🥨
____________________
Waktu serasa tak nyata di hadapan Raka Mahardika. Senyuman yang ia kenal dari dulu masih sama, tertarik di bibir ranum Elizabeth Moelyadi dengan mata cemerlangnya.
"Good egg?"
Suara renyah Lisa juga masih terdengar sama di telinganya. Efeknya juga sama, baik mendengar secara langsung atau lewat jaringan telepon, suara Elizabeth Moel tetap berhasil membuat desiran darah Raka mengalir deras diiringi perasaan nyaman yang familiar.
Sayang, batinnya, ternyata rasa itu masih begini sama.
Dengan satu tarikan napas, Raka menjawab dengan kata ajaib.
"Good egg."
Mendengar jawaban itu, gadis yang menghuni pikirannya beberapa detik lalu kini menunjukkan senyum fisik yang lebar, menganggukkan kepala dalam-dalam.
"Good," gumam Lisa sambil berjalan kembali ke station-nya.
Bahkan cara jalan kamu masih sama begitu, Lis. Batin Raka memperhatikan, tak bisa bungkam, mengimbangi pikirannya yang berpacu lebih cepat daripada goyangan pan Vion yang mengaduk saus carbonara dengan spaghetti.
Sepanjang petang itu, jantung Raka ber-marathon cepat dan otot wajahnya kaku menahan ekspresi datar. Ia sudah mengantisipasi hari ini berminggu-minggu lamanya, diiringi coretan 'X' merah pada tanggal-tanggal kotak di kalender mejanya.
Raka punya banyak sekali tabungan rindu yang siap ia curahkan pada perempuan yang tak absen mengisi pikirannya selama tiga tahun terakhir. Perempuan yang tak surut membuatnya kagum sejak awal mereka jumpa, perempuan ajaib yang bagai diturunkan dari langit angkasa khusus untuk membuat hidupnya sarat akan warna—dialah Elizabeth Moelyadi.
Namun karena terjepit keadaan, Raka hanya bisa menatap Lisa dari jauh saja, berbatas chef table dan status hirarki sebagai kepala dapur dan asisten koki.
Lelaki itu memperhatikan sosok Lisa yang sibuk menghias kue berwarna kuning pucat dengan krim putih. Pandangan Raka tertuju kepada kunciran rambut Lisa yang diikat tinggi-tinggi. Dari jarak sebegitu jauh pun, Raka masih ingat sekali tekstur rambut lurus Lisa yang tebal dan berhelai besar-besar.
"Rambut kamu ini gendut-gendut ya, terlalu sehat nih sampe mirip ijuk gini..." Raka berkomentar sambil memilin-milin rambut Lisa yang terbaring di pangkuannya, fokus menonton film WALL-E di layar laptop.
"Enak aja, bulu gambris kamu tuh yang kayak ijuk."
"HEH!"—plakk, celetukan nakal Lisa mendapat satu tabokan cinta dari tangan Raka di mulutnya.
"Anak perawan kok ngomongnya jorok, eh-eeehh!" Omelan Raka terputus karena Lisa menjulurkan lidahnya tepat di sela-sela jemari telapak tangan Raka.
"Astaga, sumpah... ngga ada akhlak banget sih anaknya Bapak Moel ini." Raka menggumam sambil mengelap telapak tangannya di lengan baju Lisa, membuat gadis itu memanyunkan bibir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cooking Space (𝘌𝘕𝘋)
RomanceSetelah dua tahun membabu dengan nyaman sebagai Cook Assistant di Celestial Hotel, Lisa, si jenius penggila Astronomi yang fokus menyibukkan diri sebagi kuli kuliner, harus tersandung masa lalunya ketika mendadak ada Head Chef baru yang akan memimpi...