Chapter 6 · Bulan

7.5K 1K 75
                                    

🥨

____________________

Ambilkan bulan, Bu
Ambilkan bulan, Bu
Yang selalu bersinar di langit
Di langit bulan benderang
Cahyanya sampai ke bintang

Pernah dengar lagu ini?

Lagu yang dinyanyikan Tasya Kamila semasa kecil ini punya lirik yang salah. SALAH!

Bulan benderang? Cahayanya sampai ke bintang?

Hey anak manusia! Bulan itu nggak menghasilkan cahaya sendiri—apa lagi yang sampai ke bintang, yang jarak terdekatnya aja itu 150 juta kilometer. Juta. Kilometer. Tasya bercanda?

Bulan cuma memantulkan cahaya dari matahari, bintang di komplek planet kita. Sama seperti sinar matahari yang sampai ke bumi, sinar itu juga menyentuh bulan. Lalu dipantulkan. Mantul deh.

Lagipula ngapain juga minta ambilkan bulan ke Ibu? Memangnya kamu nggak tau kalo bulan punya gravitasi sendiri? Kalau sampai ke bumi, bisa terjadi tsunami besar dan pergeseran orbit yang fatal. Intinya, kiamat instan. Kasihan kan Ibu kamu.

Oh iya, ngomong-ngomong Ibu...

"Mama kok belum tidur?" Aku memantulkan pertanyaan Mama seperti bulan memantulkan cahaya bintang.

"Belum, ini habis tahajud. Kamu kenapa Lis? Lagi nonton apa?" Dapat kuterka rentetan pertanyaan Mama ini bukan karena kepo belaka, namun juga khawatir.

"Ini, Ma, nonton peluncuran roket. Aku cuma terharu tadi, liat luar angkasa..." Entah bualan atau kejujuran yang terkandung dalam jawaban itu, aku sendiri nggak tau. Yang jelas, Mama jadi mengangguk ngerti dan duduk di sebelahku. Mukena yang dikenakannya menyelimuti separuh sofa.

"Roket apa ini Lis? NASA?" Mama yang awam masalah per-luar-angkasa-an ikut nimbrung disebelahku.

Dia memang bukan orang yang update sama teknologi, tapi juga bukan orang yang gaptek total. Mamaku hanyalah seorang Mama yang selalu mencoba untuk mengerti hobi anaknya.

"Yah... mirip NASA sih Ma, tapi ini punya swasta. Namanya SpaceX." Seperti halnya Mama yang mencoba memahami kegemaranku, aku juga selalu mencoba menjelaskan kegemaran itu se-simpel mungkin untuknya.

"Ooohh, yang sering kamu liat di laptop itu ya?" Mama mengangguk-anggukkan kepala sambil meneliti pantulan gambar di televisi, aku tersenyum simpul melihat Mamaku yang hafal akan kebiasaan anaknya.

"Itu roketnya kok mirip mobil ya Lis? Model baru ya?"

Aku tertawa tipis mendengar pertanyaan Mama.

"Bukan. Itu memang mobil, Ma, dilepas ke luar angkasa. Roketnya mah udah balik ke bumi."

"Loh, terus itu jalannya gimana? Mesin mobilnya dinyalain gitu? Memang bensinnya cukup?"

Aku hampir gagal menahan tawa.

"Nggak gitu... itu mobil aja, bisa terbang karena tadi udah didorong sama roketnya, dan dia bakal jalan terus karena di luar angkasa nggak ada daya tarik gravitasi sama sekali. Liat tuh, tulisan di kotak, 10.000 kilometer per hour. Itu kecepatannya, Ma."

"Ohhh, cepet banget ya? Terus itu jalannya sampe kapan?"

"Hmm... perkiraannya sih 1500 tahun."

"HAH?? Seribu limaratus? Terus itu orangnya yang nyetir gimana??" Mata Mama membulat dengan keterkejutan hakiki. Aku lepas tersedak tawa kali ini.

"Hahaha. Enggaakk, itu bukan orang beneran. Dia itu cuma boneka manekin yang dipakein baju astronot. Namanya Starman."
Aku melihat reaksi Mama yang menatap iba layar kaca, sambil bergumam pelan 'kasihannya kamu, Starman...'

Cooking Space (𝘌𝘕𝘋)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang