꧁༺༒༻꧂
Minus dua derajat celsius saat ini. Di tengah dinginnya suhu malam itu, anak-anak kecil justru berlarian mencari wortel dan ranting untuk menghias manusia salju mereka. Memakaikan syal, lalu bersorak gembira saat akhirnya boneka itu jadi dan mereka berlarian kesana-kemari.Satu-dua anak kecil itu mulai bermain perang bola salju yang diikuti teman mereka yang lain. Bocah-bocah itu berlarian sambil melempari yang lain dengan sekepal salju, pipi mereka memerah dan tawa mereka kencang. Namun, tawa-tawa ceria itu tersumpal saat salah satu bola salju mereka melayang mengenai jendela seseorang. Meninggalkan retak disana.
Seseorang tampak membuka jendela dan meneriaki mereka, "hei, kalian! Dasar bocah-bocah nakal!"
Karena panik, mereka lantas memekik, "lari!!" dan bocah-bocah itu berhamburan.
Tak melihat jalan, seorang bocah menubruk perut seseorang sampai terjatuh. Dia memegang hidungnya yang nyeri sembari melihat orang itu menunduk menatapnya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya orang itu sambil membantu si anak berdiri. "Maafkan aku paman." cicit bocah perempuan itu kecil, matanya mulai berair.
"Hei, jangan menangis. Paman punya permen untukmu."
Bocah perempuan itu menerima permen takut-takut. Membungkuk sekali, lalu bocah itu kabur sambil mengucap terima kasih. Pergi menyusul temannya.
"Terima kasih paman!"
Pria itu, Suho, menggeleng kecil. Senyum tipisnya terbit. Sambil memasukkan tangan yang dingin kembali kedalam saku, ia lantas melanjutkan langkahnya yang tadi sempat terhenti.
Dirinya memasuki gedung apartemen sederhana. Begitu lift menutup, ia memandangi refleksi dirinya sebelum mengambil ponsel dari saku dan menghubungi seseorang.
"Aku sudah tiba di apartemenmu." katanya. Orang di seberang sana menjawab, Suho mendengus geli sambil melihat paper bag berisi makanan manis di tangannya. "Baiklah, sampai bertemu nanti." dan panggilan telepon lalu terputus.
Suho berjalan keluar begitu pintu lift terbuka. Kaki-kakinya yang panjang berjalan tegas hingga berhenti di salah satu pintu. Telunjuknya lalu menekan bel beberapa kali, menunggu satu menit, lalu dirinya dihadapkan oleh sesosok wanita cantik yang mencul di balik pintu.
"Hai." sapa Suho sumringah. Wanita itu balas mengangguk dengan senyum malu lantas membuka pintu lebih lebar, mempersilakan pria itu masuk.
"Dingin sekali di luar. Bahkan aku takut tidak bisa sampai kemari karena jalan tertutup salju. Ah ... nyamannya .... " Suho menjatuhkan bokongnya ke sofa setelah memberikan bingkisan yang ia bawa. Wanita itu menarik sudut bibirnya sambil meletakkan bingkisan tadi di atas meja. "Aku akan membuatkanmu minum. Tunggu sebentar."
Suho memandangi punggung mungil yang kini berjalan menuju dapur. Apartemen kekasihnya ini memang minimalis, tetapi bukan berarti apartemen ini jelek. Matanya menatap sekeliling, tidak ada benda-benda yang mencolok disini. Bosan menunggu, akhirnya dirinya menyusul Irene ke dapur.
Semerbak wangi masakan yang memenuhi meja menusuk hidungnya, membuatnya lapar. Irene berdiri membelakanginya, sedang mengaduk teh. Begitu dirinya berbalik, dia sedikit terkejut melihat Suho sudah berdiri disana.
"Ini semua kau yang masak?" pria itu menarik kursi lalu duduk disana.
"Ya. Kuharap rasanya tidak buruk. Biasanya aku jarang memasak, hanya memesan makanan cepat saji saat pulang." akhirnya wanita itu ikut menarik kursi di seberang kekasihnya, "omong-omong kau sudah lapar?"
"Aku sengaja tidak makan karena kau bilang akan memasak untukku. Tentu saja aku lapar."
Irene tertawa, pipinya merona merah. Wanita itu menyodorkan piring, membiarkan Suho memilih sendiri apa yang ingin ia makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
cʟᴀɴᴅᴇsтιɴᴇ
Fanfiction[M] Orang-orang pasti akan melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Sama seperti Jennie, perempuan superior yang rela melakukan apa saja agar dendamnya terbalaskan. Bahkan jika itu membuatnya harus memaksa anak petani sekalipun untuk menikah deng...