~CHRIS~
Rapat bersama para direksi sudah selesai setengah jam yang lalu. Rapat itu membahas mengenai masalah di cabang perusahaan yang berada di New York. Tampaknya masalah disana belum selesai dan timbul masalah baru. Ben baru saja menelponku untuk memberi laporan yang sama.
Aku memijat keningku yang mulai terasa pusing. Sepertinya ini akibat banyaknya masalah yang kualami akhir-akhir ini sehingga aku menjadi stress. Dan yang paling menguras pikiranku adalah masalah perusahaan di New York dan perselingkuhan Jane. Memikirkan itu semua membuat perutku terasa mual. Aku menyandarkan kepalaku pada sandaran kursi untuk mengurasi rasa pusing dan mual yang menderaku. Beberapa saat kemudian, aku mendengar suara ketukan pintu.
"Masuk."
Ternyata itu Elena.
"Selamat siang, Sir. Mohon maaf mengganggu waktu Anda. Saya hanya ingin bertanya apakah Anda ingin saya memesankan menu makanan dari restoran yang biasa?", Elena bertanya padaku.
Sebenarnya aku masih tidak selera makan karena perutku terasa mual. Tapi, aku juga merasa lapar karena tadi pagi aku hanya sarapan sedikit. Mungkin dengan memakan sesuatu, rasa mualku ini bisa sedikit berkurang.
"Ya. Belikan aku steak dari restoran yang biasa.", perintahku pada Elena.
Aku rasa steak bisa meningkatkan selera makanku.
"Baik, Sir. Saya akan membelikan pesanan Anda. Permisi.", Elena keluar dari ruanganku.
Beberapa saat kemudian, Elena masuk kembali ke ruanganku untuk mengantarkan steak yang ku pesan tadi.
"Terimakasih.", ucapku pada Elena.
"Sama-sama, Sir. Selamat menikmati makan siang Anda, Sir.", Elena undur diri dari hadapanku.
Aku membuka bungkusan steak yang ada di depanku. Aromanya enak seperti biasa. Tapi karena saat ini aku sedang merasa kurang sehat, selera makanku tidak tergugah seperti biasanya. Aku mulai memakan steak itu. Hingga pada suapan kelima, perutku semakin bergejolak.
"Hoek...", aku mengeluarkan suara muntahan. Aku menutup mulutku untuk meredakan rasa mual itu. Tapi aku tidak dapat menahannya lagi. Aku langsung berdiri dari kursiku dan berlari secepatnya ke kamar mandi di dalam ruanganku.
"Hoek.. hoek..", hanya suara itu yang keluar dari mulutku.
Aku memuntahkan steak yang baru saja kutelan serta sarapanku tadi pagi. Beberapa saat kemudian, aku sudah selesai dari muntahku lalu aku membasuh wajahku dan berkumur. Aku menatap wajahku di cermin, wajahku tampak pucat. Sepertinya gejala stressku sedang kambuh. Dulu, aku memang sering seperti ini ketika aku mengalami stress berat. Tapi, itu sudah lama tidak kambuh setelah aku menemui psikiater. Dan sekarang gejala itu kambuh lagi akibat banyaknya masalah yang harus kuhadapi akhir-akhir ini.
Aku mengambil beberapa lembar tissue untuk mengeringkan wajahku, lalu keluar dari kamar mandi. Aku sudah tidak lagi berselera makan. Hal yang kuinginkan saat ini hanyalah tidur. Tubuhku mulai terasa lemas. Walaupun di kantorku ada kamar pribadi untukku beristirahat, tapi sebaiknya aku pulang ke rumah. Aku mengemasi barang-barangku lalu memakai jasku. Setelah itu, aku keluar dari ruanganku.
"Elena, tolong kau bereskan sisa makan siangku di atas meja di ruanganku. Aku akan pulang sekarang.", perintahku pada Elena.
"Baik, Sir. Setelah ini akan saya bersihkan. Maaf, Sir, tapi bukankah setelah makan siang nanti, Anda masih punya jadwal untuk mengunjungi proyek pembangunan gedung baru di Olympia?"
"Jadwalkan ulang kunjungan itu. Aku sedang merasa tidak enak badan sekarang."
"Baik, Sir. Semoga lekas sembuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Trust Me, My Husband! (Kim-McKenna SERIES #1)
RomanceChristopher McKenna, seorang pria tampan, sukses namun berhati dingin. Dia memiliki masalah kepercayaan terhadap wanita akibat masa lalu yang dialaminya. Dia menganggap semua wanita yang mendekatinya hanya berniat untuk memanfaatkan kekayaannya. Dia...