Chapter 15 · Taco

6.3K 1K 123
                                    

🥨

____________________

Angin malam menampar-nampar pipiku dengan acuh. Aku hanya bisa pasrah memejamkan mata sambil menunduk dalam-dalam, berlindung dibalik pundak lebar Chef Raka yang sedang mengemudi.

"Pegangan Lis, biar kamu nggak terbang." Suara itu samar kudengar terbungkam helm teropong.

Cobaan apa lagi ini? Tolong terbangkan saja aku sekarang, Tuhan...

Ragu, aku melingkarkan tangan di pinggang Chef kepala itu. Desingan suara angin mengantarku merasakan massa tubuhnya disisi dalam lenganku, membangkitkan degupan jantung yang kini bisa kudengar sendiri.

Rasa ini familiar sekali, pikirku. Tanpa sadar, aku menghirup dalam-dalam aroma jaket yang dikenakan oleh Raka. Membuat benakku yang telah penuh sesak terpaksa harus rodi tanpa kendali, memutar memori ratusan kali aku dibonceng lelaki ini, dulu.

Lampu lalu lintas berkedip merah secara tiba-tiba, membuat pengemudi yang sedang kupeluk setengah hati itu reflek mengerem mendadak dan...

CKIITTpltak!
Dahiku menghantam helm yang membungkus kepala Chef Raka.
Aku mengernyit, sakit.

"Eh—sorry." Raka menoleh kebelakang, mencoba menggapaiku dalam jarak pandangnya. 

Aku menarik tanganku kembali dari badan Raka, mengusap-usap pucuk kepala yang baru saja terbentur itu.

"Maaf ya, Lis... nggak sengaja." Kini suara itu terdengar lebih jelas, Chef Raka baru saja membuka kaca helm-nya.

"Nggak pa-pa Chef. Kebutin aja terus, sampe nabrak juga kalo bisa." Aku berucap sarkas sambil terus mengusap keningku.

"Maafin ya? Saya pelan-pelan deh, nyetirnya."
Dari tadi kek. Celetukan itu kutelan sendiri seiring lampu yang berkedip hijau.

Motor melaju lacar selama beberapa menit, sampai tiba-tiba Chef Raka menepikan kendaraan itu di bawah temaram cahaya lampu pinggir jalan.

"Chef, kenapa berhenti?"

Pertanyaanku berjawab dengan Chef Raka yang mengangkat kaca helm demi memandangi wajahku lamat-lamat.

"Jidat kamu nggak papa?" Ia memutar badan, memajukan wajahnya, mengikis jarak diantara kami. Aku buru-buru menutup bagian atas wajahku dengan telapak tangan.

"Nggak pa-pa, Chef. Bener." Tubuhku beringsut mundur di atas sadel motor "... lanjut jalan aja, kita ngapain disini..." Aku baru mulai berucap saat Raka memotong,

"Beneran nggak papa?"

"Iya. Ayok."

Chef Raka tetap bergeming ditempatnya, melayangkan pandang ke arah sosokku yang masih menjaga jarak.

"Kamu belum makan kan, Lis? Kita makan dulu yuk."

"Hah?"

"Udah, hayuk."

"Apasih, Chef..."

"Saya ngerasa bersalah udah bikin jidat kamu benjol. Izinkan saya traktir kamu makan sekarang, ya?"

"Nggak usah."

"Harus. Kamu mau makan apa?"

"Nggak, Chef..."

"Jawab, atau kita berhenti semalaman disini. Mau makan apa?"

Aku menghela napas tertahan menghadapi lelaki ini. Dengan dongkol, aku menjawab.

Cooking Space (𝘌𝘕𝘋)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang