Shin keluar dari kamarnya begitu pagi tak seperti biasanya dan segera pergi ke ruang keluarga yang mana disana terdapat Sakka yang sedang duduk didepan sofa sambil menggunakan Skincare paginya.
Sakka benar-benar memperhatikan penampilannya semenjak mendapatkan julukan baru sebagai Paman, ia ingin wajahnya tetap terlihat delapan belas tahun agar ketika ia jalan-jalan dengan sang keponakan orang-orang berpikir itu adiknya bukan keponakan nya.
Shin menjatuhkan kepalanya di pangkuan Sakka membuat Sakka hampir menjatuhkan skincare mahal yang ia pesan secara online dari korea itu.
"Napa tu mata? Begadang lo ya maen game, parah sih bukannya ngurusin anak" Ucap Shun yang datang dengan semangkuk salad buah buatannya.
"Maen game pala lu peyang" Ucap Shin sementara Shun mengangkat bahunya acuh.
Tak lama berselang Suho memasuki rumah dengan bertelanjang dada ditemani keringat yang membuat tubuh atletisnya nampak mengkilat.
"Tumben lu pada bangun pagi" Ucap Suho duduk disamping Sakka sambil mengelap tubuhnya yang berkeringat.
"Ah bau lo bang, masam!" Keluh Shin yang segera mendudukkan dirinya sementara Suho tak peduli sama sekali.
"Mata lu kenapa? Maen game ya semalaman?" Tuduh Suho membuat Shin mendelik.
Kenapa semua orang menuduh ia main game semalaman? Memangnya ia seburuk itu? Meskipun dia nakal setidaknya ia adalah ayah yang bertanggung jawab terbukti ia tak tidur semalaman demi menjaga dua anaknya yang tak bisa diam semalaman.
"Anak gue ga bisa diem" Ucap Shin sedikit mengeluh membuat Sakka tertawa keras.
"Ya wajar lah orang bapak nya model kayak lo, nurun resenya" Ucap Sakka membuat Shin mendelik.
"Kek anak lo nanti kalem aja" Balas Shin membuat Sakka terdiam sejenak.
"Ohh seenggaknya anak gue nanti ganteng kayak gue" Ucap Sakka sambil mengacak rambutnya sendiri.
"Sok ngomongin anak, nikah aja belom" Ucap Shin membuat Sakka akhirnya memilih benar-benar menutup mulutnya.
"Udah ah gue mau mandi" Ucap Shun sambil memberikan mangkuk salad buahnya kepada Suho.
"Ikut" Ucap Shin merentangkan tangan nya agar ditarik Shun namun Shun malah berdidik ngeri.
"Ihh najis" Ucap Shun buru-buru pergi sementara Shin mengumpatinya kurang ajar padahal ia yang kurang ajar pada abangnya sendiri.
Beberapa menit kemudian mereka sarapan bersamamu dengan suasana yang sedikit berbeda ditemani tangisan Shika dan Shina serta pekikan lucu Suke dan Seki yang tak bisa diam.
Shun memilih menghabiskan makanannya lebih cepat lalu buru-buru pergi ke garasi mobil dan melihat deretan mobil mewah keluarganya disana.
Shun mengambil salah satu kunci mobil yang tergantung lalu berjalan kearah mobil yang lumayan besar lalu mengendarainya keluar dari lingkungan rumahnya.
Shun membawa mobil yang terlihat sangar itu ke apartemen Saena yang ternyata tengah membuang sampah pagi ini.
"Saena?" Panggil Shun keluar dari mobil lalu menghampiri gadis yang wajahnya nampak pucat itu.
"Pagi" Sapa Saena dengan senyum pucat nya, gadis itu terasa berbeda karena biasanya ia akan melakukan hal-hal aneh bukan malah menyapanya.
"Lo sakit apa?" Tanya Shun tanpa basa basi, benar-benar seperti seorang Uchiha yang bicara langsung pada intinya.
Saena menggelengkan kepalanya pelan hingga Shun menarik tangannya membawa Saena masuk kedalam mobilnya lalu segera melajukan mobilnya.
Shun membawa Saena ke sebuah pantai dipinggir jalan lalu menyuruh gadis itu untuk turun dari mobil.
"Ngapain kesini?" Tanya Saena ketika Shun menaiki mobilnya dan duduk diatas sana.
"Ayo" Ajak Shun mengulurkan tangannya hingga Saena menerima uluran tangan itu membuat Shun menarik Saena keatas.
Saena duduk disamping Shun dengan helaian rambutnya yang berterbangan bahkan rontok beberapa membuat Shun menatapnya.
"Saena..." Panggil Shun membuat Saena menatapnya, tak biasanya pria itu memanggil namanya dengan benar.
"Ken-"
Belum sempat Saena bertanya, Shun sudah terlebih dahulu menarik tubuh Saena dan menjatuhkan kepala gadis itu di dada nya.
"Kalo kenapa-kenapa bilang jangan diem aja Na, kita semua khawatir" Ucap Shun membuat Saena menarik nafas panjang.
"Gue kanker Hun, umur gue ga akan lama lagi" Ucap Saena membuat Shun menatap nya.
"Masih bisa sembuh Na, jangan ngomong gitu" Ucap Shun berusaha menguatkan Saena padahal hatinya juga sesak mendengar ucapan gadis itu.
"Enggak Hun, dokter ud-" "Dokter bukan tuhan yang bisa nentuin berapa lama lo idup Na" Ucap Shun memotong ucapan Saena.
"Udahlah, biarin gue mati dengan tenang Hun pokoknya lo harus bahagia dan ketemu sama cewek baik. Lo sih payah, deket cewek aja ogah" Ucap Saena dengan kekehan pelan nya.
Shun mendorong tubuh Saena memposisikan tubuh gadis itu dibawahnya sementara ia berada diatas gadis itu.
"Lo tu bener-bener bodoh ya" Ucap Shun membuat Saena tertawa mendengarnya.
Iya, Saena memang bodoh ia tak sepintar Shun sang juara umum setiap tahunnya semasa sekolah menengah atas atau lulusan terbaik di universitas.
"Lo Na satu-satunya cewek yang dekat sama gue karena lo beda, walaupun lo nyebelin, sesuka lo tapi lo penting buat gue" Ucap Shun namun Saena berusaha menghindar hingga Shun menahan tangannya.
"Karena gue sahabat lo kan?" Tanya Saena dengan mata yang berkaca-kaca sementara Shun memalingkan wajahnya.
"Iya sahabat, sahabat hidup buat gue karena gue..."
"Cinta sama lo Na"
Ucapan Shun sukses membuat air mata Saena mengalir, jujur ia juga mencintai pria itu dan ia sudah lama menunggu moment dimana pria itu menyatakan cintanya tapi tidak untuk sekarang.
Jika Shun menyatakan cintanya lebih awal sebelum ia tahu ia mengidap penyakit kanker mungkin Saena akan menjadi perempuan paling bahagia di dunia tapi sekarang justru hatinya sesak.
"Ga Hun, lo ga boleh hidup dengan perempuan berpenyakit kayak gue" Ucap Saena membuat tatapan Shun menajam.
"Lo ga bisa nentuin gue boleh hidup dengan perempuan mana karena cuman gue yang bisa nentuin dan gue milih lo, gue ga peduli lo sakit, mau sehat karena yang gue tahu hati gue udah dikunci mati sama lo" Ucap Shun menatap dalam mata indah Saena.
"Hidup tu perjuangan Na dan gue siap berjuang sama lo untuk nyembuhin penyakit lo ini apa pun resikonya karena gue bener-bener sayang sama lo" Lanjut Shun membuat Saena terdiam.
"Lo siap jalani semua ini bareng gue?" Tanya Shun ketika Saena mengeluarkan air matanya lalu mengangguk.
"Makasih Hun" Ucap Saena hingga Shun menempelkan bibirnya pada bibir kenyal Saena.
Shun mengecup bibir Saena beberapa kali dengan tangan yang begitu nakal mengusap tengkuk Saena hingga gadis itu membuka mulutnya membiarkan lidah besar dan panjang Shun menjelajahi mulutnya.
Benang Saliva nampak keluar melalui sudut bibir Saena namun Shun belum juga berhenti pada ciuman pertamanya yang malah membuat ia kecanduan pada manisnya bibir Saena.
KAMU SEDANG MEMBACA
S-seventeen [Book 3]
ФанфикSasuke tak pernah membayangkan akan terjebak di dalam keluarga ini, keluarga kecil dengan keanehan yang amat luar biasa namun juga selalu bisa menghangatkan hatinya yang dingin.