꧁༺༒༻꧂
Seoul, 8 tahun lalu.
"... Five, six, seven, eight, one, two, three, four..."
Suara musik berbaur dengan suara hitungan dari koreografer tari di barisan paling depan. Kira-kira ada dua puluh satu orang termasuk si koreografer didalam studio latihan itu.
"Oke, cukup. Kalian boleh istirahat lima belas menit." para trainee itu membubarkan diri. Mencari dinding lalu duduk bersandar sambil meluruskan kaki disana.
Jennie mengipasi dirinya. AC saja belum mampu membuat para trainee disana merasa sejuk.
"Eonnie, kau mau minum?" seseorang datang dengan membawa dua botol minum dan membaginya satu untuk Jennie.
"Terima kasih, Chaeng." Chaeyoung mengangguk. Ikut duduk disebelah Jennie dan menenggak minumnya hingga tandas separuh.
"Aku rasa koreografer itu sudah gila." Chaeyoung terdengar menggerutu kesal. "Bagaimana bisa dia menyuruh kita mengulang-ulang gerakan yang sama selama tiga jam? Ah, tulangku mau patah rasanya. Aku lebih suka koreografer lama kita."
Jennie tersenyum mendengar keluhan Chaeyoung di sebelahnya.
"Tiga hari lagi ada penyeleksian. Kurasa dia hanya ingin kita menampilkan yang terbaik." ucap Jennie diplomatis.
"Kalau terus begini, aku tidak yakin bisa tampil prima untuk senin nanti. Tenaga kita dikuras habis. Eonnie lihat? Dia dari tadi mencari-cari kesalahanku. Bilang kalau banyak gerakanku yang keluar tempo. Belum lagi kalau hari ini kita baru dibolehkan pulang pukul sepuluh nanti malam. Ah, benar-benar menyebalkan!"
Jennie tertawa, memperlihatkan gusi dan deretan giginya yang rapi. "semuanya juga merasakan hal yang sama, Chaeng. Bagaimana kalau besok malam aku traktir kau di Starbucks? Kemungkinan besok kita pulang cepat."
Chaeyoung menegakkan punggungnya. Matanya berbinar-binar. "Eonnie janji? Baiklah, aku akan makan sampai kenyang besok!"
Perkataan Chaeyoung membuat keduanya tertawa. Disaat bersamaan, pintu ruang latihan itu terbuka. Dari sana muncul dua orang wanita dan mereka berhenti tepat didepan Jennie dan Chaeyoung.
"Hai, Jennie-ya, Chaeyoung-ah. Bagaimana latihan kalian?" tanya salah satu diantara mereka sambil tersenyum.
Chaeyoung yang melihatnya mendecih pelan. Dia tidak suka dua orang wanita ini.
"Oh, Irene eonnie, Seulgi eonnie." sapa Jennie. Tidak menyangka dengan kedatangan dua orang itu.
Irene dan Seulgi ikut duduk didepan mereka berdua. Meletakkan sebuah kotak makan besar di tengah-tengah mereka. "Aku membawa stroberi untuk kalian. Kebetulan pacarku membawakan banyak untukku. Aku tidak bisa menghabiskannya jadi, aku memutuskan untuk membaginya dengan kalian."
Disampingnya Chaeyoung menyikut lengan Jennie, memberi kode agar tidak menerima pemberian Irene.
"Terima kasih banyak, eonnie. Kau baik sekali." Jennie hanya melirik sekilas kotak itu, tersenyum tak sampai mata.
"Sama-sama. Baiklah, aku hanya ingin mengantar itu saja. Lagipula kami juga harus kembali ke studio kami sekarang. Kalian berdua semangat!"
Setelah itu yang mereka lihat adalah dua wanita tadi beranjak berdiri. Seulgi yang melihat Chaeyoung menatapnya sinis sedari tadi balas membuang muka angkuh, dia lalu mengekori Irene keluar ruangan. Cih, Chaeyoung benar-benar muak melihatnya.
Sedetik setelah mereka menghilang, terdengar bisik-bisik dari trainee lain di ruangan itu. Sudah menjadi rahasia umum jika Irene hanya berpura-pura baik pada Jennie, tapi sayang wanita itu bermuka tembok. Jennie merupakan salah satu trainee paling berpengaruh disini, pun agensi juga menyayanginya. Pembawaannya yang angkuh dan dingin, membuat orang-orang cukup tahu diri untuk tidak terlalu akrab pada Jennie karena perbedaan kasta mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
cʟᴀɴᴅᴇsтιɴᴇ
Fanfic[M] Orang-orang pasti akan melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Sama seperti Jennie, perempuan superior yang rela melakukan apa saja agar dendamnya terbalaskan. Bahkan jika itu membuatnya harus memaksa anak petani sekalipun untuk menikah deng...