Aku tidak sedang dalam mood yang bagus. Rasanya semua emosi bertumpuk dikepalaku. Segala hal tidak berjalan dengan baik dan lagi, baru-baru ini aku bertengkar dengan suamiku, Kim Mingyu.
Aku tahu tidak baik untuk saling mendiami dalam waktu yang lama, hanya saja harga diriku terlalu tinggi. Aku juga tahu bahwa itu adalah salah satu sifat yang harus kuhilangkan hanya saja.. AH TIDAK TAHU!!!
Kami bekerja di Perusahaan yang sama. Mingyu mewarisi perusahaan keluarganya dan aku masuk di Divisi perencanaan. Yah, Mingyu memang Ceo perusahaan. Demi keamanan dan ketertiban bersama, kami memilih untuk merahasiakan hubungan kami. Setidaknya sampai aku hamil. Tetap saja, Jangan coba-coba, dia suamiku.
"KENAPA BISA KAU MENYERAHKAN SAMPAH SEPERTI INI HAH?!!"
"Maaf ketua."
"BUAT ULANG!"
"Baik."
"Sudah, Y/n. ini sudah yang kesekian kali kau memarahi karyawan baru, oke? Sudah sebulan emosimu tidak stabil."Aku menghela nafas mendengarkan pernyataan Bina. Karena itulah kenyataannya
"Hal yang sepele seperti itu mereka masih salah. Kenapa dia bisa masuk ke perusahaan ini? Siapa yang menerima mereka?!"
"Tenang oke? Sekarang sudah jam istirahat. Ayo ke Kantin." Aku mengangguk mengiyakan. Sepertinya memang salahku karena terlalu over. Aku segera beranjak dari kursiku dan berjalan ke kantin.
Oke sekarang emosiku naik sekali lagi. Aku ingin mengumpat kepada siapa saja yang sudah mengotori salah satu meja di Kantin. itu tempat paling pas untukku untuk duduk sembari melihat ke jalan raya tapi...
"Bina."
"Ya?"
"Aku mau pulang lebih awal. Tolong carikan alasan apa saja untukku."
"Tapi kenapa?"
"Sepertinya aku akan menghancurkan perusahaan ini jika kau bertanya lagi."
"Baiklah."
Aku segera mengambil tasku di ruang kerja dan meninggalkan gedung perkantoran. Persetanan dengan semuanya. Siapa juga yang akan memarahiku? Aku kan istri CEO.
***
Suasana hatiku sudah menjadi tenang. Aku mencoba merilekskan diri di sebuah café yang lumayan sepi sembari mendengarkan lagu. Aku juga sempat membeli sebuah novel di toko buku sebelumnya. Semua pikiran buruk dan masalah pekerjaan kutinggalkan sementara. Lagi pula projek terakhir sudah hampir beres.
Aku menyesap minumanku, tidak tahu sudah berapa lama aku sudah duduk di sini tapi masa bodolah. Lagi pula café ini sepi. kalau kupikir-pikir, mejaku sangat jauh juga ya dari pintu café. Memikirkan aku akan berjalan jauh hanya untuk keluar dari café ini membuatku malas. Mungkin aku akan duduk di sini sekitar 1 jam lagi.
Tidak berselang lama suara bunyi bel pintu berbunyi, ada pelanggan baru di café itu. Aku memilih untuk mengabaikannya namun suara yang kudengar membuatku tidak bisa fokus sama sekali. APA MEREKA SEDANG KENCAN ATAU BAGAIMANA? KENAPA PERUMPUAN ITU CEREWET SEKALI SIH.
Aku melirik ke arah mereka, aku memang tidak mengenali si wanitanya namun si pria aku kenal. Sangat kenal. Bagaimana caranya aku bisa lupa dengan pria yang bahkan tidur satu kasur denganku? Mungkin hal itu akan terjadi jika aku tertabrak mobil dan terguling-guling sampai amnesia.
Emosiku naik lagi. Rasanya aku ingin melabrak mereka dan menampar pipi Mingyu dan menjambak perempuan itu. Tapi aku menahannya, air mata sudah membasahi mataku dan sangat tidak mungkin jika aku menangis di sini. Dengan cepat aku mengemasi barang-barangku dan meninggalkan café itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen Imagine: Be mine?
FanficImagine Oneshot You and Seventeen member Season 1 (end) Season 2 (end) Special part (End)