Bagian 18

1.6K 240 66
                                    

꧁༺༒༻꧂

"Baiklah, rapat siang ini kita tutup. Terima kasih atas kerja kerasnya."

Taehyung menyalami satu per satu anggota rapat hari itu. Dia baru saja melakukan meeting bersama divisi pemasaran, membahas mengenai kenaikan harga saham terkait peluncuran produk baru mereka bulan depan nanti. Mereka mencoba mempromosikan lebih luas lagi produk mereka melalui pamflet, baliho, dan saluran televisi swasta.

Tersisa Taehyung dan Baekhyun saja di ruangan itu. Baekhyun yang sedang menyusun berkas-berkas di atas meja mengernyit, memandang Taehyung yang tersenyum menatap ponselnya sambil memutar-mutar kursinya ke kiri dan ke kanan.

"Kurasa kursi itu lama-lama bisa patah karena kau mainkan seperti itu, bos." kata Baekhyun menceletuk.

Taehyung mengabaikannya. Malahan pria itu sekarang tertawa kecil sembari menatap layar ponselnya. Tiba-tiba ponsel pria itu berbunyi, dengan santai dia mengangkat panggilan itu.

"Halo, sayang .... "

Baekhyun yang melihatnya bergidik ngeri, lantas cepat-cepat membereskan pekerjaannya dan langsung berlalu keluar. Namun di depan pintu dia justru berpapasan dengan Jimin yang membawa beberapa map, berniat masuk kedalam.

"Taehyung masih di dalam?"

"Kuberitahu, kau sebaiknya kembali saja sekarang. Kurasa bos kita sedang kerasukan sesuatu karena sedari tadi dia tersenyum-senyum sendiri sambil menatap ponselnya. Coba kau ingat berapa kali dia tersenyum dalam sebulan?"

Jimin mengerutkan dahi, menatap rekannya aneh. "Kau ini sebenarnya bicara apa?"

Baekhyun menepuk dahi, lantas memutar badan Jimin menghadap ke arah Taehyung. Terlihat pria itu tertawa kecil sambil bertelepon dengan seseorang.

"Dia jadi aneh sejak seminggu yang lalu. Haruskah kita bawa dia ke rumah sakit?" bisiknya kecil di telinga Jimin.

"Siapa yang mau kau bawa ke rumah sakit, Baekhyun?"

Suara bariton yang dingin seketika membuat bulu kuduk Baekhyun berdiri. Dilihatnya bos mereka menatapnya tajam sambil memegang ponsel yang layarnya telah mati. Baekhyun menggeleng cepat, meralat perkataannya.

"Aku butuh tanda tanganmu, bos." Jimin menggeser bahu Baekhyun agar menepi, berjalan menghampiri Taehyung sambil menyodorkan map. "Aku tahu sekarang sudah masuk jam makan siang, tetapi berkas ini butuh diproses cepat."

Taehyung mengangguk. Mengambil pulpen dari sakunya dan membubuhi tanda tangannya disana. "Apa yang tadi istrimu?" tanya Jimin sembari menarik kembali map yang baru saya Taehyung tanda tangani.

Pria itu menangguk, menatap kedua rekannya itu dengan senyum separuh, "aku mengajaknya kencan."

"Apa!?" itu bukan suara Jimin, sungguh. Tapi Baekhyun. Dia yang sedari tadi belum pergi dari ambang pintu kini buru-buru mendekat kearah mereka berdua. "Bagaimana bisa?"

"Kau jadi aneh selama seminggu ini. Apa ini karena kencan kalian?"

"Tidak. Kami tidak berkencan. Tepatnya, dia yang menolak langsung ajakanku."

Masih basah di ingatan Taehyung bagaimana Jennie menatapnya tajam dengan senyum khas miliknya. "Berusahalah. Kita lihat apakah kau berhasil membuatku menyetujui ucapanmu atau tidak." dan jawaban itu membuat Taehyung kesal setelahnya.

Perempuan itu tidak tahu saja, semakin sulit Taehyung mendapatkan hal yang ia inginkan, maka ia akan semakin gigih. Perusahaannya sekarang adalah bukti kegigihannya dulu. Perkataan Jennie bukan membuatnya mundur, justru membuat pria itu semakin bersemangat saja.

cʟᴀɴᴅᴇsтιɴᴇTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang