"Lo berani ganggu urusan gue, kelar idup lo bocah ingusan!" ancam cowok berambut gondrong itu. Ia sudah mengangkat pisau itu dan hendak menusukkannya pada pinggang Jefry.
Pandangan Jefry sudah kabur, ia hanya pasrah dan berdoa berharap keajaiban datang.
"Kak!" teriak cewek itu dan langsung berlari menuju Jefry yang tersungkur. Bersamaan dengan itu, 2 orang polisi pria dan 1 orang polisi wanita datang mengacungkan pistol pada para lelaki jahat tadi.
"Jangan lari! Angkat tangan kalian!"
Mereka terkejut dan langsung melepaskan tangannya dari pisau yang sudah tak berjarak dengan pinggang Jefry. Pisau itu sudah berada di atas pinggang Jefry, tapi untungnya tak sempat melukainya karena terhalang oleh teriakan cewek tadi yang memanggilnya dengan sebutan Kak. Dia baru masuk SMA, oleh karena itu ia merasa menjadi paling muda dari anak sekolah lain yang berpakaian putih abu. Apalagi saat ia melihat Jefry, bertubuh jangkung seperti itu sudah pasti ia rasa lebih tua darinya. Demi menjaga adab dan kesopanan pada siapapun, ia pun memanggilnya Kak.
Tangan kedua cowok kurang ajar itu sudah mereka angkat. Matanya membulat sambil berkelebat mencari celah untuk kabur. Kakinya sedikit demi sedikit mundur.
Sementara itu cewek tadi langsung tersungkur untuk melihat kondisi Jefry. Jefry setengah sadar, dalam keadaan seperti ini ia ingat Seila. Ia membayangkan bagaimana Seila kecil menangis di bawah hujan dengan perasaan kecewa. Dengan pandangan yang sudah kabur dan lemah, ia samar-samar melihat sosok cewek berambut pendek sebahu yang sangat panik seperti menangisi dirinya.
Dua cowok jahat tadi pun semakin mundur dan dalam hitungan ketiga ia lari berbelok di pertigaan gang. Dan dua polisi cowok turut mengejarnya. Yang satu berbelok ke kanan, satunya lagi belok ke kiri. Begitu pula dengan polisi yang mengejarnya seorang-seorang.
"Bu, dia gimana?"
"Bentar lagi tim medis akan datang, kita akan bawa dia ke klinik terdekat," jawabnya setelah memutuskan sambungan telepon pada pihak medis.
"Sekarang kita bantu dia dulu supaya gak kehujanan." Polisi wanita dan cewek berpakaian putih abu itu pun membopong Jefry ke tempat yang lebih nyaman. Setelah itu, sang polwan mencoba memeriksa kondisi Jefry.
Cewek itu sangat khawatir. Sedari tadi wajahnya gusar. Ia takut terjadi apa-apa dengan Jefry yang kini sedang bersandar tak berdaya di bahunya. Polisi tadi terus menghubungi tim medis. Namun tim medis tak kunjung datang. Hingga, polisi itu pun pergi sejenak mencari apotek terdekat untuk membeli obat P3K.
"Ibu titip sebentar ya, jaga dia." Cewek itu hanya mengangguk pelan sambil berusaha mencoba membangunkan Jefry dengan menekan pelan pipinya dan menggerakkannya ke kanan ke kiri tapi Jefry tetap tak sadarkan diri.
Sudah sepuluh menit polwan tadi tak kunjung kembali. Hingga perlahan mata Jefry terbuka. Ia menyentuh bibirnya yang berdarah lalu meringis perih.
"Eh udah sadar, Kak?" Jefry refleks mendongak ke arah pemilik bahu yang memberinya senderan. Matanya langsung membulat saat sadar siapa cewek di dekatnya. Ia langsung bangkit dari senderannya lalu menatap ia lamat-lamat untuk memastikan apakah ini halusinasi atau kenyataan. Cewek itu mengernyitkan dahinya merasa keheranan dengan sikap cowok di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When I'm Fear of Losing You [on going]
Teen Fiction"tukang kabur bisa apa?" "gue bisa bikin lo takut kehilangan gue!" Setelah cinta pertamanya di SMA tak terbalas, Seila akhirnya membayar janji Jefry untuk menjadi pacarnya. Sulit untuk berkata bahwa ia perlahan jatuh pada pesonanya. Hingga saat ia m...