9
Meskipun aku menolak, kau tetap menarikku menuju toko yang bernama "Mebel No. 1". Padahal aku memberitahumu bahwa hal seperti ini tidak perlu. Sudah cukup bagiku tidur di sofa.
Namun kau tak peduli.
"Ada yang bisa kami bantu, Tuan?" tanya penjaga toko dengan senyum manis.
Kau melonggarkan tarikanmu. Dengan lembut tapi tegas, kau mengajakku ke lorong tempat tidur. Mata teduhmu kini berubah menjadi mata elang. Membuatku sesaat takut.
"Kau bisa memilih tempat tidur yang kau suka," tukasmu.
Kakiku menghentak sambil menggeleng kuat. Sudah cukup pakaian yang kau belikan. Aku tidak mau merepotkanmu lebih dari ini.
"Hei," kau memohon. "Tolong."
Aku menulis di papan, lalu menunjukkannya padamu.
Aku tidak mau merepotkanmu, Peter
"Aku tidak merasa repot. Aku tahu kau butuh kamar. Ruang kerjaku bisa diubah menjadi kamarmu," lagi-lagi kau berkeras bahwa semuanya bukanlah perkara sulit.
Aku sedikit sedih. Yang kau pikirkan hanya kebutuhanku. Bukan aku. Kau tidak pernah bertanya apa yang kuinginkan. Kau selalu berinisiatif bahwa yang kuinginkan adalah yang kubutuhkan.
Entah mengapa pikiran itu membuatku terisak. Aku menangis seperti bayi. Beberapa orang melihat kita bingung. Kau kelabakan. Mungkin kau tidak menyangka reaksiku seperti ini. Kau langsung memelukku, menepuk punggungku beberapa kali sambil menggumamkan kata "maaf."
Aku ingin berbicara lisan, namun tak sanggup. Seolah kata-kata yang ingin kukeluarkan masuk kembali ke kerongkonganku. Aku megap-megap sambil menangis.
Kapan suaraku bisa terdengar supaya kau tahu apa yang kurasakan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Yours
Teen FictionKau tahu ketika aku beranjak tidur yang terakhir kali kupikirkan siapa? Kamu. Kau tahu ketika aku bangun dari tidur yang pertama kali kuingat siapa? Kamu. Namun aku tahu kau sama sekali tidak mengingat atau memikirkanku. Mengapa? Karena aku hanya ba...