3
Aku tak pernah melihatmu sesenang ini.
Setelah kau bangun dari tidur, kau mengajakku ke tempat yang kau sebut dengan dapur. Sementara aku duduk di meja bar, mataku terus mengikuti gerak-gerikmu. Sepertinya kau sibuk sekali ya?
Kau mendatangiku dengan sepiring makanan entah apa ke hadapanku. Senyummu terkulum. "Kau pasti lapar kan?"
Aku mengangguk. Tanganku dengan ragu mengambil sendok. Ternyata kau lebih tangkas. Kau mengambil sendok itu dan menyuapiku dengan makanan.
Untuk pertama kalinya aku mengunyah makanan.
Rasanya lezat. Perpaduan antara manis dan asin yang menggugah selera. Aku menelan makanan itu dan membuka mulut. Kau tertawa, lalu menyuapiku lagi.
"Sudah berapa lama kau menjadi boneka?" tanyamu di sela-sela sesi makan.
Aku tak pernah menghitungnya jadi aku mengangkat bahu.
"Kau bisa berbicara?" kali ini kamu menanyakan sesuatu yang bahkan sudah kucoba dari tadi pagi.
Tanganku menyentuh dada, lalu mulut, dan menggeleng. Kau tahu maksudku karena langsung mengangguk paham.
Maaf, suaraku tidak bisa kau dengar.
"Kalau begitu kau bisa menulis lewat kertas apa yang ingin kau katakan," usulmu begitu melihatku sedih. Tangan hangatmu mengelus rambutku. "Jangan sedih."
Aku mengangguk. Senyumku berkembang. Kau tertawa dan mulai menyuapiku makanan enak itu. Selama sesi makan berlanjut kau banyak bercerita tentang hidupmu. Kau hidup sendiri di New York, di sebuah apartemen kecil. Kau bekerja sebagai pengacara. Orangtuamu sudah lama meninggal dan kau anak tunggal. Kadang kau kesepian karena hidup sendiri. Namun kau mengatakan, sejak ada aku, kau tak merasakan itu lagi.
Di suapan terakhir, kau memberitahuku hal yang sangat penting.
"Oh ya," sendokmu berhenti di udara. "Aku lupa memberitahumu. Namaku Peter."
Aku menatapmu kagum.
Namamu Peter.
Sekarang aku tahu namamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yours
Teen FictionKau tahu ketika aku beranjak tidur yang terakhir kali kupikirkan siapa? Kamu. Kau tahu ketika aku bangun dari tidur yang pertama kali kuingat siapa? Kamu. Namun aku tahu kau sama sekali tidak mengingat atau memikirkanku. Mengapa? Karena aku hanya ba...