Badan Jungwon jatuh ke belakang, hidungnya mengeluarkan darah cukup banyak, menetes membasahi salju. Youngbin menahan tubuhnya dengan sigap, sekaligus panik karena tak tahu apa yang terjadi.
Sementara itu, Sunghoon mengangkat tas milik Sunoo yang didapat Jungwon secara susah payah dengan rahang mengeras.
Kemudian membantingnya ke tanah begitu saja.
"Mereka berhasil kabur," desisnya dengan mata mengkilat emosi.
Euijoo memegang pundaknya, mengusapnya untuk menenangkan. "Gak apa-apa, biarin mereka pergi. Jumlah kita cukup untuk lanjutin perjalanan. Lagipula, kamu gak bisa terus paksa Jungwon untuk cari mereka dengan cara begitu, kasian dia."
"Argh, ini semua gara-gara kamu, tau!" Bentak Sunghoon menuding Euijoo. "Kalau kamu gak biarin mereka istirahat sebentar, mereka gak akan pergi!"
"Justru bagus kalau mereka pergi, kamu gak lihat? Mereka bukan orang yang mau diatur-atur."
"Cih, seharusnya aku bunuh mereka sejak awal," decih Sunghoon kesal, lalu lanjut memimpin perjalanan.
Euijoo menatap sahabatnya itu dengan nanar dan sendu, apa yang membuatnya menjadi seperti sekarang? Sunghoon yang ia kenal berubah, berubah seperti orang asing.
"Ehm, Euijoo," panggil Jimin dari belakang.
"Ya?"
"Jungwon... gimana?"
Euijoo menghela nafasnya, lalu tersenyum. "Sini, biar kugendong. Kak Jimin, tolong bawa tasnya, ya."
Jimin tersentuh, tidak menyangka anggota organisasi itu menawarkan diri. Dia pikir, Euijoo akan marah-marah seperti Sunghoon.
"Badan kurus gitu mau gendong orang?" Youngbin geleng-geleng kepala. "Biar aku aja, nanti kamu dimarahin Sunghoon juga kalau bantu kita."
"Ya udah deh, sini biar kubantu."
Di sisi lain, Geonu dan Jaeho memisahkan diri sambil berbisik-bisik. Tentunya membicarakan perbedaan sifat Euijoo dan Sunghoon.
"Aku heran, kenapa Kak Euijoo tahan temenan sama Sunghoon, ya?" Tanya Jaeho.
"Mungkin ada sisi lain Sunghoon yang bikin Euijoo mau temenan sama dia, ayo berpikir positif," jawab Geonu asal.
"Gimana mau berpikir positif, kamu gak lihat sikap dia ke kita gimana?" Cibir Jaeho. "Udah ah, mereka pada lanjut jalan. Aku gak mau ketinggalan, nanti disangka kabur."
"Aku rasa... ada yang aneh. Tapi, masa iya sih?"
"Jake, kamu bisa bikin berapa kuda es?" Tanya Nicholas.
"Antara dua sampai tiga."
"Bagus, satu kuda berdua, ya. Cukup, kan? Aku udah capek jalan, nih."
"Cukup sih iya, tapi aku gak yakin bakal mampu. Butuh energi besar untuk keluarin tiga kuda sekaligus."
"Jalan kaki aja!" Sahut Sunoo riang. "Gak apa-apa kok. Daripada Jake kenapa-napa, lebih baik kita cari aman dengan berjalan kaki! Asik banget, jadi inget sekolah."
"Gak perlu diinget, mau sekolah atau enggak tetap aja gak ada pekerjaan yang pasti untuk warga kelas bawah kayak kita," timpal Jay dengan pedasnya.
"Ish, jahat banget. Tapi Kak Jay salah, aku kan penyihir. Aku bisa kerja jadi peramal atau pembuat ramuan. Daripada Kak Jay? Jadi, pencuri kok bangga," balas Sunoo tak kalah pedas, membuat Jay gelagapan karena tak tahu harus membalas apa.
"Heh, bocah." Heeseung bersedekap dada. "Kami jadi pencuri untuk bertahan hidup, kami juga punya tujuan."
"Tapi kalian bisa cari pekerjaan lain, kan?"
"Setelah diusir, ditolak, dicaci-maki, diasingkan, mana mungkin aku dapat pekerjaan. Kamu gak tahu susahnya hidup kami, hidup kami gak terjamin kayak hidup kamu, Sunoo."
"Kak Heeseung bener," kata Niki setuju. "Kamu gak tahu susahnya hidup kita, karena kamu penyihir. Kamu bisa lakuin apa aja yang kamu mau."
"Kamu pikir hidup aku bahagia?" Sunoo berubah datar. "Aku bukan penyihir seperti yang kalian bilang, aku gak bisa lakuin apapun yang berhubungan dengan ilmu sihir. Kenapa? Karena kemampuanku diserap habis sama orang asing, entah siapa dia."
"Tunggu dulu, diserap?" Nicholas buru-buru bertanya. "Kamu lihat mukanya, gak?"
"Enggak, yang pasti badannya tinggi."
"Kalian terlalu sibuk ngobrol sampai gak sadar kita udah sampai di tujuan," ucap Jake dari depan, bersembunyi di balik semak-semak.
Mendengar itu, mereka bergegas menyusul Jake dan ikut bersembunyi di balik semak belukar. Mulut mereka terbuka lebar melihat dinding batu yang berdiri kokoh di depan sana, menjulang tinggi hingga mereka tak tahu bisa dilewati atau tidak.
Jay buru-buru menunduk ketika melihat ada dua penjaga di atas dinding, mengawasi sekitar dengan pedang di genggaman mereka.
"Sekarang, apa yang bakal kita lakuin?" Tanya Niki. "Tapi, aku penasaran. Di balik dinding itu ada apa, ya?"
"Mau coba lewatin dinding itu?" Tawar Nicholas bersemangat. "Aku bisa bantu kalian, asal kita mau bekerja sama."
"Gimana caranya?"
"Sini, aku jelasin rencananya, semoga berjalan dengan lancar."
Mereka mendekati Nicholas, berdempetan agar bisa mendengar dengan jelas.
"Jake, kamu alihkan perhatian mereka dengan buat hewan dari es di arah sana. Heeseung dan Niki, kalian berdua kerja sama untuk bawa kita, teleportasi ke balik dinding itu. Jay, kamu baca pikiran mereka. Sunoo, tolong pastiin di antara kita gak ada yang kepisah, oke?"
"Terus Kak Nicholas ngapain?"
Nicholas tersenyum miring. "Aku bakal berhentiin waktu mereka supaya kita leluasa untuk lari sejauh mungkin. Rencana yang bagus, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
IERE | I-LAND ✓
Fantasy❝ Wilayah perbatasan? Wilayah yang memiliki keduanya? Memangnya ada? ❞