Icung dan Plenyit beraksi

1K 140 65
                                    

Geng Farend sedang berkumpul di warung Bu Ribut, warung yang sudah biasa menjadi tempat nongkrong mereka. Bu Ribut sendiri tidak keberatan, jika warungnya menjadi tempat nongkrong. Selagi mereka tidak membuat keributan, apalagi terus-terusan menghutang, Bu Ribut tidak mempersalahkan mereka untuk nongkrong di warungnya.

Mereka juga sangat menghormati Bu Ribut, walaupun kadang mereka menggoda Bu Ribut karna namanya atau hal lain, terutama Icung sama Plenyit. Mereka berdua sangatlah sering menggoda Bu Ribut, tapi Bu Ribut sepertinya terlihat biasa saja, kadang Bu Ribut malah ketawa. Bu Ribut tahu persis mereka menggodanya hanya sekedar candaan.

Syal sedang menikmati makan Kacang Garuda kesukaannya, jika teman-temannya memesan makanan seperti mie rebus, mie goreng. Syal lebih suka makan cemilan seperti Kacang Garuda, sudah lima bungkus Kacang Garuda yang Syal makan.

"Syal lo doyan banget makan kacang, gak takut ntar jerawatan," ucap Icung sambil melirik kulit kacang yang sudah banyak di samping Syal.

"Sabun muka gue mahal! Gak mungkin gara-gara kacang gue jerawatan." Icung mendengus, kalo sudah bawa yang mahal-mahal Icung tidak akan berkutik lagi.

Tiba-tiba Plenyit mengambil gitarnya, lalu memetik gitar tersebut satu kali.

Jrengg

Plenyit berdehem supaya teman-temannya fokus kearahnya. "Gimana kalo kita nyanyi, biar tambah seru? Gue ada lagu nih, lo pada dengerin ya." Plenyit sedang memainkan gitarnya, teman-temannya juga nampak tidak perduli. Mereka masih sibuk makan, biarlah Plenyit bernyanyi sesuka hatinya.

Nongkrong di warung kopi
Nyentil sana dan sini
Sekedar suara rakyat kecil
Bukannya mau usil

Belum sempat Plenyit melanjutkan nyanyian lagu tersebut, Icung sudah memotongnya terlebih dahulu.

"Plenyit, Plenyit baca noh. Warung makan Bu Ribut, bukan warung kopi." Mereka tertawa, hanya Helmi yang sekedar tersenyum. Ucapan Icung memang benar, tapikan itu cuman lagu, gak harus sesuai faktanya juga.

"Cung! Lo pengin ngerasain digampar pakai gitar, sama cowok tampang pas-pas gak?" Plenyit sangat geram, lalu mengangkat gitar tersebut seolah ingin memukul Icung.

"Santai Mamang, gue cuman bercanda." Icung membentuk jari telunjuk dan jari tengahnya. Pertanda permintaan maafnya.

"Nama gue bukan Mamang!"

"Tapi bagusan nama Mamang, dari pada nama Plenyit," sahut Robi sambil terkekeh.

"Lo ganti nama aja Nyit, ntar bikin syukuran lagi," ucap Syal sambil memakan kacangnya.

"Ya Allah, pasrahake aku kanggo sabar ngenyek kancaku. Dheweke mesthi ngenyek jeneng pelayan, sanajan jeneng kasebut minangka hadiah saka wong tuwa."
(Ya Allah, tolong berikan hamba kesabaran atas penghinaan teman hamba. Mereka selalu menghina nama hamba, padahal nama adalah anugrah dari orang tua.)

Ucapan Plenyit seolah ia jadikan sebuah lagu, sambil memetik asal gitarnya.

"Nyanyi lagu apaan lo?" Helmi melempar botol mineral kearah Plenyit, botol tersebut tepat mengenai mulut Plenyit.

"Sialan lo Hel! Lempar botol gak kira-kira. Untung gigi gue gak copot," ucap Plenyit sambil memegang giginya.

Bukannya merasa kasian, mereka justru tertawa melihat Plenyit yang kesakitan.

"Sakit Nyit?" tanya Daren.

"Pakai nanya lagi, sini gue lempar balik botolnya ke elo. Biar lo tau rasanya!"

"Gue cuman nanya ya, gak ada niatan pengin ngerasain lemparan botol."

Icung mengambil gitar yang ada di samping Plenyit.

My Paradise Friend [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang