11. Perburuan Cahaya

47 16 2
                                    

Aku pasti sudah gila.

Orang yang baru aku temui pagi ini, Nolan Alnair, terus membuat kepalaku berputar-putar. Pertama, dia mengaku sebagai teman nenekku dan penjaga Ibuku. Lalu, tato yang ada di tangan kirinya bisa bersinar dan mengeluarkan api. Sekarang, dia datang bersama Amein, cowok yang ingin membunuhku. Oh, bukan itu bagian paling gilanya. Amein yang ada di hadapanku sekarang berbeda dengan Amein yang merupakan mantan sahabatku. Amein yang ini bahkan tidak berasal dari Fyra. Dia berasal dari tempat yang berada jauh di sana. Tepatnya, jauh di dimensi yang berbeda.

Jika kalian jadi aku, dan dalam satu hari mendapatkan informasi tak masuk akal sebanyak ini, kalian pasti merasa gila sepertiku. Tapi, hati nuraniku selalu berbisik, berusaha meyakinkanku kalau semua omong kosong itu benar adanya, dan aku tidak gila. Oh, terima kasih hati nurani, sekarang aku merasa jauh lebih baik.

"Aku akan pergi berburu untuk makan malam. Kalian berdua silakan mengobrol." Nolan pergi meninggalkanku bersama Amein, yang jelas terlihat sama bingungnya denganku. Ia terus menatapku, dengan tatapan yang sejujurnya membuatku tidak nyaman. Aku berdeham dan ia kembali disadarkan, merasa malu karena ketahuan tengah memandangiku seperti orang aneh.

"Kalau kamu berpikir kamu sudah gila, kita sama." Kataku pelan. Hidupku tidak selalu seperti ini. Sebelum suara teriakan perempuan yang aneh itu, sepertinya kehidupanku normal-normal saja. Memang Fyra bukan negara yang ideal, dan hidup di Area 93 benar-benar menjamin penderitaan, tapi setidaknya semua itu masih bisa kuterima dengan akal sehat. Tapi ini, tidak ada yang normal dari semua ini. Dulu, ketika membayangkan Ibu, yang aku pikirkan hanya bagaimana sosoknya dan seperti apa kepribadiannya. Sekarang, jika aku memikirkannya, yang terlintas adalah lapisan-lapisan misteri yang menyelimuti hidupnya. Misteri-misteri tak masuk akal yang dilimpahkan padaku, bahkan saat aku sendiri tidak mengerti rahasia apa yang sebenarnya sedang kita bicarakan. Hidupku dulu memang tidak enak, tapi setidaknya semua lebih sederhana dibanding sekarang.

"Di dimensi tempatku berasal, Remilia adalah tunanganku." Amein tiba-tiba mulai berbicara. Aku langsung memperhatikan karena membayangkan aku dan Amein bertunangan membuatku merinding. Saat ini, bayangan itu adalah sesuatu yang terlarang, yang bahkan aku benci. Sebenarnya kalau situasiku dengan Amein berbeda, mungkin di masa depan aku akan bisa membayangkan itu, meskipun semua itu hanya akan jadi bayangan kosong. Tapi, setelah apa yang terjadi dan bagaimana caranya mati, membayangkannya pun membuatku jijik. Namun, apa yang dikatakan Amein dari dimensi lain entah kenapa tidak mengejutkanku. Entah bagaimana aku tahu Amein yang ini merupakan tunangan dari aku yang di dimensi lain. Selain itu, entah kenapa gaya berpakaiannya sangat khas Amein, padahal Amein di dimensiku tidak pernah berpakaian seperti itu. Aku terus menatap Amein, yang melanjutkan ceritanya. "Aku baru saja melamarnya di hari itu, dan dia menerimanya. Lalu, terjadi serangan dan Sebastian..."

"Tewas dibunuh oleh pria bertopeng." Aku memotong ceritanya. Amein mengerutkan dahi seolah tidak percaya. Saat itu aku belum terlalu mengerti arti ekspresi itu, jadi aku berasumsi kalau di dimensinya memotong cerita seseorang adalah perbuatan yang tidak sopan. Rasa bersalah karena memotong ceritanya pun mulai menghinggapiku. Aku mempersilakan Amein untuk kembali bercerita.

"Pria bertopeng itu hendak menculik Remi, dan aku langsung bergerak berdasarkan naluri." Amein mengepalkan tangannya dengan keras, mengingat hal seburuk itu pasti menyakitkan. Tidak berdaya, gagal menyelamatkan cinta dalam hidupnya. "Aku gagal, dia menyerangku hingga nyaris tak sadarkan diri. Saat itu aku merasa bodoh, lemah, dan tidak bisa diandalkan. Belum 24 jam kami bertunangan, dan aku sudah gagal melindunginya."

Ada keheningan setelah Amein berhenti bicara. Tak lama berselang, Nolan kembali sambil membawa tiga ekor kelinci yang sudah dikuras habis darahnya. Ia menyuruh Amein untuk menguliti hewan itu, dan kemudian menarikku menjauh. Kami duduk beberapa meter dari Amein. Dengan jarak beberapa meter ini, Nolan masih bisa mengawasi kami bertiga dan Amein tidak akan mendengar pembicaraan kami. Aku tidak tahu kenapa harus ada rahasia seperti ini, padahal Amein datang bersamanya, jadi seharusnya dia lebih dipercaya daripada aku, bukan?

Legenda Bintang Hitam: AREA 93Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang