Bab 5

26.8K 1.1K 16
                                    

~CHRIS~

Aku sedang berada di kantor saat ini. Aku menatap ke luar melalui jendela kaca besar yang berada di belakang meja kerjaku. Pemandangan kota Seattle terlihat luar biasa jika dilihat dari sini. Gedung kantorku memang terletak di pusat kota Seattle. Dari sini, aku bisa melihat dengan jelas Space Needle, bangunan yang menjadi ikon kota Seattle.

Aku sudah selesai memeriksa beberapa laporan sejak pagi tadi. Dan sekarang masih belum tengah hari tapi tidak ada lagi yang bisa kukerjakan. Jadwalku masih kosong hingga minggu depan sehingga aku bisa sedikit bersantai. Biasanya, saat aku tidak memiliki jadwal seperti ini, aku lebih memilih untuk tidak berangkat ke kantor. Aku akan meminta Ben untuk menangani beberapa urusan di kantor yang tidak terlalu penting dan aku hanya akan mengontrolnya dari rumah. Tapi karena sekarang di rumahku ada wanita sialan itu, aku menjadi tidak betah berlama-lama di rumah.

Ngomong-ngomong soal wanita itu, tadi pagi aku sudah meninggalkan kartu kreditku di atas meja makan. Aku yakin dia pasti sudah melihatnya sekarang. Aku juga meninggalkan catatan untuknya. Dia bisa berbelanja apapun dengan kartu kredit itu.

Dan mari kita lihat, wanita itu pasti secara perlahan akan menunjukkan seperti apa dirinya yang sebenarnya. Dengan kartu kredit tanpa batas yang kuberikan padanya, dia pasti tidak tahan untuk segera membelanjakannya. Dan tidak lama kemudian, dia akan berubah pikiran dan mau menandatangani kontrak yang aku tunjukkan padanya semalam. Aku tersenyum memikirkan betapa cerdasnya rencanaku tersebut.

Beberapa saat kemudian, ponselku berdering menandakan ada panggilan masuk. Dari Jane rupanya. Aku segera mengangkat panggilannya.

"Halo, Chris..", suaranya terdengar riang. "Apa kau sibuk hari ini?", tanyanya.

"Tidak, Jane. Ada apa?", tanyaku dengan lembut padanya.

"Bisakah kau datang ke rumahku sekarang? Aku merindukanmu."

Aku tersenyum mendengar permintaannya. Aku menyukai saat dia bermanja-manja padaku seperti ini. Aku terkekeh mendengarnya.

"Kita baru bertemu tadi malam, Sayang. Dan kau sudah merindukanku?", tanyaku menggodanya.

Aku mendengarnya mendengus kesal.

"Kau tidak merindukanku?"

Aku tertawa,

"Tentu saja aku merindukanmu. Baiklah, dengan senang hati aku akan datang ke apartemenmu sekarang Tunggu aku di sana."

"Oke, hati-hati di jalan.", suaranya terdengar bahagia. Dan setelah itu, dia menutup panggilannya.

Sepertinya ide untuk bersantai di apartemen Jane terdengar baik. Lagipula tidak ada lagi yang harus kukerjakan saat ini. Aku bergegas membereskan barang-barangku dan segera pergi menuju apartemen Jane.

***

Setelah bersantai juga bercinta hampir seharian di rumah Jane, aku pulang ke rumah. Aku memasukkan mobilku ke dalam garasi, lalu berjalan masuk ke dalam rumah. Begitu sampai di dalam, aku melihat Amelia sedang duduk di sofa ruang tamu sambil membaca buku.

"Oh, Mr. McKenna, kau sudah pulang?", dia berdiri seakan baru menyadari kehadiranku.

Aku berhenti untuk menatapnya sekilas tapi kemudian melanjutkan langkahku menuju ke kamar.

"Bisakah kita bicara sebentar, Mr. McKenna?"

Pertanyaannya menghentikan langkahku. Aku membalikkan tubuhku untuk menatapnya.

"Mengenai apa?"

"Mengenai kehidupan pernikahan kita.", tatapannya seakan memohon agar aku duduk di sofa dan mendengarkannya berbicara.

Aku berjalan ke arah sofa lalu duduk di sana. Aku menunggunya memulai pembicaraan.

"Mengenai kontrak pernikahan yang kau bicarakan semalam..." dia tampak ragu untuk melanjutkan ucapannya. "Aku tahu bahwa kau sangat tidak menginginkan pernikahan ini. Tapi sebaliknya, aku justru ingin pernikahan ini berjalan dengan baik, Mr. McKenna."

Aku hendak memprotes ucapannya. Tapi dia buru-buru melanjutkan ucapannya.

"Tolong berikan aku kesempatan untuk membuatmu jatuh cinta padaku.", dia berkata dengan ketat, terlihat memberanikan diri untuk mengucapkan kalimat itu.

Apa katanya? Dia ingin membuatku jatuh cinta padanya? Itu tidak masuk akal. Aku tertawa mengejeknya. Percaya diri sekali wanita ini.

"Jatuh cinta padamu, kau bilang? Itu hal yang tidak mungkin, Nona Kim. Kau tahu sendiri bahwa aku sudah memiliki kekasih yang sangat aku cintai, bukan? Justru semakin lama kehadiranmu di sampingku, itu membuatku semakin membencimu.", ucapku padanya.

"Seperti yang tertera di kontrak tadi malam, berikan aku waktu enam bulan untuk membuatmu jatuh cinta padaku. Jika selama waktu tersebut kau tetap tidak bisa mencintaiku, aku akan menceraikanmu seperti yang kau inginkan.", dia tidak menyerah rupanya.

"Bagus. Ternyata kau sudah mempertimbangkan untuk menerima kontrak itu.", Lihat? Mudah sekali untuk membuatnya berubah pikiran, bukan? Cukup memberikan kartu kreditku padanya, dia langsung menyetujui kontrak itu. Wanita mana yang tidak tergoda untuk menjadi salah satu pemegang saham di perusahaanku serta mendapat fasilitas mewah seperti ini? "Kalau begitu, aku akan mengambil kontraknya dan kau harus menandatanganinya sekarang.", aku hendak berdiri untuk mengambil kontrak tersebut di ruang kerjaku. Tapi dia menghentikanku.

"Tidak perlu. Aku tetap tidak mau menandatangani kontrak itu. Kau akan menganggapku sebagai wanita gila harta jika aku menandatanganinya. Kau jangan khawatir, aku tidak akan membohongimu. Terhitung dari sekarang, jika dalam enam bulan ke depan kau tidak bisa mencintaiku, aku akan pergi darimu tanpa kau memintanya.", wajahnya terlihat serius.

"Kau yakin tidak ingin menandatangani kontrak itu? Jika kau tidak menandatanganinya, kau tidak akan mendapatkan apapun setelah kita bercerai nanti.", aku menatap wajahnya.

"Ya, aku sangat yakin. Tapi sebagai gantinya, aku ingin kau bersikap baik padaku. Aku tidak memintamu untuk bersikap seperti seorang suami yang menyayangi istrinya. Aku hanya ingin kau tidak bersikap kasar dan dingin padaku. Aku hanya tidak ingin kita selalu bertengkar setiap kali kita bertemu. Jika kau tidak bisa menerimaku sebagai istrimu, itu tidak apa-apa. Tapi bisakah kau menganggapku sebagai temanmu? Suka atau tidak, saat ini kita tinggal di atap yang sama, Mr. McKenna. Aku yakin kau pasti juga tidak nyaman jika terus menerus berkonfrontasi dengan orang yang tinggal seatap denganmu.", dia menatapku dalam. Terselip kelembutan di setiap ucapannya.

Rupanya dia ingin melakukan gencatan senjata. Tapi setelah kupikir-pikir, dia ada benarnya. Sejak kami tinggal serumah, memang tidak ada hal lain yang kami lakukan selain bertengkar atau beradu argumen setiap kali kami berpapasan. Mungkin itu juga yang membuatku menjadi tidak betah di rumah dan lebih memilih untuk berada di kantor atau di apartemen Jane.

"Akan kuusahakan.", aku tidak berjanji untuk bisa bersikap baik padanya. Karena setiap aku melihat wajahnya, secara otomatis rasa kesal dan amarah menyelimutiku. Tapi aku akan mencobanya. "Apa ada lagi yang ingin kau bicarakan?", tanyaku padanya.

"Tidak ada. Aku rasa cukup untuk saat ini."

"Baiklah kalau begitu.", aku berdiri dari sofa hendak berjalan ke kamarku. Tapi aku teringat akan sesuatu."Oh ya, kau sudah melihat kartu kredit yang kuletakkan di atas meja makan tadi pagi, bukan? Kau bisa menggunakan kartu kredit itu untuk membeli apapun yang kau mau, termasuk membeli kebutuhan rumah tangga selama kau tinggal disini. Tidak usah ragu atau malu untuk menggunakannya."

Amelia mengerutkan dahi tidak suka saat mendengar apa yang baru saja kukatakan. Dia tidak membalas ucapanku.

Setelah mengucapkan itu, aku kembali berjalan ke arah tangga.

"Apa kau sudah makan? Jika belum, kita bisa makan malam bersama.", pertanyaannya menghentikanku sudah menapakkan kakiku di anak tangga terbawah.

"Aku sudah makan.", jawabku sambil melanjutkan langkahku tanpa menoleh ke arahnya.

"Baiklah kalau begitu.", aku mendengar ucapannya saat aku sudah sampai di anak tangga paling atas. Aku masuk ke dalam kamarku. Aku butuh mandi sekarang, sehingga aku bisa segera tidur.

***

Trust Me, My Husband! (Kim-McKenna SERIES #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang