Chapter 3

915 53 8
                                    

APA yang bisa bantu cowok move on?!

Bantu Zeddy! Dan kasik caranya ya,

=====

"Yang,,, kamu jangan manyun gitu dong. Jadi gemes kan aku,,,," kata Zeddy sambil menoel ujung hidung Dyah. Dyah menoleh sejenak, dan kembali melihat kearah jendela mobilnya.

"Aku ga mau kalau kamu ngecewain aku sayang,,, kamu bilang, kamu mau ngasik suprised buat ulang tahun aku,,, nyatanya mana." Gerutu Dyah kesal karena ucapan Zeddy hanya bualan semata.

Zeddy terkekeh, padahal ia sudah punya rencana yang spesial bagi kekasih tercintanya itu. Zeddy menepikan mobilnya, dan dengan cepat, ia mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku celananya.

"For you my dear." Ucap Zeddy menyodorkan kotak kecil yang berisi kalung dengan liontin mutiara yang indah.

Dyah dibuat tercengang melihat hadiah yang Zeddy berikan. Satu katapun tak bisa ia lontarkan, maka mengalirlah air mata harus. "Kamu itu seperti mutiara, tidak mudah untuk didapatkan. Dan aku beruntung memiliki kamu Anindya Tsania Putri.

"Sayang,,, kamu memang yang terbaik setelah mama." Ucap Dyah memeluk erat Zeddy seolah tidak ingin berpisah.

"DYAH!"

"Huh huh huh!" Zeddy bangun dari tidurnya dengan nafas tersengal-sengal. Badannya sangat remuk, karena dirinya tertidur pulas di sofa ruang tamu. Dilihatnya sudah jam setengah empat. "Kenapa harus Dyah?? Gue udah ga bisa sama Dyah,," lirih Zeddy membawa selembar fotonya bersama Dyah kedalam pelukannya. Mimpi tadi membuat hatinya teriris, apalagi senyum Dyah yang selalu dirindunya. Tidak, ini hal bodoh. Mau tidak mau dirinya harus melupakan Dyah.

"Zeddy, kamu kenapa??"tanya Sheina yang tiba-tiba keluar dari kamarnya dan heran melihat wajah suaminya yang penuh dengan keringat. "Kamu kayak abis mimpi buruk,," tebaknya sambil duduk disebelahnya.

Zeddy masih mengatur nafasnya, sulit baginya untuk menjaga perasaan Sheina yang saat ini harus dijaga. Zeddy hanya bisa menggeleng. Tanpa diperintah, Sheina mengambilkan air putih untuk Zeddy.

"Minum dulu,"

Zeddy langsung meneguk air pemberian Sheina. Harus dengan cara apa supaya dirinya bisa melupakan Dyah tanpa menyakiti perasaan Sheina?,"Shei, lo balik aja ke kamar. Gue masih mau sendiri dulu." Iya, sepertinya Zeddy harus menyendiri dulu.

"Tapi kamu ga papa kan?? Kenapa ga tidur di kamar??"

Zeddy menarik nafas dalam-dalam, "gue butuh waktu sendiri dulu. Nanti gue kesana. Lo ke kamar aja dulu." Perintahnya lembut karena ia sangat menjaga perasaan Sheina.

Sheina mengangguk dan berjalan pelan menuju kamarnya. Ia menoleh sejenak, bisa ditebak apa yang Zeddy pikirkan. Suaminya itu pasti sedang memikirkan Dyah. Sesakit ini ya?

Sheina merebahkan tubuhnya di ranjang, memeluk tubuhnya sendiri dibalik selimut dan menangis pelan. Tiba-tiba dirinya teringat akan kejadian waktu di sekolah dulu. Tepatnya, Zeddy yang memarahinya karena telah bermacam-macam dengan Dyah. Sheina tau, Dyah sangat berarti dalam kehidupannya.

Sedangkan Zeddy sedang menenangkan dirinya. Tidak mungkin ia membiarkan Sheina menemaninya saat ia memikirkan Dyah. Jadi, Zeddy harus menenangkan pikiran dan hatinya.

Setelah beberapa menit kemudian, saat keadaannya sedikit tenang, Zeddy menyusul Sheina ke kamarnya. Berjalan pelan supaya gadis itu tidak terbangun. Ia melihat Sheina memunggunginya dibalik selimut. Sudah tidur. Ia ikut merebahkan tubuhnya disebelah Sheina, menatap langit-langit kamar yang masih redup. Seperti hatinya yang masih redup bahkan ia tidak tau harus bersikap bagaimana lagi. Tapi, Zeddy masih belum menyerah. Ia harus bertanggung jawab.

SheinaZeddy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang