Chapter 1

1.6K 79 4
                                    


###

Hari ini adalah hari keberangkatan Zeddy dan Sheina menuju London karena sesuai dengan ucapan Zeddy-akan pergi setelah Dyah sadar. Tapi sungguh menyakitkan, Dyah sadar dengan keadaan amnesia. Zeddy tidak bisa apa-apa lagi. Mungkin ini keputusan yang sangat berat, tapi dirinya tidak bisa menyepelekan hal ini. Karena jujur, Zeddy bukan tipe cowok yang pecundang, dan mau tidak mau dirinya harus bertanggung jawab untuk rumah tangganya.

Dy, semoga kamu terus bahagia ya. Aku yakin kamu itu wanita yang tangguh. Aku sayang kamu.

"Shei, kita ke rumah Mama dulu ya, sekalian mau pamit," kata Zeddy memecah keheningan di mobilnya. Sheina mengangguk setuju, walau dalam hatinya ia harus kudu lebih tegar dalam menghadapi sosok mertuanya. Iya, mereka dari rumah sakit, langsung menuju rumah Zeddy.

Sheina tadi melihat rasa kecewa dimata Zeddy saat tau Dyah amnesia. Argh! Shei. Sadar! Zeddy belum sepenuhnya menerima kenyataan ini.

Sabar! Sheina harus sabar menghadapi ketentuan hidupnya.

"Shei, lo kenapa bengong?" Tanya Zeddy yang menyadari Sheina melamun.

"Eh, aku ga papa kok. Kamu fokus nyetir aja." Kilah Sheina yang tidak mau Zeddy tau tentang pikirannya saat ini.

Zeddy menoleh sejenak, lalu mengelus puncak kepala Sheina. "Inget, lo ga boleh mikir yang aneh-aneh yaa. Gue ga mau lo dan anak kita kenapa-napa" ucap Zeddy lembut.

Zeddy, setiap apa yang kamu lakuin berhasil buat aku luluh.

"Makasih atas perhatian kamu selama ini,"

"Sudah kewajiban gue Shei," jawab Zeddy singkat dan hanya dibalas senyuman Sheina.

Tapi kamu masih terlihat sangat kepaksa nerima ini.

"Nanti, lo jangan masukin ke hati ya, kalo nyokap gue bicara yang enggak-enggak,,,"

"Iya, aku ngerti kok."

=====

Mobil Zeddy sudah tiba dipekarangan rumah orangtuanya. Dengan segera ia menuntun Sheina memasuki rumahnya.

"Udah Zeddy, aku bisa jalan sendiri." Ujar Sheina yang merasa tidak enak dengan perlakuan Zeddy. Karena ia tau, Zeddy masih terpaksa.

"Gak papa," kekeuh Zeddy semakin mengeratkan lengannya di pinggang Sheina. Sedangkan Sheina, hanya pasrah bahkan ia mencoba untuk menetralisir detak jantungnya.

"Assalamu'alaikum Ma, Pa," Zeddy dan Sheina mencium punggung tangan Syila.

"Duduk sayang," titah Syila lembut pada Zeddy. Hanya Zeddy, tidak dengan Sheina.

"Papa, ada Zeddy nih." Panggil Syila pada suaminya yang masih berada di ruang kerjanya yang terletak tidak jauh dari ruang tamu.

Sheina merasa seperti orang asing disana.

"Kenapa kamu gak sendirian aja kesini Zeddy?" Tanya Syila yang membuat Zeddy terhenyak mendengarnya.

"Yah gak bisa lah Ma. Masak Zeddy ninggalin istri sendirian di rumah." Jawab Zeddy sembari menggenggam erat tangan kanan Sheina. Maaf Shei.

"Yah kan ada pembantu di rumahnya,,"balas Syila lagi. Jujur, dirinya masih berat menerima Sheina sebagai menantunya. Padahal ia sangat berharap Dyah yang menjadi istri anak sulungnya.

"Zeddy gak mau jadi suami yang gak bertanggung jawab nantinya Ma," jawab Zeddy yang menahan amarahnya.

Syila berdecak pelan. "Mama tau kamu sayang. Pasti semuanya ini terpaksa kamu lakukan kan?? Mama ga yakin kamu sepenuhnya bisa ngelupain Dyah. Karena Mama tau kamu itu sanga-"

SheinaZeddy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang