Tiara dan Zigas pergi menuju taman halaman rumah Tiara, mereka berdua duduk di kursi taman. Tiara menatap kearah Zigas, air matanya menetes lagi saat mengingat perbuatan Ayahnya. Penderitaan yang Zigas alami itu karna Ayahnya, seandainya aja Ayahnya tidak melakukan hal kejih tersebut, mungkin Zigas dan Anisa tidak menjadi yatim piatu di umur yang masih muda.
"Maaf Zigas, aku gak tau kalo Ayah yang bunuh Ayah kamu," ucap Tiara sambil terisak.
Zigas menghela nafasnya, tanpa Tiara meminta maaf pun Zigas tidak menyalahkan Tiara, Zigas hanya ingin tahu keputusan Tiara, menerima atau tidak pinangan darinya.
"Tiara, mungkin ini udah takdirnya. Kamu gak perlu minta maaf segala, kamu sama sekali gak salah, aku juga gak akan dendam sama Ayah kamu, Ti. Aku udah ikhlasin semuanya."
"Kenapa kamu dengan gampangnya maafin Ayah aku? Terus apa selama ini kamu cinta sama aku? Kamu sama sekali gak nunjukin kalo kamu cinta sama aku. Dari sikap kamu, seolah-olah kamu tuh biasa aja sama aku."
"Dulu waktu Bang Ziko aku kan udah pernah bilang kalo aku bakalan malu, kalo ada orang yang minta maaf dan bertobat tapi malah aku gak maafin. Dan soal sikap aku, aku emang gak bisa nunjukin rasa cinta aku kepada orang yang belum menjadi istri aku. Aku takut nanti khilaf Ti, dan nantinya malah ngerusak kamu."
Tiara semakin terisak mendengar jawaban dari Zigas.
"Terus kenapa kamu gak jelasin ke aku, waktu aku salah paham tentang Anisa?" tanya Tiara.
"Apa kalo aku jelasin ke kamu, kamu bakalan percaya? Jika tidak ada bukti dan fakta. Lagian saat itu prioritas aku itu Anisa, Anisa keluarga aku satu-satunya. Waktu itu juga Anisa hampir aja dilecehkan Nathan, aku sebagai Abang ngerasa bersalah banget Ti. Kalo sampai Anisa kenapa-napa, siapa yang aku salahkan? Jelas diri aku sendiri Ti."
"Maaf, aku gak tau kalo Anisa hampir mengalami pelecehan," lirih Tiara.
"Iya, gak papa. Sekarang aku butuh jawaban kamu Ti, kamu mau nerima aku sebagai suami kamu atau gak? Aku sama sekali gak maksa, aku bakal terima semua keputusan kamu. Seandainya kamu nolak aku dengan alasan, kamu takut aku cuman balas dendam sama Ayah kamu atau kamu ragu, gak papa aku ikhlas. Berarti kita memang gak berjodoh."
Tiara menatap Zigas lekat, Tiara melihat ketulusan dari mata Zigas. Kalo emang Zigas punya dendam, mungkin Zigas akan dendam kepada Ziko juga. Tapi ia juga sangat senang dilamar oleh Zigas, Zigas adalah laki-laki yang selalu Tiara ucapan dalam doanya, kalo Tiara menolak Zigas apa Tiara tidak menyesal? Padahal selama ini ia sendiri yang meminta, lalu saat Allah memberi kesempatan, mengapa Tiara harus sia-siakan.
"Aku mau tanya satu pertanyaan lagi, setelah itu baru aku jawab." Tiara ingin memantapkan hatinya, ini pertanyaan terakhir untuk Zigas. Pertanyaan yang akan memantapkan hatinya.
Zigas terkekeh lalu menganggukkan kepalanya.
"Silahkan kamu tanya sepuas kamu, sampai hati kamu benar-benar mantap untuk menjawab, Ti."
"Apa kamu benci sama Ayah aku?" tanya Tiara. Zigas terkekeh mendengar pertanyaan dari Tiara.
"Benci? Kalo aku benci dan dendam sama Ayah kamu udah dari dulu aku ngelakuin dendam aku. Tiara, Ayah kamu juga udah mengakui kesalahannya kepada pihak hukum. Dan gunanya aku membenci Ayah kamu apa? Gak semua kejahatan harus dibalas dengan kejahatan Ti." Tiara meneteskan airnya, mendengar jawaban dari Zigas, membuat hatinya benar-benar tersentuh.
"Jadi gimana Ti, keputusan kamu? Mantapin lewat hari kecil kamu, apapun jawabannya aku siap." Tiara menghapus air matanya, satu kesempatan belum tentu mendapatkan sebuah keberuntungan.
"Bismillahirohmanirohim, semoga keputusan aku gak salah ya Allah," batin Tiara.
"Aku, gak mungkin menolak pinangan laki-laki yang selama ini aku cintain. Muhammad Al Zigas aku mau jadi istri kamu." Zigas yang mendengarnya merasa sangat bahagia, matanya menatap haru ke Tiara. Niatnya berjalan dengan mulus, walaupun dari sempat sedikit ada halangan. Kebahagiaannya sudah tidak bisa diucapkan dengan kata-kata lagi.
"Kamu mau jadi istri aku? Aku gak salah denger? Coba ulangi ucapan kamu satu kali lagi, aku pengin denger lagi, Ti."
"Gak mau," ucap Tiara sambil terkekeh. Tiara juga tidak bisa menutupi kebahagiannya, setelah menjawab pinangan dari Zigas hatinya sangat bahagia, bebannya terasa hilang begitu saja.
"Ayo kita temui Ayah sama Bunda." Tiara pergi meninggalkan Zigas terlebih dahulu, Zigas masih duduk ia mengusap wajahnya karna tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.
"Alhamdulillah, ya Allah."
"Zigas! Ayo temui Ayah sama Bunda, kenapa masih disitu?" teriak Tiara.
Zigas langsung menyusul Tiara, menemui kembali Zaenal dan Alodya. Tiara menghentikan langkahnya saat di depan pintu.
"Kenapa ko berhenti?" tanya Zigas.
"Apa Anisa setuju? Bukannya tadi dia marah banget sama Ayah."
"Nisa pasti setuju, dia cuman kecewa sama Om Zaenal. Nanti biar aku yang ngomong sama Nisa." Tiara menganggukkan kepalanya. Mereka berdua kemudian masuk ke dalam rumah, Tiara dan Zigas ikut duduk di sofa. Tiara duduk di sebelah Alodya dan Zigas duduk di sebelah Anisa. Zigas mengusap kepala Anisa.
"Bang Al, Ka Ara. Maaf Nisa tadi udah bikin masalah, maaf juga ya Om. Seharusnya Nisa udah lupain masa lalu tentang Ayah," ucap Anisa sambil menundukkan kepalanya.
Zaenal menghampiri Anisa, ia mengusap kepala Anisa. Melihat Anisa yang memaafkan dirinya Zaenal semakin bersalah dengan Anisa.
"Justru Om yang minta maaf sama Nisa, Om yang salah. Om bener-bener nyesel."
"Udahlah Om, Ayah sama Bunda juga pasti udah bahagia disana, Om boleh Nisa peluk Om sama Tante?" Alodya menatap haru kearah Anisa, begitu juga dengan Zaenal. Mereka berdua langsung memeluk erat tubuh Anisa. Tiara dan Zigas tersenyum karna masalah tersebut sudah selesai.
Zaenal benar-benar menyesal, Khaifal dan Anaya berhasil mendidik kedua anaknya dengan baik.
Mereka berdua sudah melepaskan pelukan Anisa, dan duduk di sofa yang tadi mereka duduki. Sekarang mereka akan membalas tentang lamaran Zigas ke putrinya.
"Gimana keputusan kamu, Ara? Apa kamu menerima lamaran dari nak Zigas?" tanya Zaenal sambil mengusap kepala Tiara.
"Gak ada alasan buat nolak laki-laki sebaik Zigas Ayah, lagian Ara sudah lama cinta sama Zigas. Ara terima lamaran dari Zigas," ucap Tiara sambil tersenyum, begitu juga dengan Zigas.
"Makasih Tiara, insyaallah saya akan berusaha menjadi imam yang baik untuk kamu."
"Sebagai Ayah dari Tiara, Om bakal nitipin dan nyerahin Tiara ke kamu. Dan Tiara akan jadi milik kamu. Om minta tolong sama kamu, tolong bimbing Tiara dengan baik, jaga Tiara. Sayangi dan cintai Tiara sepenuh hati kamu."
"Insyaallah Om, kalo emang saya melakukan kesalahan saat mendidik Tiara Om bisa tegur saya. Bismillah, saya akan berusaha menjadi suami terbaik untuk Tiara."
Mereka tersenyum mendengar ucapan dari Zigas, kebahagian masih terpancarkan dari wajah Tiara dan juga Zigas.
"Jadi pernikahannya mau kalian yang tentuin sendiri atau gimana?" tanya Alodya.
"Zigas sih penginnnya secepatnya Om, Tante. Mungkin lulus kuliah gimana? Apa Om sama Tante setuju?" tanya Zigas.
"Bang Al udah pengin cepet-cepet milikin Ka Ara nih," ucap Anisa sambil menggoda Zidan serta Tiara. Wajah Tiara langsung memerah mendengar ucapan Anisa. Zaenal dan Alodya hanya terkekeh, begitu pula dengan Zigas.
"Om tentu saja setuju lebih cepat lebih baik," ucap Zaenal.
"Kalian berdoa aja, semoga pernikahan kalian dilancarkan sampai hari pernikahan kalian tiba." Semua mengamini ucapan Alodya.
"Nanti saya ingin mengajak Tiara, pergi ke makam Ayah sama Bunda buat minta doa restu. Apa Om, sama Tante gak keberatan?" tanya Zigas.
"Tentu tidak, itu memang udah kewajiban kalian untuk meminta restu," ucap Zaenal.
Mereka semua asik mengobrol, sampai hari sudah sore. Lalu Anisa dan juga Zigas memutuskan untuk pulang. Tiara sangat bahagia, impian yang selama ini ia harapkan akhirnya bisa terwujud. Tidak sia-sia selama ini Tiara meminta kepada sang pemberi cinta.
Caraku mencintai mu itu berbeda dan sangatlah sederhana
Hanya memuja mu dalam diamku dan berdoa dalam sujud ku
Aku tidak ingin terus terang seperti kebanyakan Pria pada umumnya
Biarlah sang pemberi cinta yang mengatur semuanya
Biarlah sang kuasa mengatur segalanya
KAMU SEDANG MEMBACA
My Paradise Friend [Completed]
Teen FictionJika kamu ingin menjadi bintang, maka aku akan menjadi bulan. Jika kamu ingin menjadi matahari maka aku akan jadi awan. Saling melengkapi dan menemani! Ini bukan cerita Santri, ini juga bukan cerita badboy atau sejenisnya. Bukan juga cerita seorang...