Amein dan aku kembali ke kerumunan warga sambil bergandengan tangan. Pikiranku mengawang, masih tidak bisa percaya pada apa yang baru saja terjadi. Amein melamarku, dan aku menerimanya. Kami akan menikah.
Upacara resmi dimulai, dan aku melihat Sebastian di balkon, berdiri bersama ksatria perak lainnya. Ia terlihat tampan dengan kostum perak bercorak emas, sangat gagah dan berwibawa. Tapi, entah kenapa aku merasa aneh. Ada sesuatu yang menggangguku. Aku tidak tahu apa, tapi perasaanku tidak enak.
Tepuk tangan menggema saat Walikota menaiki podium. Ia melambaikan tangan ke arah rakyat yang ia cintai, yang juga mencintainya. Jarang sekali kita memiliki pemimpin yang dicintai semua warganya, tapi Walikota memang sosok yang luar biasa. Ia mulai membacakan pidato dan semua orang diam mendengarkan. Pidatonya singkat, tapi penuh makna dan harapan, sesuatu yang menjadi ciri khasnya.
Setelah selesai berpidato, Walikota mempersilakan sembilan ksatria perak untuk berbaris di depannya dan mengucapkan sumpah setia. Saat situlah aku tersadar. Delapan, sembilan, sepuluh! Ada sepuluh orang di sana! Orang kesepuluh mengenakan topeng perak yang aneh, membuatku tidak nyaman melihatnya. Siapa dia dan apa yang dilakukannya di sana? Kenapa tidak ada orang yang menangkapnya? Apakah ada perubahan rencana? Mustahil, perubahan rencana tidak mungkin terjadi tanpa adanya pemberitahuan terlebih dulu.
Pria bertopeng itu dengan cepat berlari melewati ksatria perak lainnya. Aku baru akan berteriak pada penjaga untuk melindungi Walikota, saat aku tersadar kalau pria bertopeng itu tidak mengincarnya. Satu bunyi tembakan yang sempat mengheningkan seluruh warga, dan sebuah peluru menembus dada salah seorang ksatria perak, membunuhnya seketika. Mataku kosong, aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku tidak bisa percaya pada apa yang kulihat. Kakakku baru saja tewas di depan mataku.
Sebastian terjatuh dari balkon, dan kini berada persis di depanku. Aku tidak bisa bergerak, tubuhku kaku, dan air mataku mengalir cepat. Amein membantuku berjalan, mendatangi Kakakku yang sudah tak bernyawa. Aku berlutut di sampingnya, mengobral semua omong kosong padanya sambil berharap ia membuka matanya.
Siapa orang jahat yang tega membunuh Sebastian? Kenapa mereka merenggutnya dariku? Apa yang pernah diperbuatnya sampai harus berakhir seperti ini? Aku berteriak hingga terbatuk-batuk. Apakah aku sedih? Tidak. Aku hancur.
Pria bertopeng itu kini berada di hadapanku. Sambil mengulurkan tangannya, ia berkata dengan datar. "Ahka, ikutlah denganku."
Amein langsung berusaha melindungiku, tapi apa yang bisa dilakukan seorang musisi di hadapan pembunuh bengis? Tanpa jeda, pria bertopeng itu melepaskan dua tembakan ke arah Amein, mengenai bahu kiri dan perutnya. Pria yang baru saja menjadi tunanganku ambruk di depanku, mengerang kesakitan. Pria bertopeng itu menatap mataku, dan aku bisa merasakan aura jahatnya yang begitu menakutkan. Sangat gelap dan penuh kebencian. Tangannya yang dingin dan kasar menarikku dengan paksa, menjauhkanku dari dua orang yang paling aku cintai di dunia ini. Aku tidak bisa melawan, syok ini membuatku tidak mampu berbuat apa-apa. Aku hanya bisa pasrah memandang jasad Sebastian. Aku melirik Amein yang berusaha meraihku, dan tanganku bergerak berusaha meraihnya.
Pria bertopeng menutup wajahku dengan kain hitam. Aku tidak bisa melihat apa-apa, tapi aku bisa merasakan sesuatu yang aneh. Aku seperti bergerak dengan kecepatan yang tidak wajar. Seperti waktu sedang berhenti. Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya, karena sensasi ini tidak pernah aku rasakan sebelumnya.
Hal itu berlangsung sesaat, karena setelahnya aku sudah tidak merasakan sensasi aneh itu lagi. Aku menduga kita sudah sampai ke mana pun pria ini ingin membawaku. Pria bertopeng membuka kain hitam yang menutupi wajahku, dan aku langsung melihat sekeliling. Di mana aku? Aku tidak ingat ada tempat sekumuh ini di Soulpoem, apalagi dalam waktu sesingkat tadi. Dengan waktu sesingkat itu, seharusnya kami masih ada di dekat Gedung Pemerintah Kota, dan aku hafal daerah ini luar dan dalam. Ini bukan di daerah Gedung Pemerintah Kota. Jadi, di mana ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Legenda Bintang Hitam: AREA 93
Fantasy[PG-13] Hidup di bawah jajahan satu kota yang mendapatkan kekuatan besar dari meteorit mungkin sudah bisa dianggap sebagai kehidupan yang tidak normal bagi Remilia Jarrett. Tapi, suara misterius yang memancing rasa penasarannya mampu membuktikan bah...