Ex

6.3K 377 4
                                    

Aku melihatnya lagi.... Iya, melihat dia yang tiga tahun lalu menggores luka di hatiku. Luka yang sampai saat ini belum mengering, dan mungkin sakitnya tidak akan pernah hilang.

Dia, laki-laki yang tiga tahun lalu mengatakan jika cintaku hanyalah sebuah taruhan untuknya. Hehehe... Begitu miris, bukan? Menyedihkan, karena bahkan sampai saat ini aku belum bisa melupakannya. Melupakan cintaku padanya bahkan disaat tak ada kenangan indah yang kami miliki. Sedalam itukah cintaku? Kenapa hingga saat ini aku belum bisa menghilangkan dia dari hati dan pikiranku?

"Aku kalah!" ucapnya waktu itu. Sungguh aku mengingat dimalam ia datang menemuiku, disaat aku akan meninggalkan kota itu. Kota tempat aku bertemu dengannya. "Aku kalah Lili! Karena aku mencintaimu!" ucapnya di depan pintu rumah sewaku. Ia berlutut menungguku keluar, setelah sebelumnya ia melontarkan berbagai ancaman namun tetap membuatku tidak keluar untuk menemuinya. Luka di hatiku terlalu perih untuk memaafkannya. Apa itu yang membuatku sampai saat ini seolah terikat padanya?

Aku tak memperdulikannya saat itu, seolah ia tak ada disana, aku membuka pintu dan berlalu dengan mengangkat dua koper besarku. Aku tak sanggup lagi  melihatnya, maka kuputuskan meninggalkan kota itu. "Lili kumohon jangan pergi!" bujuknya dengan menarik lembut tanganku. Aku menatapnya dengan pandangan yang telah samar akibat air mataku yang membendung.

Aku tersenyum padanya, meskipun saat itu hatiku sangat sakit. Kenapa hatiku sakit melihat tatapan memohonnya? Melihatnya yang berantakan? Bukankah dia memiliki KEKASIH yang mengurusnya? Memalukan, tidak hanya sebagai taruhan, aku juga sebagai 'orang ketiga' tanpa sepengetahuanku. Disini hanya aku yang memiliki rasa itu, dan kini hanya akulah yang tersakiti. Benarkah hanya aku?

"Apa yang Kau lakukan disini Jeka? Apa Kau ingin melihat betapa hancurnya aku? Betapa menyedihkannya aku?" ucapku sedingin mungkin.

"Bukan Lili, aku tak ingin Kau meninggalkanku. Meninggalkan kota ini! Kumohon jangan pergi!"
Itu ucapan terakhir yang kudengar darinya. Seolah menutup telinga atas semua yang ia katakan, aku pergi menaiki mobil yang telah menungguku. Tangisku pecah di dalam mobil, saat ku lihat dari kaca sepion ia berdiri mematung melihat mobilku yang semakin menjauh dari pandangannya. Menyesal?

🥞🥯🥞🥯

Pagi ini aku duduk di salah satu bangku pengunjung di toko kueku. Aku belum membukanya setelah menyelesaikan membuat kue yang akan kupajang. Entah, aku hanya ingin menikmati susu coklat hangat dengan beberapa cookies. Kumenatap ke luar dundung kaca toko di hadapanku, tanpa sengaja aku melihat seorang gadis kecil mungkin berumur sekitar lima tahun menangis di depan pintu tokoku.

Aku berjalan dan membuka pintu kaca itu, kuhampiri gadis kecil manis itu. Dia bahkan masih terlihat menggemaskan saat kedua mata dan hidungnya memerah karena menangis.
"Hai... Sayang, kenapa?" sapaku sambil sedikit berlutut untuk menyamakan tinggiku dengannya. Dia mendongak menatapku, seolah mengenaliku ia langsung memelukku.

"Bibi Lili..." ucapnya dengan nada khas anak seusianya. Aku tak percaya ia mengenaliku namun aku membalas pelukannya dan kuusap lembut punggung kecilnya.

"Apa Kau mengenaliku, Sayang?" tanyaku.

Ia masih memelukku dan aku dapat merasakan anggukan kepalanya di pundakku "Kau kekasih pamanku!" ucapnya membuat aku menciutkan alisku bingung. Perlahan aku melepas pelukanku dan kutarik lembut bahu mungilnya. Kutanya padanya dengan tersenyum.

"Sayang, bibi bahkan tidak mengenal pamanmu. Mungkin kamu salah orang, Sayang?!"

Dia menggeleng sambil mengusap air mata di pipinya. "Kau benar-benar Lili. Kekasih pamanku. Aku sering melihat fotomu di kamar pamanku! Bahkan di dompet paman juga ada!" ucapnya dengan imut.

oneshoot Liskook areaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang