~CHRIS~
Aku memakirkan mobil Mercedez-Benz milikku di parkiran khusus direksi yang terletak di basement gedung kantorku. Kemudian, aku berjalan dan masuk ke dalam lift khusus CEO lalu menekan tombol '30' menuju lantai dimana ruanganku berada.
Begitu sampai di lantai 30, pintu lift terbuka. Aku melihat sekretarisku, Elena sedang berbincang di depan meja kerjanya bersama Benedict, asisten pribadiku. Mereka adalah sepasang kekasih. Namun, mereka tetap bersikap profesional dan bertindak sebagai rekan kerja saat berada di kantor. Mereka berdua mengalihkan pandangannya ke arahku. Elena tersenyum sopan dan profesional padaku. Sedangkan Ben malah menampilkan ekspresi terkejut pada wajahnya saat melihat kehadiranku.
"Selama pagi, Sir.", sapa Elena.
"Selamat pagi, Sir.", sapa Ben kemudian, setelah dia baru tersadar dari keterkejutannya.
Aku mengangguk pada mereka berdua. Aku beralih menatap Ben yang masih menampilkan raut terkejut di wajahnya. Aku mengerutkan dahi, karena merasa risih akan tatapan yang diberikan Ben padaku.
"Masuklah ke ruanganku, Ben.", perintahku pada asistenku itu.
"Baik, Sir." Ben berjalan di belakangku, mengikutiku masuk ke dalam ruanganku.
"Ada apa?", tanyaku tanpa berbasa basi padanya.
"Maaf, Sir?", dia malah balik bertanya padaku.
"Kenapa dengan wajahmu itu? Kau jelas sekali tampak sangat terkejut saat melihatku tadi? Apa kau tidak mengharapkan kehadiranku saat ini?", aku berjalan ke arah meja kerjaku lalu melepas jas dan menggantungnya di gantungan yang berada di sudut ruangan. Aku duduk di kursi kebesaranku dan bersandar sambil menatap ke arah Ben.
Dia tampak ragu akan menjawab pertanyaanku.
"Hmm.. maafkan saya, Sir. Saya hanya terkejut atas kehadiran Anda hari ini. Saya pikir, Anda tidak akan datang ke kantor setidaknya untuk hari ini dan beberapa hari ke depan.", jelasnya padaku.
"Kenapa aku harus tidak datang ke kantor?", tanyaku padanya.
"Karena ini adalah hari pertama pernikahan Anda, Sir."
"Memangnya salah jika aku datang ke kantor hari ini? Ini adalah kantorku. Mau itu hari pertama pernikahanku atau bukan, aku bebas datang ke kantor ini kapan pun aku mau.", lagi-lagi seseorang mengingatkanku pada pernikahan ini. Dan itu membuatku sangat kesal. Tidak bisakah orang-orang berhenti membahasnya?
Ben adalaha satu-satunya orang di kantor ini yang tahu bahwa aku sudah menikah. Selain Ben, tidak ada seorang pun di kantor ini yang tahu, bahkan Elena.
Selain asisten pribadiku, Ben juga merupakan temanku sejak masih kuliah. Kami adalah teman dekat. Maka dari itu, aku mengundangnya ke acara pernikahanku kemarin. Aku tidak mengundang banyak orang di acara pernikahanku, tapi karena Ben merupakan sahabat sekaligus orang kepercayaanku yang sudah bekerja denganku selama lebih dari lima tahun, aku merasa bahwa dia perlu tahu mengenai pernikahanku.
"Sekali lagi, saya minta maaf, Sir.", dia berkata dengan sopan.
Salah satu hal yang membuatku menyukai Ben adalah dia sangat profesional. Walaupun kami teman dekat, tapi dia tetap bersikap sopan padaku karena aku adalah atasannya. Bahkan, karena sikapnya yang terlalu sopan dan profesional, aku sampai lupa bagaimana sifat asli Ben yang riang dan frontal padaku seperti saat kami masih kuliah dulu. Itu karena saat di luar kantor, Ben tetap berinteraksi denganku layaknya atasan dan bawahan. Kami menjadi jarang mengobrol santai seperti sahabat pada umumnya.
"Lupakan saja. Apa jadwalku hari ini?", tanyaku pada Ben.
Memang benar bahwa hari ini seharusnya aku tidak perlu datang ke kantor. Dan aku yakin, Ben pasti sudah mengosongkan jadwalku untuk beberapa hari ke depan. Itulah salah satu alasan kenapa aku menunjuk Ben sebagai asisten pribadiku. Dia bekerja dengan cekatan dan sangat efisien.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trust Me, My Husband! (Kim-McKenna SERIES #1)
RomanceChristopher McKenna, seorang pria tampan, sukses namun berhati dingin. Dia memiliki masalah kepercayaan terhadap wanita akibat masa lalu yang dialaminya. Dia menganggap semua wanita yang mendekatinya hanya berniat untuk memanfaatkan kekayaannya. Dia...