... Lately, I've been in the backseat to my own life
Trying to take control, but I don't know how toI don't wanna be sad forever
I don't wanna be sad no more
I don't wanna wake up and wonder
What the hell am I doing this for?...
🥨
____________________Saat Ini...
Suara desisan menguar dari atas wajan, tunduk dalam genggamanku yang bersenjatakan spatula pipih. Aroma wangi rempah jawa dan bawang putih tercium, menguap memenuhi langit-langit dapur.
"Hmm... pagi-pagi dah sedep aja nih baunya," komentar Windu yang baru saja melangkahkan kaki memasuki dapur. Wajahnya terpulas riasan tipis, pakaiannya rapih dengan rok pensil selutut berpasang dengan kemeja krem berkerah.
"Pagi, Win. Laper kan? Aku bikin nasi goreng udang bumbu jawa nih. Sarapan dulu sebelum ke kantor, ya?" ucapku sambil mematikan api kompor, kemudian berlari kecil ke seberang ruangan untuk mengambil piring.
"Ngga nolak sih," jawab Windu diselingi cengiran bahagia.
"Nih, ati-ati panas." Piring kuserahkan pada sahabat sejak SMA itu. Seiring Windu berjalan keluar meninggalkan dapur, ia hampir bertabrakan dengan Gita yang berjalan dengan grasak-grusuk.
"Eiittt—hampir aja gagal sarapan tuh, sorry ya, Win," ucap Gita reflek seraya menyingkir. Windu hanya geleng-geleng sekilas sambil terus melanjutkan perjalanan menuju meja makan.
"Udah senyam-senyum aja nih anak, padahal semalem hampir mewek-mewek." Suara Gita timbul saat matanya menangkap wajahku. Gadis itu sedang asyik memilih gelas untuk diisi kopi hitam manis—ritual wajib seorang Brigita Cokro dipagi hari, biar 'melek', katanya.
"Iya dong, aku kan move on-nya cepet." Kalimat itu kuucapkan diselingi kedipan mata singkat. Gita menggigit pipi menahan tawa.
"Gitu, ya? Shiyap aja deh..." Dan putri Cokro itu pun berlalu. Aku terkekeh sambil menyusul gadis itu menuju meja makan, membagikan piring berisi nasi goreng bertabur udang.
Gita telah rapih berdandan dengan pakaian kasualnya—turtleneck putih dan celana jins biru, sedang duduk dengan gelisah membaca lembaran surat kabar. Kopi bertengger di tangan kanannya, sesekali disesap dengan alis tertekuk.
"Kenapa, git? Muka dilipet-lipet gitu, udah mirip aja sama koran yang lagi kamu baca," komen Windu sambin menyendok nasi. Aku pun otomatis ikut memperhatikan wajah Gita.
Apa yang dikatakan Windu benar adanya, ekspresi Gita sebelas-duabelas dengan koran yang terlipat di atas meja.
"Heran aku, punya Mas kok caper nya setengah mampus. Bukannya ngurusin perusahaan, malah tebar muka di reality show, sampe kesebar gosip receh macem gini!" Gita tak bisa menahan omelannya seraya melemparkan koran ke seberang meja. Windu dengan sigap memungut kertas-kertas itu, membaca headline berita yang dibicarakan oleh Gita.
"Infotainment of the week : pewaris utama Cokro Group dikabarkan cinlok dengan news anchor Channel 5'—hah?? Kok bisa?! Ohmygod, tidaakk... Mas Tian-ku..." Windu merengek sambil menjatuhkan kertas koran dengan dramatis. Aku melirik sekilas kearah benda tersebut, ada sebuah foto yang yang diambil oleh paparazzi—menampakkan tubuh lelaki yang yang familiar dari keluargaku, berdiri bersebelahan dengan wanita berambut cokelat tua lurus panjang. Aku memiringkan kepala, gambar itu agak buram sebab tercetak di kertas koran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cooking Space (𝘌𝘕𝘋)
RomanceSetelah dua tahun membabu dengan nyaman sebagai Cook Assistant di Celestial Hotel, Lisa, si jenius penggila Astronomi yang fokus menyibukkan diri sebagi kuli kuliner, harus tersandung masa lalunya ketika mendadak ada Head Chef baru yang akan memimpi...