagus banget kamu tidur di jam saya, Athilla. Gimana? Mimpi indah, ya?"

"I-ibu, maaf tadi saya hanya..."

HUMORISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang