7/Pengakuan

142 22 16
                                    

Siang itu di sebuah bangku depan perpustakaan, Seila duduk sambil memegang sebuah kotak nasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siang itu di sebuah bangku depan perpustakaan, Seila duduk sambil memegang sebuah kotak nasi. Ia tersenyum sedari tadi.

“Gerald!” teriak Seila pada cowok yang lagi-lagi membawa buku tentang konstruksi gedung.

Cowok itu membalikkan badan.

“Kenapa, Kak?” tanya Gerald tersenyum.

“Ada yang mau gue omongin sama lo.”

“Mau bicara di sini atau di mana?” tawar Gerald memberikan kesempatan privasi pada Seila.

Namun, Seila malah menggigit bibir sambil menggelengkan kepala. Dan Gerald mengangguk lalu mengajaknya duduk.
Seila mengikuti Gerald. Ia merasa berbicara di sini aman-aman saja. Toh di depan perpustakaan memang jarang orang lalu lalang.

“Mau bicara apa, Kak? Serius banget kayaknya.”

Seila tersenyum dan menyuruh Gerald untuk mendekat padanya. Dan cowok itu mengernyitkan dahi sambil balas tersenyum.

“Gue suka sama lo, orang yang duduk di pojokan kelas tapi punya otak cerdas. Gue kagum sama lo sejak saat itu.” Seila mengutarakan perasannya pada Gerald.

Gerald tersenyum miring. Ia belum merespons Seila dengan kata-kata hingga cewek itu menyodorkan kotak nasi yang ia bawa untuknya.

“Gue masakin ini buat lo khusus.”

“Oke, thanks!” Gerald menerima kotak nasi itu dengan senyuman yang melengkung. Tak miring seperti biasanya.

Hening.

Gerald berdeham memecah keheningan.

"Bye te way makasih juga, Kak udah berani jujur atas perasaan lo. Tapi, sorry ... gue gak bisa nerima lo jadi pacar gue.”

“Nerima? Tunggu-tunggu, Rald. Gue Cuma ungkapin perasaan lho. Ngungkapin perasaan bukan berarti ngajak pacaran, kan?” Seila menaikkan alis, meminta persetujuan Gerald.

Hal itu membuat Gerald tertawa sekaligus malu pada Seila. Ia tidak percaya dengan ucapan kakak kelasnya itu.

“Duh … sorry, Kak sorry banget. Kalo gitu gue pergi dulu,” pamitnya meninggalkan Seila yang keheranan.

“Gerald!” teriak Seila.

Bugh!

“Gerald! teriak Seila lagi.

Satu tonjokan mendarat di rahang Gerald yang tajam. Ia hampir tersungkur atas tonjokan yang ia terima dari orang yang tiba-tiba muncul dari balik dinding belakang kelas.

"Maksud lo apa pukul gue?" bentak Gerald dengan emosi. Ia meludahkan darah dari bibirnya yang terkena pukulan.

Napas Gerald berderu karena ia paling tidak suka dengan kekerasan, meski ia dahulu adalah seorang atlet taekwondo.

When I'm Fear of Losing You [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang