~CHRIS~
Sudah tiga hari aku berada di San Fransisco dan besok pagi aku akan pulang kembali ke Seattle karena urusanku di sini sudah selesai. Saat ini, aku sedang makan malam bersama Ben di restoran hotel tempatku menginap. Sejujurnya, aku sudah bosan dengan makanan di hotel ini. Aku lebih suka makanan yang dimasak oleh Amelia. Dan ngomong-ngomong, sudah tiga hari ini pula aku tidak memakannya. Aku jadi merindukan makanan buatan Amelia.
Memang akhir-akhir ini aku sering sarapan dan makan malam di rumah bersama Amelia. Aku sangat menikmati makanan yang dibuatnya. Dia sangat pintar memasak. Tunggu, kenapa aku jadi memikirkan Amelia? Aku buru-buru menggelengkan kepalaku untuk mengusir pikiran itu.
"Sir?", suara Ben menyadarkanku dari lamunan.
"Oh, ada apa Ben?", tanyaku pada Ben, aku tidak mendengar apa yang dikatakannya tadi.
"Apa ada yang salah, Sir? Saya melihat Anda tadi menggelengkan-gelengkan kepala?"
"Tidak ada. Bukan hal yang penting. Lupakan saja."
Ben mengangguk, lalu melanjutkan makan malamnya. Aku sudah selesai dengan makan malamku. Aku memanggil pelayan untuk memesan satu botol wine. Beberapa saat kemudian, seorang pelayan mengantarkan wine ke meja kami berdua dan membuka tutup botolnya. Aku menuangkan wine tersebut ke dalam gelasku.
"Apa kau mau minum?", tawarku pada Ben. Aku hendak menuangkan wine ke dalam gelasnya.
Ben mengarahkan gelas kosongnya kepadaku.
"Terimakasih, Sir.", ucap Ben padaku.
Kami menyesap wine dengan perlahan, menikmati rasa dari wine yang kupesan tadi.
"Hmm.. wine ini enak, rasanya manis dan ringan.", ucapku setelah mencicipi sedikit wine dalam gelasku.
Aku mengambil botol wine itu untuk melihat wine jenis apa yang sedang kuminum saat ini.
"Benar, Sir. Ini adalah wine produksi salah satu perkebunan anggur di Washington.", Ben menyetujuinya.
"Bagaimana kau tahu?"
"Ini adalah merk wine kesukaan saya. Saya selalu memiliki stok wine ini di rumah.", jawab Ben sambil memutar botol wine, lalu menunjukkan label merk botolnya ke arahku.
Aku mengangguk. Aku tidak begitu tahu mengenai wine dan jenis-jenisnya. Aku memang jarang minum karena aku bukan peminum yang baik. Biasanya, aku hanya minum satu atau dua gelas saat ada acara tertentu, seperti pesta atau makan malam. Itu sebabnya aku tidak memiliki banyak stok minuman keras di rumah.
"Apakah hal-hal baik terjadi pada Anda akhir-akhir ini, Sir?", Ben bertanya padaku, mengalihkan topik pembicaraan.
"Apa maksudmu?", aku tidak mengerti maksud pertanyaannya.
"Anda terlihat lebih segar dan bersemangat akhir-akhir ini."
"Benarkah?", aku mengerutkan dahi lalu menyesap kembali wine di gelasku.
"Ya, Sir. Saya melihat Anda lebih banyak tersenyum. Apakah itu efek dari pengantin baru?", Ben bertanya padaku dengan senyum penasaran di wajahnya.
Aku terkekeh mendengar pertanyaannya. Efek pengantin baru? Yang benar saja. Aku mengendikkan bahu sebagai jawaban atas pertanyaannya tadi.
"Saya senang melihat Anda yang seperti ini, Sir.", ucap Ben lagi.
"Seperti ini bagaimana? Dari dulu aku memang seperti ini, Ben."
"Tidak, Sir. Saya sudah lama mengenal Anda. Tapi baru kali ini, saya melihat kebahagiaan begitu terpancar dari wajah Anda. Akhir-akhir ini, Anda datang ke kantor dengan wajah yang berseri-seri. Emosi Anda juga lebih stabil, Anda menjadi jarang marah-marah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Trust Me, My Husband! (Kim-McKenna SERIES #1)
RomanceChristopher McKenna, seorang pria tampan, sukses namun berhati dingin. Dia memiliki masalah kepercayaan terhadap wanita akibat masa lalu yang dialaminya. Dia menganggap semua wanita yang mendekatinya hanya berniat untuk memanfaatkan kekayaannya. Dia...