🥨
____________________
Jam menunjukkan pukul 17.03 saat perhatianku terpecah menuju pintu masuk, dimana sudah ada beberapa staf yang berkumpul.
Berjinjit sedikit, aku langsung bisa melihat sosok siapa yang baru saja memasuki dapur, seseorang yang penting,
Mas Yus. Joseph Pratama.
Hebat memang, nama Joseph terpeleset menjadi Yusuf, dan akhirnya terpotong menjadi Yus.
Dia adalah General Manager yang memegang kendali atas keseluruhan unit Celestial Hotel, mulai dari dapur, Cafe, Security, Housekeeping, Cleaning Service, Resepsionis, Customer Service, bahkan E-commerce hingga bagian HR (Human Resource) juga.
Mas Yus adalah pria berusia 30-an dengan postur tubuh bentukan gym, nggak begitu kekar tapi lumayan jadi, dengan potongan rambut rapi dan selalu mengenakan jas yang rapi pula.
"Saya bisa minta waktu kalian sebentar?" suaranya padat dan nyaring, membuat semua perhatian otomatis tergiring padanya.
Charismatic gile dah bos kita ini mah.
Mendapati suasana dapur yang hening, ia pun melanjutkan,
"Jadi, setelah closing hari ini kita ada rapat besar di ballroom. Kita bahas agenda untuk bulan ini, sekaligus ada pengumuman khusus untuk kalian. Oke?"
Sahutan 'oke' sebagai jawaban saling menyambut sebagai gemaan nyaring. Aku sendiri manggut-manggut saja mendengar instruksi Mas Yus.
"Loh, kenapa nggak di share di grup WA dapur aja Mas?" celetuk salah satu kembar, Pras, memecah udara.
"Saya nggak suka respon virtual, lemot. Kalau begini kan langsung jelas, tuntas gitu," jawab Mas Yus sambil tersenyum lebar, yang dibalas dengan anggukan Pras sang penanya yang asik ber Ooo-ria.
Aku mendengarkan sisa percakapan mereka sambil lalu, melanjutkan persiapan dengan mengeluarkan ikat rambut dengan gantungan planet merah Mars dari saku apron hitam yang kukenakan, lalu menguncir rambutku tinggi-tinggi.
"Lis! Bisa tolong kamu cek nasinya? Sudah matang atau belum?" perintah Pak Seno dari seberang ruangan membuatku menarik napas.
"Siap," jawabku.
'Neraka' ini baru saja dimulai. Oke semangat Lisa, yuk bisa yuk.
"Lis kalau udah tolong bantu aku potong Baguette ya, sekalian kasi olesan garlic nya udah tak siapkan, terus taruh ndek oven." Suara Ciwen menyahut beberapa detik setelah uap nasi menyentuh wajahku.
"Siap!" sahutku, kali ini lebih nyaring.
Ditengah suara aduan wajan dan dentingan oven, aku mencoba menerobos pendengaran Ciwen kembali,
"Ini mau bikin garlic bread kan? aku mau juga dong Ci," ujarku sambil mengeluarkan beberapa batang roti sepanjang lenganku.
"Ya, boleh boleh. Tapi ujungnya aja ya!" sang empunya suara sedang sibuk memotong irisan kiwi untuk menghias tart mini.
"Siap." Kata itu sudah 3 kali keluar dari mulutku, bagaikan burung beo, namun aku tersenyum bahagia.
Ujung Baguette memang bagian favoritku.
Hari itu aku jalani dengan normal, tanpa tahu itu adalah hari terakhir kenormalan ini ini akan bertahan sebelum kesehatan mental, emosional, jasmani dan rohaniku terporak-porandakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cooking Space (𝘌𝘕𝘋)
RomanceSetelah dua tahun membabu dengan nyaman sebagai Cook Assistant di Celestial Hotel, Lisa, si jenius penggila Astronomi yang fokus menyibukkan diri sebagi kuli kuliner, harus tersandung masa lalunya ketika mendadak ada Head Chef baru yang akan memimpi...