Syal serta Anisa sudah sampai di rumah Syal, mereka berdua mengucap salam sambil masuk ke dalam rumah. Lala menjawab salam, sambil berjalan menghampiri Syal dan juga Anisa.
Syal mencium punggung tangan Bundanya, begitu juga dengan Anisa. Syal yang melihat itu tersenyum, Lala menatap Syal seolah bertanya siapa Anisa?
"Bun, kenalin ini temen Syal. Namanya Anisa, dia orang yang selama ini Syal ceritain Bunda."
"Orang yang membuat Syal kaya dulu lagi, dia juga orang yang ngajarin Syal supaya Syal bisa menerima keluarga baru Syal," lanjutnya dengan berbisik, supaya Anisa tidak mendengar.
Lala menatap kearah Anisa, Anisa tersenyum kearah Lala. Lala langsung memeluk tubuh Anisa, Anisa sedikit terkejut, karna tiba-tiba Lala memeluk dirinya. Setelah puas memeluk tubuh Anisa, Lala kemudian melepaskan sambil mengucapkan terima kasih.
"Makasih buat apa ya tante?" tanya Anisa.
"Jangan panggil tante, panggil Bunda aja. Kaya temen-temen Syal yang lain. Makasih karna kamu mau dateng ke rumah Bunda."
"Iya, sama-sama tante. Em maksud Nisa Bunda."
Lala tersenyum sambil mengusap kepala Anisa, Anisa sedikit tersentuh. Ia jadi mengingat almarhumah Bundanya, Anisa tersenyum kecil. Ia tidak boleh larut dalam kesedihan, takut nantinya Bundanya ikut sedih di alam sana. Abangnya pernah bilang, saat kita kehilangan seseorang kita boleh menangis. Tetapi tidak boleh larut dalam kesedihan, berlarut-larut dalam kesedihan sama saja membuat mereka yang meninggal sedih, seharusnya mereka bahagia tapi karna kesedihan kita, mereka tidak akan bahagia.
"Nisa ini cantik banget, dari berapa temen perempuan yang Syal bawa kayaknya Nisa yang paling cantik."
"Emang Bun," sahut Syal sambil terkekeh.
Anisa tersenyum, wajahnya sedikit memerah mendengar pujian yang terlontar dari mulut Lala. Tapi Anisa tidak boleh terlalu senang, sebuah pujian bisa membuat orang besar kepala.
"Bunda jangan terlalu berlebihan, setiap perempuan pasti cantik."
"Kamu gak suka dipuji Bunda ya?" tanya Lala.
"Bukan gitu Bunda, Nisa suka ko. Cuman Nisa gak boleh terlalu seneng, hanya karna pujian seseorang. Kata-kata gini Bunda Saya tidak terlalu suka dipuji seseorang, justru saya sangat berterimakasih kepada seseorang yang telah menghina saya. Ibaratnya, semakin kita sering dipuji seseorang, kita malah semakin besar kepala. Justru saat kita mendapat hinaan dari seseorang, kita harus berterimakasih, jangan malah bersedih atau marah. Berkat orang yang hina kita, kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik, dosa kita berkurang, banyak sekali keuntungan saat kita dihina seseorang."
Syal serta Lala menatap Anisa kagum, Lala kembali memeluk tubuh Anisa. Pertemuan pertama saja sudah membuat Lala suka dengan Anisa, Anisa benar-benar berbeda dengan teman-teman Syal yang lain.
"Ya ampun Nisa, Bunda kagum sama kamu. Udahlah kamu jadi mantu Bunda aja ya, Bunda udah terlanjur suka sama kamu." Syal yang mendengar ucapan Bundanya langsung salah tingkah, pipinya sudah sangat memerah bahkan sampai ke telinganya juga. Dalam hatinya ia mengamini ucapan Bundanya, harapan dirinya juga sama seperti Bundanya. Menjadi Anisa menjadi bagian keluarganya, menyandang nama marga Wijaya seperti dirinya. Membayangkan saja membuat dirinya senyam-senyum sendiri, apalagi kalo kenyataan? Anisa juga sedikit salah tingkah dengan ucapan Lala, Anisa tidak habis pikir dirinya langsung dijadikan menantu oleh orang tua Syal. Anisa anggap ini adalah sebuah candaan, mengetahui sifat Syal yang sering bercanda juga. Mungkin Ibunya juga sama, suka bercanda dan humoris.
"Insyaallah Bunda, kalo kita berjodoh."
"Ya, lo sama Bunda gue gak bakal jodoh lah Nis. Bunda gue udah milik Ayah gue, dia juga perempuan ke elo," sahut Syal. Lala serta Anisa terkekeh, Syal rupanya tidak paham dengan ucapan Anisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Paradise Friend [Completed]
Teen FictionJika kamu ingin menjadi bintang, maka aku akan menjadi bulan. Jika kamu ingin menjadi matahari maka aku akan jadi awan. Saling melengkapi dan menemani! Ini bukan cerita Santri, ini juga bukan cerita badboy atau sejenisnya. Bukan juga cerita seorang...