Aku tidak percaya ini berhasil!
Serigala gunung besar itu melompat ke arah lubang, sedangkan aku justru keluar. Aku berlari sekuat tenaga, berusaha keluar dari hutan ini. Aku yakin serigala itu masih mengejarku, karena aku berhasil membuatnya kesal. Aku menoleh ke belakang untuk melihat situasi, salah satu keputusan terburuk yang aku lakukan. Serigala itu tidak jauh, dan ia akan semakin dekat karena aku tidak memperhatikan medan di hadapanku.
Kepalaku membentur dahan pohon hingga aku jatuh dan terperosok ke bawah. Pelipisku berdarah, dan serigala itu pasti semakin dekat. Tanganku berusaha meraih sesuatu yang bisa aku gunakan untuk melindungi diri. Aku berbalik dan serigala itu sedikit lagi akan melompat dan menerjangku. Tangan kananku mengambil sebuah batu yang ujungnya runcing, menyambut serigala yang melompat di depanku dengan satu tusukan di bawah telinganya. Ia menahanku di tanah, cakarnya menusuk dadaku dan membuatku tak bisa bergerak. Moncongnya yang berliur semakin dekat, hingga aku bisa mendengar napasnya. Aku terus menusuk serigala itu, kali ini di badannya. Serigala itu mengerang kesakitan, tapi menolak untuk melepaskanku. Ini berlangsung cukup lama, adu ketahanan antara aku dan serigala gunung.
Serigala itu terlalu kuat dan keras kepala. Aku bisa merasakan cengkeramannya yang semakin kuat, menembus badanku hingga darah mengalir deras keluar. Kepalaku semakin pusing karena darah yang berkurang. Aku hampir tak sadarkan diri saat cengkeraman serigala itu melemah, dan tidak ada perlawanan yang aku rasakan darinya. Aku mendorong serigala itu ke samping, dan ia hanya berbaring di sana, lemah dan tak bernyawa. Aku duduk dan berusaha mengambil napas, setidaknya sampai aku merasa lebih tenang. Barulah setelah adrenalin yang menguasaiku tadi mulai memudar, rasa sakit di sekujur tubuhku kembali, ditambah dengan rasa sakit luar biasa bekas cakaran serigala itu. Aku berbaring dan mengerang kesakitan, air mata turut mengalir deras. Perlahan-lahan aku mulai merangkak ke pohon terdekat dan bersandar di sana. Aku merobek lengan bajuku dan aku gunakan untuk menutup pendarahan dari cengkeraman serigala gunung tersebut. Aku memperhatikan serigala itu dengan seksama dan baru menyadari adanya lubang di antara matanya. Ada orang yang menembaknya hingga tewas. Tapi, siapa?
Aku menoleh ke belakang, ke arah tembakan itu dilesakkan. Tidak ada siapa-siapa di sana, atau setidaknya tidak terlihat ada siapa-siapa. Mungkin dia adalah orang yang hebat dalam bersembunyi. Apakah aku harus khawatir? Siapa pun orang itu, dia baru saja menyelamatkan nyawaku, jadi aku bisa berasumsi kalau dia ada di pihakku. Kucoba menguatkan diri dan berdiri, lalu memutuskan berjalan pelan ke bagian atas gunung, mencari di mana penyelamatku berada.
Sepuluh menit aku berjalan, dan aku sampai ke tempatku tidur semalam. Aku terkejut bukan main saat mendapati banyak mayat serigala di sekitar tempatku tidur. Bukan keberuntungan yang membuatku berhasil melalui malam, tapi ada seseorang yang melindungiku, dan siapa pun orang itu kuharap ia sebaik perbuatannya.
Aku melangkahi mayat-mayat serigala itu dan berjalan lebih dalam lagi ke bagian atas gunung. Keputusan yang sebenarnya tidak bijak. Aku baru saja mempertaruhkan nyawa dengan menghadapi serigala gunung, dan kini aku malah berjalan langsung ke sarangnya. Aku berhenti melangkah dan kembali mempertimbangkan keputusan yang aku buat. Saat itulah seorang pria tinggi besar keluar dari semak-semak sambil menenteng seekor rusa gemuk di punggungnya. Rambutnya panjang sebahu, dengan janggut cokelat yang lebat. Ia menatapku dengan matanya yang berwarna merah darah. Pria itu mengenakan kaus hitam polos dengan jaket kulit berwarna hitam, celana panjang dan sepatu bot hitam. Ia mengenakan sarung tangan yang juga terbuat dari kulit, sama seperti jaketnya. Selain itu, ia juga melengkapi penampilannya dengan kacamata hitam berbentuk aneh di kerahnya. Aku rasa kacamata itu bukan hanya untuk mode semata.
Pria itu menatapku tajam, lalu ia menodongkan pistolnya ke arahku, mengisyaratkanku untuk turun. Apakah dia penyelamatku? Sepertinya begitu, dan itu membuat kenyataan bahwa dia sedang menodongkan pistolnya ke arahku menjadi sesuatu yang biasa saja. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku tidak merasa takut dengan ancamannya. Tapi bukan berarti aku tidak akan mengikuti perintahnya. Aku langsung berjalan menuruni gunung, dengan pria itu di belakangku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Legenda Bintang Hitam: AREA 93
Fantasi[PG-13] Hidup di bawah jajahan satu kota yang mendapatkan kekuatan besar dari meteorit mungkin sudah bisa dianggap sebagai kehidupan yang tidak normal bagi Remilia Jarrett. Tapi, suara misterius yang memancing rasa penasarannya mampu membuktikan bah...