"Selamat malam, Remilia, cucu dari Gadya."
Ratu Lucia langsung menyambut hangat kehadiranku di Istananya. Meskipun aku sendiri tidak tahu bagaimana bisa berada di sini, tampaknya hal itu bukan menjadi masalah utama yang harus aku pikirkan. Ratu Lucia menatapku dengan senyum lucu, seolah sedang menemani seorang anak kecil bermain-main di taman. Tatapannya hangat, tapi sangat merendahkan. Ia duduk di singgasana putihnya, dengan segelas minuman merah di tangan kanannya.
Anggur? Aku rasa bukan. Berdasarkan pertemuan singkat kami sebelumnya, aku punya anggapan sendiri soal apa isi gelas itu. Aku melirik sekeliling ruangan putih tempatku berdiri, yang tidak berubah sedikit pun sejak pertama kali aku ke sini. Tapi, rasanya tidak sama. Saat pertama kali aku menginjakkan kaki di ruangan ini, yang kulihat adalah putih dan murninya ruangan ini, dengan segala kecantikan yang suci dan alami. Sekarang, yang aku lihat hanyalah kepalsuan, sebuah tipu daya yang digunakan untuk menyembunyikan kebusukan hati yang terdalam. Ratu Lucia, sosok mengerikan yang bersembunyi di balik gaun mewah dan senyum diplomatis.
"Tahukah kamu betapa senangnya aku melihatmu di sini?" Ratu Lucia meletakkan gelasnya di meja kaca di sebelah kanan singgasananya. "Aku sempat khawatir, takut kalau kamu tidak ingin menemuiku lagi setelah apa yang kamu lihat di pertemuan sebelumnya. Syukurlah kamu bukan perempuan seperti itu."
"Kurasa pertemuan ini tidak didasari oleh persetujuan dua pihak," balasku sambil membalas senyumnya. Aku membungkuk memberi hormat pada Ratu Lucia. Aku tidak punya hormat padanya, dan apa yang aku lakukan semata-mata merupakan ejekan yang kuarahkan langsung padanya. "Tapi, di sinilah aku sekarang. Jadi, kurasa ada yang ingin Ratu sampaikan padaku?"
"Oh, Remilia, cucu dari Gadya," ia tertawa kecil, berusaha tetap menjaga sikapnya di hadapan orang lain. Ratu dan tata krama aneh mereka, aku tidak akan pernah bisa memahaminya. "Ahka dan Nokhu bukan milik kita sepenuhnya. Kita hanyalah tubuh yang digunakan sebagai penjara bagi mereka, sebagai usaha untuk menghentikan perang yang tak memiliki akhir. Istana ini memang mirip dengan milikku, tapi kita berdua tahu kalau saat ini kita tidak sedang berada di Vahan atau Area 93. Kita ada di dalam dimensi terpisah, tempat yang hanya bisa diakses oleh orang yang menyegel Ahka dan Nokhu."
"Jadi, ini semacam dimensi tersendiri milik Ahka dan Nokhu?"
"Semacam itulah," balas Ratu Lucia. Ia bangkit dari singgasananya, lalu menuruni tangga dengan anggunnya. "Tapi lumayan, bukan? Tempat ini lebih terlihat seperti milikku, dengan semua yang ada di dalamnya. Termasuk Mana kegelapan yang ada di balik layar." Ratu Lucia menunjuk ke belakang singgasana, di mana terdapat gerbang besar yang membatasi kami dari ruangan penuh darah, dengan singgasana tengkorak yang diapit oleh dua jeruji raksasa dengan Nokhu sebagai penghuni salah satunya. "Oh, mungkin karena aku mengakses dimensi ini dari luar, tidak sepertimu yang masih memiliki cahaya kecil itu di dalam tubuhmu. Masuk akal, bukan?"
"Mungkin, aku tidak bisa memberikan pendapat saat ini. Aku masih terhitung baru dalam hal ini." Aku berjalan pelan ke samping singgasana, mengintip gerbang raksasa tempat darah-darah mengalir dengan bebasnya. Membayangkannya saja membuatku ingin muntah, bagaimana bisa dia hidup dengan bau busuk yang menyiksa itu dan menikmatinya?
"Aku tidak ingin bilang kalau aku adalah ahlinya dalam hal ini, tapi kalau kamu membutuhkan sedikit bimbingan soal hidup sebagai segel bagi Mana yang senang berperang, aku bisa membantumu." Ratu Lucia mendekatiku, jemarinya yang lembut meraba pipiku perlahan. "Toh, di seluruh semesta ini, hanya aku yang benar-benar mengerti keadaanmu sekarang."
"Jadi itu alasanmu ingin menemuiku, berbagi kisah sedih yang eksklusif hanya milik kita? Memangnya bantuan apa yang bisa kamu berikan padaku?"
"Kamu tidak akan percaya betapa banyak bantuan yang bisa aku berikan padamu, adik kecilku." Ratu Lucia berjalan mundur, senyumnya masih terpampang jelas menghiasi wajah sang Ratu yang pucat. "Tapi, tidak. Bukan itu alasanku memanggilmu ke sini. Ada sesuatu yang lebih penting, dan sifatnya lebih mendesak dari hal itu. Ini tentang Nolan Alnair, Master Elemen yang muncul ke hidupmu dan membuat duniamu berputar 180 derajat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Legenda Bintang Hitam: AREA 93
Fantasy[PG-13] Hidup di bawah jajahan satu kota yang mendapatkan kekuatan besar dari meteorit mungkin sudah bisa dianggap sebagai kehidupan yang tidak normal bagi Remilia Jarrett. Tapi, suara misterius yang memancing rasa penasarannya mampu membuktikan bah...