Apa yang terjadi kemarin masih mengganggu pikiranku. Sebuah teriakan dari dalam Toko Roti Bready, dan bagaimana aku merasa Tom menyembunyikan sesuatu dariku. Mungkin itu hanya kecemasanku yang bicara. Aku tahu itu tidak sehat, tapi mau bagaimana lagi? Aku tidak ingat kapan aku mulai jadi seperti ini dan apa pemicunya. Tapi satu yang pasti, jika nanti ada satu hal lagi saja yang menurutku tidak wajar, aku bisa memikirkan hal itu selama seharian. Apa yang terjadi di toko roti adalah salah satu hal paling tidak wajar yang pernah aku alami.
Aku mengecek arloji, baru sadar kalau sebentar lagi kelas akan dimulai. Yah, walaupun itu tidak membuatku bangkit dari tempatku duduk saat ini. Aku masih kesulitan untuk mengumpulkan tenaga untuk bangkit dan pergi ke kelas. Saat ini aku sedang duduk di bawah pohon yang rindang, dengan kotak bekal makan siangku di pangkuan. Makan siangku untuk hari ini adalah roti lapis telur, yang aku buat sendiri. Rotinya sedikit gosong, tapi aku tidak mungkin membuangnya. Kami bukan dari keluarga kaya, jadi membuang makanan tidak ada di kamus kami. Aku dan Sebastien selalu memperhitungkan semuanya, berusaha sebisa mungkin agar tidak ada makanan yang membusuk, berjamur, atau kedaluwarsa di rumah. Rasa tidak pernah jadi pertimbangan kami. Aku menatap langit biru dan tidak bisa membayangkan bagaimana dunia jika benda pembawa petaka bernama Krystract itu tidak pernah jatuh ke Republik Fyra. Mungkin kehidupan kami akan jauh lebih menyenangkan daripada ini.
Aku mengingat kembali cerita Ayahku soal masa kejayaan Aliqua, sebelum Slare menghancurkan mereka dan mengubahnya menjadi Area 93. Aku tidak pernah merasakan hidup sebagai bagian dari Aliqua yang glamor dan penuh pesta, dan itu menjadi alasan utamaku mendambakannya. Tapi seperti yang selalu kukatakan pada diriku sendiri, semua itu hanyalah angan-angan kosong. Aku tidak akan pernah merasakan hidup sebagai gadis Aliqua. Daripada mendambakan sesuatu yang mustahil, bukankah seharusnya aku mensyukuri hidup yang aku miliki saat ini? Toh, sebenarnya aku sudah sangat beruntung karena masih bisa hidup di dunia yang ganas ini.
Lamunanku buyar saat seorang cowok mengejutkanku dari balik pohon. Ia terkekeh setelah berhasil mengerjaiku, namun tawanya memudar saat melihat makananku jatuh ke tanah. Mataku berkaca-kaca, aku belum makan siang sama sekali karena terlalu sibuk melamun.
"Oh tidak, Emma, maafkan aku," ucap Amein yang kini merasa bersalah.
"Ah, santai saja. Aku juga enggak begitu lapar kok." Aku bohong. Mataku memindai Amein dari atas ke bawah, lalu memukul bahunya dengan gemas. Dalam hati aku sedih dan marah padanya, karena kejahilannya telah memaksaku untuk menahan lapar sampai nanti malam. Sebenarnya aku sangat ingin memungut roti lapis itu, tapi aku tahu itu mustahil dengan keberadaan Amein di sini. Ia yang tidak pernah tahu betapa berharganya makanan langsung membuang roti lapisku ke tempat sampah. "Lagian, kamu juga kenapa mengejutkanku begitu, sih!?"
"Aku kan sudah minta maaf, kenapa masih dipukul, sih?"
Amein duduk di samping kananku. Rambut Amein yang berwarna perak masih sering membuatku terpana. Warna rambut adalah sesuatu yang kami bawa sejak lahir, dan tidak boleh diubah. Peraturan ini mengikat semua orang di sembilan Area, tak peduli apakah Area tempat tinggalmu berakhiran angka satu atau tidak. Tapi tentu saja masyarakat Slare mendapat pengecualian. Toh, mereka juga yang membuat aturan itu. Jadi, aku merasa wajar kalau semua aturan tidak berlaku bagi mereka. Amein menatapku yang kembali bengong, kemudian menjentikkan jarinya di depan wajahku sampai aku kembali ke dunia nyata.
"Kamu sedang memikirkan apa?"
"Bukan apa-apa."
"Ah, aku enggak suka kalau kamu sedang begini." Amein mendesah, kemudian ia menepuk keningku. Ia melakukannya dengan lembut, tapi hal itu cukup menjengkelkan.
"Begini bagaimana?" balasku ketus, sambil mengusap keningku dan melindunginya dari serangan Amein yang kedua.
"Saat kamu sedang bohong."
KAMU SEDANG MEMBACA
Legenda Bintang Hitam: AREA 93
Fantasia[PG-13] Hidup di bawah jajahan satu kota yang mendapatkan kekuatan besar dari meteorit mungkin sudah bisa dianggap sebagai kehidupan yang tidak normal bagi Remilia Jarrett. Tapi, suara misterius yang memancing rasa penasarannya mampu membuktikan bah...