24/Teman

88 10 2
                                    

Tak sadar, mereka dirundung perasaan bersalah satu sama lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak sadar, mereka dirundung perasaan bersalah satu sama lain. Mereka terlalu pengecut untuk berkata jujur.

"Kalo lo anggep gue apa?" tanya Jefry dengan bibir sedikit gemetar.

"Temen."

Hidup, lanjut Seila di dalam hatinya. Namun, mulutnya hanya mampu mengucapkan satu kata yang membuat Jefry terlihat kecewa. Seila tak kuasa melihat ekspresi yang terlihat jelas di wajahnya.

"Apa sih, Kak. Becanda doang kok." Seila berkata sambil mencoba tertawa untuk menghibur Jefry. Namun, menurut Jefry hal itu tak pantas menjadi bahan candaan untuk saat ini.

"Kenapa sih, Kak?" Seila bertanya sambil melebarkan senyum dengan canggung. Ia menjadi tak enak dengan pacarnya itu. Apalagi Jefry hanya membalas lemah dengan gelengan kepala. Menoleh sebentar padanya, lalu memandangi hujan lagi. 

Gue pengecut banget sih, batin Seila.

"Kak, coba sini geser duduknya!" Seila menyuruh Jefry untuk mendekat.

Jefry kelihatan tak ingin. Ia seperti sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri. Akhirnya, Seila memilih untuk mengalah kali ini.

Ia pun mendekat pada Jefry. Sedangkan yang dituju masih fokus pada hujan seakan lupa ada orang yang dicintainya kini sedang menatapnya sambil tersenyum. Ya, Seila sudah ada di sampingnya. Ia heran Jefry belum menyadari posisi Seila yang sudah ada di sampingnya. Padahal, gerakan tubuh Seila tadi menimbulkan suara karena memindahkan meja dan menggeser kursi, tetapi hal itu tidak mengusik Jefry.

Seila menjatuhkan kepalanya di bahu Jefry. Sang pemilik bahu itu menoleh, tetapi Seila tidak berani menatap matanya. Tatapannya hanya tertuju pada tetesan hujan yang membasahi tanah.

"Kak, gue udah di samping lo. Ngapain lo masih nanya gue anggep lo apa?” protes Seila.

“…”

“Semenjak Egi ninggalin gue dulu, gue udah gak pernah ngecap seorang pun spesial. Karena, pada akhirnya mereka pergi dan berpaling. Papah juga gitu, meski papah lebih sibuk sama kerjaannya dan masih perhatian sama gue. Tapi..." Seila menggantungkan kalimatnya dan menoleh pada Jefry. Ia pun mengangguk pelan memberi isyarat pada Seila untuk melanjutkan ceritanya.

Saat Seila sedang terbawa suasana dengan cerita-ceritanya, telinga Jefry pun mulai fokus pada Seila meski matanya tetap memandang hujan. Tangannya refleks mengelus-ngelus puncak kepala Seila dengan lembut dan penuh kasih sayang.

"Tapi, semenjak papa selingkuh dan mama maafin dia, gue jadi males aja kalo urusan sama mereka," kata Seila semakin melemah suaranya.

When I'm Fear of Losing You [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang