[26] problem

461 92 32
                                    

"Hai.."

"Apa?"

"Masih di kampus, Chae?"

"Ya."

"Oh.."

"Apa, sih? Kalo gak penting matiin aja deh, gue capek, ngantuk, mau tidur!"

"Eh, masa tidur di kampus?"

"Siapa lo, ngatur-ngatur amat."

"Kenapa, sih, Chae. Kok tiba-tiba ngomongnya pake lo-gue lagi? Lagi.. kesel ya?"

"Terserah gue lah. Kenapa? Masalah?!"

"Enggak. Gapapa, suka-suka kamu aja."

"Udah deh, males gue denger suara lo."

"Cuma mau bilang makasih aja, kue yang kamu bawain tadi pagi enak banget hehe. Aku bagi sama anak band yang lain, gapapa, kan?"

"Terserah. Mau lo buang juga gue gak peduli."

"Beneran deh, Chae. Kamu kenapa? Kalo misalya aku ada salah, aku minta maaf."

"Buat apa, sih, minta maaf kalo gak sadar sama kesalahannya. Ujung-ujungnya juga diulangin lagi diulangin lagi. Percuma."

"Ya makanya kamu bilang, aku ada salah di mana. Dengan kamu diem dan cuma marah-marah gak jelas gini, apa bakal nyelesaiin masalah?"

"..."

"Aneh, tau gak? Tiba-tiba ngambek gak tau alasannya apa, terus melampiaskan semuanya ke aku. Aku udah sabar-sabarin ya ini daritadi."

"..."

"Aku anterin ke kampus, gak mau. Aku chat daritadi, juga gak dibales sama sekali. Sekarang aku telepon juga kamu marah."

"Kenapa kemarin baru ngabarin kalo kamu keluar sama temen-temen kamu pas udah di sana?!"

"Seriously, cuma karena itu?"

"Kamu bayangin gak aku bakal nunggu selama apa di kampus, karena kamu yang gak ada kabar sampai malem?"

"Kamu juga sama aja, kan, Chae? Sekarang aku balik, kamu bayangin gak aku bakal nunggu selama apa di kampus, karena kamu yang gak ada kabar sampai malem? Bahkan aku gak akan tau kamu ada di mana, kalo aku gak inget buat kabarin kamu lebih dulu."

"Oh, nyalahin aku?"

"Aku juga gak mau nyalahin kamu kok, kalau nyatanya kita yang sama-sama salah, kita yang sama-sama lupa."

"..."

"Nanti pulang jam berapa? Biar aku jemput."

"Gak usah, paling ujung-ujungnya lupa lagi."

"Chae-"

Dan sambungan telepon itu terputus sepihak.

Jungmo cuma bisa menatap kesal pada layar HP yang menunjukkan isi kontak Chaewon. Gadis itu, Jungmo pikir ia salah mengira jika tadi pagi Chaewon buru-buru pamit dari rumahnya setelah memberikan dessert box untuknya karena memang ada urusan di kampus sebelum kelasnya dimulai, Jungmo kira Chaewon kesal karena itu. Nyatanya, cuma karena kesalah pahaman kecil tentang semalam.

Sebenarnya, tidak ada yang salah soal itu. Hm tidak, karena dua-duanya memang salah. Jungmo yang lupa janjinya yang akan menjemput Chaewon sepulang kuliah, tapi malah makan jagung bakar di puncak. Dan Chaewon yang juga lupa kalau ia janji akan pulang bersama Jungmo, tapi malah mengiyakan ajakan temannya untuk keluar entah ke mana.

Jadi, impas, kan?

Lalu apalagi yang dipermasalahkan? Toh, tidak ada yang dirugikan pada akhirnya.

Jungmo kesal, tapi seketika itu juga ia jadi merasa bersalah. Tidak seharusnya ia jadi balik menyalahkan Chaewon atas kekesalan gadis itu yang dilempar padanya. Harusnya Jungmo bisa menahan, harusnya Jungmo tak ikut terpancing, harusnya Jungmo bisa mengalah dan menyelesaikan masalahnya dengan kepala dingin.

Ya, Jungmo memang tak sampai menaikkan nada bicaranya pada Chaewon, karena Jungmo memang tak terbiasa marah. Tapi, tetap saja, responnya tadi justru memperkeruh masalah.

Jika Chaewon bersikap kekanakan, seharusnya Jungmo yang bisa bersikap lebih dewasa. Walaupun sisi egois Jungmo mengatakan untuk tak terlalu mempedulikan ini, karena ini bukan salahnya sepenuhnya.

Hal ini seharusnya tak jadi sesuatu yang harus diributkan.

"Berantem?"

Dan semua teman band Jungmo ada di sana. Memperhatikan Jungmo yang menarik urat lewat sambungan telepon dengan Chaewon di seberang sana.

"Gue bilang juga apa, lo gak cocok pacaran, Kak," Ucap Minhee sambil tertawa, "Udah, jadi jomblo aja sama gue."

"Terus Yujin apa?"

"Babu gue."

Woobin mengelengkan kepalanya sambil menatap Jungmo yang masih uring-uringan sendiri, "Lo pacaran aja jarang, Mo. Sekali-sekalinya juga hubungan gak pernah langgeng. Eh, pake langsung tunangan. Kalo udah kayak gini apa? Ribet, kan?"

"Ya kalo boleh milih, gue juga gak mau." Balas Jungmo cepat.

"Ya udah putusin aja lah, Kak, kalo emang gak mau." Sahut Seongmin.

Kalau saja memutuskan untuk berpisah semudah mengatakannya. Tapi nyatanya tak semudah itu, kan, ketika cincin itu sudah menjadi sesuatu yang mengikat. Tanpa ada rasa, hanya ada persetujuan penuh keraguan di antara keduanya. Bahkan masalah kecil pun bisa memperbesar keraguan.

"Mo, buat sekedar pacarnya aja harus pikir panjang, dipertimbangkan baik buruknya. Ya, gue gak mau bilang kalo hubungan lo sama Chaewon terlalu terburu-buru atau gimana. Tapi, emang bener udah yakin?" Allen angkat bicara, dari delapan orang teman band Jungmo, memang cuma Allen yang kebanyakan omongannya berbobot.

Mendengar apa yang dikatakan oleh Allen membuat Jungmo jadi memikirkannya sekali lagi, jika Jungmo tak pernah benar-benar bertanya pada dirinya sendiri, apa ia setuju untuk menjalani hubungan ini dengan Chaewon? Apa hatinya memang benar-benar mau?

Karena nyatanya, Jungmo hanya memikirkan tentang orang lain dan berakhir mengesampingkan dirinya sendiri. Memikirkan tentang keinginan juga permintaan kedua orang tuanya, dan Jungmo hanya mengikuti pilihan Chaewon yang mengatakan 'iya'  untuk mencoba.




more than ok

more than ok― chaewon ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang