🌲 Dua Puluh Sembilan 🌲

576 76 28
                                    

Kabar kematian papa Aldi dengan cepat menyebar kemana-mana. Steffi yang mendengar kabar menyakitkan itu dari Bastian segera melesat kerumah Salsha untuk memberitahu gadis itu.

"Salsha." Steffi menetralkan nafasnya yang memburu karena berlari cepat menuju kamar Salsha. "Lo harus ikut gue!"

Salsha mengerutkan keningnya bingung dan bergerak ke kasurnya. Salsha tak ingin pergi kemanapun malam ini. Ia ingin menghabiskan waktu malam dengan merenung. Merenungi semua kejadian yang pernah ia alami. Lagipula, kejadian hari ini saat bertemu dengan Aldi dan Kezia di mall telah menghabiskan energi yang Salsha punya.

"Malas gue, Steff. Gue mau istirahat."

"Kok istirahat, sih," dumel Steffi. Ia bergerak ke kasur Salsha dan menarik lengan gadis itu. "Kita harus kerumah Aldi sekarang."

Mendengar nama Aldi membuat Salsha semakin malas. Ia tak ingin bertemu dengan lelaki itu sampai keadaan hatinya membaik.

"Nggak!" tolak Salsha tegas.

"Salsha, ayoo." Steffi menarik lengan Salsha lebih kuat. Tetapi Sasha dengan cepat menepisnya dan menarik selimut. Steffi kesal, ia menggoyang-goyangkan tubuh gadis itu. "Salsha, ayooo. Kita harus kerumah Aldi sekarang. Cepatan!'

"Gue malas, Steffi!" Salsha berbicara dengan tegas. "Gue nggak mau ketemu sama Aldi lagi. Gue nggak mau berhubungan sama Aldi lagi. Lo harus ngertiin gue dong. Capek tau di sakitin dan dikasih harapan palsu mulu!"

Steffi menghela nafasnya. Perlu usaha lebih untuk memberitahu Salsha tentang apa yang terjadi. "Sal, papanya Aldi meninggal. Lo masih tetap nggak mau nemuin dia. Singkirin masalah pribadi lo dulu sama dia."

Tubuh Salsha membeku mendengar ucapan yang keluar dari mulut Steffi. Terlalu mendadak mendengar berita duka itu. Salsha paham betul bagaimana rasanya ditinggal oleh orang yang kita sayang untuk selama-lamanya.

Salsha bangkit dari tidurnya dan menatap Steffi sendu. Matanya mulai mengeluarkan cairan bening. "Lo nggak becanda, 'kan? Ini bukan akal-akalan lo biar gue mau ketemu sama Aldi?"

"Come on, Sal! Kematian bukan suatu hal yang patut di becandain." ujar Steffi, "Bastian tadi nelfon gue dan bilang berita duka itu. Sekarang jenazah papanya Aldi lagi dalam perjalanan menuju Jakarta. Aldi butuh lo banget, Sal."

Salsha menggangguk. Ia tahu bagaimana hubungan Aldi dan papanya. Dan mungkin berita duka ini akan meninggalkan kesakitan yang paling dalam bagi Aldi. Tak mau menunggu lama lagi, Salsha berdiri. Ia meraih cardingan yang berada di dalam lemarinya dan menarik tangan Steffi untuk segera menemui Aldi. Salsha tak akan membiarkan Aldi merasa sendirian saat masa-masa sulit ini.

🌲🌲🌲

Aldi masih setia mengurung dirinya dikamar setelah mendengar berita duka atas kematian papanya. Aldi tak mengerti dengan apa yang ia rasakan. Harusnya Aldi senang. Ia sangat membenci Liston karena telah membuatnya harus berpisah dengan Mellina beberapa tahun yang lalu. Liston juga sudah menelantarkannya dan lebih memilih Karel dan Mamanya. Tapi mendengar kabar ini, Aldi merasakan sakit yang sangat dalam.

"Kenapa secepat ini!"

Aldi menarik rambutnya dengan kasar untuk mengalihkan rasa sakit di hatinya. Bagaimanapun ia membenci Liston karena perbuatan lelaki itu, tapi tetap saja, Liston adalah Papanya.

Aldi belum sempat membuktikan kepada Liston jika ia bisa menjadi anak yang berguna. Aldi belum sempat membuktikan kepada Liston, biarpun tanpa lelaki itu, Aldi masih bisa hidup dan bahagia. Bahkan Aldi belum sempat bertemu dengan Liston sebelum sisa umurnya habis.

True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang