[6] we can try

549 119 14
                                    

Ditemani dengan lampu taman yang bersinar temaram di tengah rerumputan di halaman belakang, juga lampu beranda yang bersinar menerangi gelapnya malam hari ini. Chaewon yang duduk berayun di atas hanging chair dan Jungmo yang berdiri bersandar pada tiang kayu sebuah pagar yang tingginya hanya sebatas pahanya.

Seperti yang biasanya terjadi, Jungmo dan Chaewon yang diminta untuk melanjutkan perkenalannya secara pribadi, hanya berdua, di taman belakang rumah Chaewon, dengan tujuan agar keduanya semakin dekat.

Dan Felix yang mengintip dari balik tirai dapur, sambil senyum-senyum jahil dan HP yang siap merekam momen saudara kembarnya dengan si 'calon'. Niatnya mau disebar ke teman-teman remaja masjidnya Chaewon, biar ada bahan buat diributin, katanya.

Tapi, belum sempat disimpan, jendela di mana Felix ngintip sudah dilempar pakai sandal berkarakter anak anjing milik Chaewon. Felix diusir secara kasar.

"Emang suka berantem ya sama kembaran lo?"

"Ada ya, kakak adek cowok cewek yang akur terus? Gak mungkin."

Jungmo cuma membalas dengan senyum.

Harus Chaewon akui jika senyuman Jungmo itu manis, mungkin jadi salah satu senyum lelaki paling manis yang pernah Chaewon lihat selama ini, setelah Zac Efron dan Eunsang Adimas Fikri tentunya.

Senyum yang bisa membuat orang yang melihatnya senyum, akan ikut tersenyum.

Tapi, Chaewon berusaha menahannya. Pandangannya ia alihkan ke arah lain, menghindar.

"Kenapa lo mau?" Tanya Chaewon cepat.

Tanpa basa-basi lagi, Chaewon langsung membicarakan apa yang ia pikirkan sejak tadi, to the point.

Tapi, sepertinya Jungmo tak mengerti dengan apa yang dimaksudkan oleh Chaewon. Ia hanya menatap Chaewon bingung.

"Apa?"

"Kenapa lo mau?"

"Mau apa?"

Chaewon mencebik kecil, "Kenapa lo diem aja waktu papi sama mami, dan orang tua lo bilang kalo kita bakal dijodohin?"

Jungmo meluruskan punggungnya, berdiri menghadap tepat ke arah Chaewon, "Ya gue juga kaget dengan apa yang diomongin sama orang tua lo. Ini sama tiba-tibanya buat gue, bukan cuma lo."

Chaewon menggerutu kesal, Jungmo mendengarnya, tapi tidak cukup kencang untuk bisa Jungmo dengar apa isi gerutuan gadis itu. Yang bisa Jungmo pastikan hanya, gadis itu meliriknya dengan tajam melalui ujung matanya.

"Dan lo bakal terima semua ini?"

"Gue-"

"Apa kita bakal diem aja dengan keputusan sepihak yang dibuat sama orang tua kita, tanpa persetujuan kita berdua?"

"Ya, gue harus bilang apa disaat gue juga masih bingung dengan situasinya. Jangankan buat nolak keputusan papa sama mama, buat jawab iya dan enggak ke lo sekarang aja gue masih bingung."

Kalimat terpanjang yang pernah Chaewon dengar, keluar dari bibir Jungmo.

Ya, mereka juga memang tidak pernah bicara panjang lebar satu sama lain sebelumnya, sih.

Jawaban Jungmo, yang mampu membuat Chaewon terdiam seketika.

"Lo menolak, tentang kita dan semua rencana ini?" Tanya Jungmo lagi.

Chaewon menaikkan sebelah alisnya, "Maksudnya? Lo bakal terima?"

Jungmo menghela nafasnya, "Gue nanya, harusnya lo jawab. Jangan malah balik nanya."

Lagi-lagi Chaewon melirik tajam lelaki di hadapannya.

"Gue gak kenal sama lo. Kita gak saling tau satu sama lain sebelumnya. Ketemu juga cuma sekali-kalinya, dan berakhir dengan kita yang dijodohin?! Isn't a joke?"

"Kita bisa saling mengenal setelah ini."

Chaewon menyipitkan matanya, "Jangan-jangan lo sebelumnya udah tau tentang ini ya? Lo sebelumnya udah ditunjukin foto gue, dan lo setuju? Lo cuma pura-pura kaget aja."

Jungmo hanya bisa tertawa mendengar tuduhan tak berdasar yang Chaewon utarakan. Jungmo memilih untuk tak menjawabnya.

"Kalo lo emang nolak rencana ini, lo bisa bilang ke orang tua lo, sekarang kalo perlu. Biar kita gak usah memperpanjang ini lagi. Berhenti sebelum kita harus memulai semuanya."

"Kenapa gak lo aja yang bilang?"

Jungmo mendekatkan dirinya ke arah Chaewon yang masih duduk di atas hanging chair dan dua kaki yang menapak di atas lantai.

"Karena menurut gue, gak ada salahnya buat kita untuk saling kenal. Gak ada salahnya buat kita, untuk mencoba."

Sepertinya Jungmo harus bangga pada dirinya sendiri, karena untuk kesekian kalinya, ia mampu membuat Chaewon membatu.

"Gue Jungmo. Raden Jungmo Gunaadhya Prastowo."

Jungmo mengulurkan tangan kanannya lebih dulu, masih menunggu Chaewon yang menyambut uluran tangannya.

"Gue Chaewon. Chaewon Ramadhani Syarief."

Dan entah, apa yang akan terjadi setelah ini. Apa yang akan terjadi di hari-hari esok. Hari setelah malam ini berlalu.

Perkanalan singkat malam itu, mungkin akan membawa keduanya menuju sesuatu yang tak pernah mereka duga akan terjadi. Tanpa sadar, keduanya sama-sama telah memutuskan, untuk mencoba.

Mencoba pada suatu hal yang belum pasti bagaimana akhirnya.




more than ok

more than ok― chaewon ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang