꧁༺༒༻꧂
Irene menatap dirinya sekali lagi pada cermin. Ia memoleskan sedikit perona bibir lalu mengikat rambutnya tinggi membentuk ekor kuda.
Dering ponsel tanda. Wendy menelepon. Tanpa basa basi wanita itu langsung mengangkat panggilan.
"Halo? Oh, kau sudah di depan? Baiklah, aku akan segera turun." sambil mengapit ponselnya, di telinga, ia menyambar tasnya sambil berjalan keluar. Setelah mengunci pintu dan memutuskan panggilan, dirinya bergegas menuju lift.
Wendy mengajaknya ke Seoul hari ini untuk menemui sepupunya sekaligus berjalan-jalan. Hari ini manajer mereka menutup kafe, jadi mereka semua diliburkan. Meski cuma sehari, Wendy berusaha memanfaatkan momen ini sebaik mungkin dengan mengajak Irene jalan-jalan. Dan ia menyetujuinya.
Dari kejauhan lengkingan suara kereta terdengar nyaring, bahkan bumi yang mereka pijak sedikit bergetar. Begitu kereta berhenti dan pintu terbuka, mereka langsung melesat masuk dan mencari tempat untuk duduk.
Dari Daegu, mereka akan naik kereta api ekspres menuju Seoul. Karena sekarang akhir pekan, kereta yang mereka naiki saat ini benar-benar penuh.
"Sudah lama aku tidak ke Seoul. Beruntung manajer kita meliburkan kita hari ini, kita jadi bisa refreshing." kata Wendy berbisik saat seorang bapak-bapak memperhatikan mereka berdua.
"Hei, Irene, Lihat. Aku membawa kamera. Aku mau memotret daun-daun pohon maple di Gunung Namsan nanti!" lanjut Wendy sambil berbisik riang. Matanya masih memperhatikan si bapak gempal yang berpegangan erat pada hand strap karena sekarang kereta melesat cepat.
"Kau serius mau kesana?" Irene bertanya sambil setengah berbisik. "Tidak, Wendy. Kakiku bisa patah."
"Tidak akan. Kalau nanti kau lelah, minta gendong saja ke Suho." Irene melotot melihat Wendy tertawa sambil mengedipkan sebelah matanya. "Apa-apaan!?"
"Ayolah. Kau pikir aku tidak lihat waktu itu kau diantar dia ke kafe? Kau bahkan membawa bunga! Berhenti berbohong dan mengaku saja kalau kalian sudah pacaran."
Irene mengembuskan napas. Berniat menyanggah ucapan wanita itu. "Itu tidak benar." katanya sambil menekankan setiap suku kata, "sudahlah, aku mengantuk. Semalaman aku susah tidur."
Wanita itu lalu menyumpal telinganya dengan earpod, mengabaikan Wendy yang mengomel disebelahnya. Sambil menutup mata, diam-diam Irene menyunggingkan senyum kecil.
•••
"Irene cepat!"
Irene memicing sinis. Sudah hampir dua puluh menit ini mereka berjalan kaki ke puncak Gunung Namsan, dan selama itu pula Wendy meneriakinya agar cepat.
Irene mengeratkan mantelnya. Sekarang sudah masuk awal desember. Itu tandanya mereka sudah berada di penghujung musim gugur dan sebentar lagi akan memasuki musim yang baru. Sambil berjalan, ia menatap sekitarnya yang berwarna oranye, penuh dengan guguran daun maple yang berserakan menutupi tanah.
Ckrek!
Kepalanya menoleh cepat ke arah suara jepretan kamera. Wendy meringis, meraih tangannya lalu menggandeng wanita itu agar mengikuti langkahnya. "Kau lamban."
Mereka mengeratkan mantel. Suhu disini sekarang nyaris menyentuh titik sepuluh derajat celsius. Lebih dingin beberapa derajat dibandingkan Daegu.
Irene mungkin akan kembali mengeluh protes pada Wendy kalau saja mereka tidak berhenti sekarang. Mereka telah sampai di tujuan. Bahkan Namsan Tower hanya berjarak kurang dari dua ratus meter saja dari tempat mereka saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
cʟᴀɴᴅᴇsтιɴᴇ
Fanfiction[M] Orang-orang pasti akan melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Sama seperti Jennie, perempuan superior yang rela melakukan apa saja agar dendamnya terbalaskan. Bahkan jika itu membuatnya harus memaksa anak petani sekalipun untuk menikah deng...