Tidak sulit mencarimu di LA. Kau pernah bilang padaku bahwa kau memiliki rumah di sana. Aku masih ingat alamatnya. Berada cukup dekat dengan stasiun kereta bawah tanah.
Aku menghembuskan napas berkali-kali melihat pintu berwarna putih tulang bernomor 47. Ini rumahmu. Aku tau itu.
Kuketuk pintu tersebut. Jantungku berdegup lebih cepat akan ekspetasi yang terjadi. Mungkin kau di rumah. Mungkin kau pergi. Mungkin kau tau aku akan datang dan tidak akan membukakan pintu.
Hening. Tidak ada suara apapun selain deru napasku.
Kau tetap menghilang. Ya 'kan?
"Analise?"
Suaramu.
Kau tidak hilang.
Aku berbalik, lalu melihatmu. Jarak kita hanya terpisah beberapa meter. Tidak ada yang berubah darimu. Tidak sedikitpun. Kau masih sama. Hanya kerutan di dahimu menandakan kau tidak menginginkanku berada di sini.
Aku berjalan satu langkah.
Kau mundur.
"Dengar," suaraku sangat bergetar. "Aku tidak peduli mau menjadi boneka lagi atau tidak."
"Lebih baik kau pergi," kamu menyela sambil menggeleng tegas.
"Aku hanya ingin bersamamu, Peter," ucapan itu terdengar parau sehingga aku sendiri merasa putus asa. "Tidak apa aku mengulang semuanya lagi. Yang penting kau ada di kehidupanku, lagi."
Dengan itu, aku berlari ke arahmu. Memelukmu seerat mungkin. Kita nyaris jatuh ke jalanan yang dingin.
Namun beberapa detik sebelum jatuh,
Kita menghilang bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yours
Teen FictionKau tahu ketika aku beranjak tidur yang terakhir kali kupikirkan siapa? Kamu. Kau tahu ketika aku bangun dari tidur yang pertama kali kuingat siapa? Kamu. Namun aku tahu kau sama sekali tidak mengingat atau memikirkanku. Mengapa? Karena aku hanya ba...