Chapter 23

1.1K 141 52
                                    

Jeongyeon melangkah keluar dari bus yang ditumpanginya kemudian menarik napas dalam-dalam. Suasana hatinya saat itu persis seperti langat malam Seoul yang sangat gelap. Wajar saja. Ia baru saja membulatkan tekadnya untuk memberi Taehyung surat yang berada di genggamannya malam ini juga. Surat Pengajuan Cerai.

Sebelumnya, sore ini, ketika Jeongyeon memberi tahu kedua sahabatnya, Nayeon dan juga Jihyo mengenai keputusannya, ia mendapati hal yang mengejutkan dari Nayeon. Gadis itu mengakui padanya bahwa ia tidak sengaja memberitahu hubungan Jeongyeon dan Taehyung kepada teman kosannya saat kesadarannya diambang batas. Dan Nayeon tidak menduga teman-temannya menyebarkan hal tersebut. Karena itulah Nayeon bersikap lain dibanding biasanya. Sifat kekanakannya mendadak hilang karena merasa bersalah pada Jeongyeon.

Saat itu, Jeongyeon langsung memeluk Nayeon yang menangis sesungukan. Gadis itu tidak berhenti meminta maaf padanya hingga akhirnya mereka tidak masuk kelas perkuliahan sore itu. Nayeon merasa tertekan karena berpikir penyebab Jeongyeon ingin berpisah dengan Taehyung adalah tindakan bodohnya.

Jujur saja, Jeongyeon kesal karena hubungannya dengan Taehyung tidak seperti yang disebarkan di grup chat angkatannya. Namun gadis itu tahu, cepat atau lambat, hubungannya pasti diketahui oleh banyak orang. Ia sudah bertekad mengabaikan tatapan ataupun perkataan buruk tentangnya dan kembali fokus menghadapi perceraiannya dengan Taehyung.

Pintu lift yang tiba-tiba terbuka, menyentakkan Jeongyeon kembali ke alam sadar. Ia menarik napas panjang sebelum memasukkan sandi apartemennya. Sudah saatnya ia menghadapi kenyataan. Ia akan memberikan surat itu pada Taehyung segera setelah ia masuk.

"Akhirnya kau pulang juga. Kami sudah menunggumu dari tadi."

Mungkin tidak malam ini...

Mata Jeongyeon terbelalak kaget, terpaku menatap sosok yang sangat dirindukannya berdiri tidak jauh darinya. Dua hingga tiga detik kemudian, Jeongyeon tersadar kembali dan langsung berhambur ke pelukan Eomma-nya.

"Aigoo...kenapa putri kecilku menjadi cengeng seperti ini?" kata wanita paruh baya tersebut sambil mengusap-usap rambut Jeongyeon.

Atau langsung mengatakan keputusannya pada orangtuanya?

~~~

"Kenapa nomormu tidak bisa dihubungi, Jeongyeon-ah?"

Jeongyeon mengangkat wajah dari mangkuk nasinya dan menoleh ke arah wanita disamping kanannya dengan mulut yang terisi penuh. "Ponselku habis baterai. Karena itulah Eomma tidak bisa menghubungiku."

Sesaat, permasalahan yang selalu mengusik batin Jeongyeon terlupakan dengan kehadiran orangtuanya. Gadis itu benar-benar terkejut sekaligus bahagia. Bukan tanpa alasan, kedua orang tua Jeongyeon datang karena Seungyeon Eonnie mengabarkan bahwa ia sedang hamil. Dan Jeongyeon baru mengetahui hal itu beberapa saat yang lalu.

Ibu Jeongyeon mengangguk perlahan sambil menambahkan beberapa lauk di mangkuk nasi milik Taehyung. "Makan yang banyak, Taehyung-ah."

Taehyung tersenyum kepada ibu mertuanya. "Gomawo, Eomeonim."

"Ngomong-ngomong, apa kau tau cita-cita Jeongyeon saat kecil dulu?"

Jeongyeon berhenti mengunyah makanannya. Alisnya bertautan karena pertanyaan mendadak Ibunya untuk Taehyung. Jeongyeon menggeleng pelan ketika pandangannya bertemu dengan Ibunya. Tentu saja Taehyug juga ikut menggelengkan kepalanya.

Ibunya tersenyum sebelum menjawab pertanyaannya sendiri. "Dulu, sekitar Jeongyeon berumur sembilan tahun, dia sangat ingin menjadi seorang ibu. Bahkan sampai ia duduk di bangku menengah pertama, cita-citanya masih sama." Wanita itu berhenti sebentar dan melanjutkannya dengan tatapan penuh arti. "Mungkin cita-citanya akan terwujud dalam waktu dekat. Sama seperti Eonninya. Menjadi seorang ibu dan memiliki keluarga yang bahagia."

Our SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang