You Don't Have to Go (37)

520 80 40
                                    

"Jika kau pergi apa yang akan aku lakukan, masih belum terbiasa dengan namanya kehilangan."

(Author **** POV)

Setiap kesalahan mungkin ada batasnya, begitu juga dengan sebuah kesabaran juga ada titik lelahnya. Dia yang melahirkan kini seakan tidak terima jika buah cintanya menjadi seperti sekarang. Jika banyak anak yang masih membutuhkan orang tua dan saudara tapi di depannya seakan enggan. Tidak mau dan kerepotan, sebenarnya apa yang terjadi dengan anaknya. Hingga dia tidak bisa melihat ataupun mengenal akan sosoknya.

Dia bangun dengan sedikit malas meskipun dia mempunyai kewajiban untuk mengurus rumah di pagi hari hingga selesai. Lalu berangkat ke rumah sakit guna menjaga sang anak yang tengah sakit. Sarapan kali ini hanya roti panggang dengan telur mata sapi setengah matang, tanpa susu dan hanya air putih saja. Wanita ini tidak berselera untuk makan dia hanya bisa mencuci piring dan menaruhnya dalam rak dengan kasar.

Bunyi benturan antara keramik dengan besi membuat Suho sang anak mendengarnya dan menoleh kesana. Dia melihat sang ibu tidak menyahut sama sekali ketika dia bertanya. Dia lupa ucapan apa yang membuat wanita cantik si nyonya besar ini diam bungkam.

"Berangkat sendiri, jangan pakai mobil. Eomma akan ke rumah sakit, dan kau bisa pakai uang jajan mu kemarin karena eomma tidak akan beri kau uang." Wajah dingin dengan beherapa piring lagi tersisa. Air menetes di siku tangannya tak peduli apa itu. Hanya saja semakin banyak sampah menumpuk, semakin banyak pekerjaannya. Meskipun dia jengkel dia tetap menyembunyikan perasaannya karena tidak ingin bicara dan hal itu menjadi doa yang jelek.

Suho terdiam, dia sendiri seakan tak mengatakan jawaban untuk sindiran ibunya. Dia hanya mengambil satu kaleng soda dan menguknya hingga rasa dingin mengenai kerongkongannya. Mengabaikan sarapan buatan sang ibu begitu saja, dia juga tak peduli bagaimana susah payahnya wanita disana membuat. Sang ibu seperti seorang pembantu jika dilihat, karena dia tidak mendapatkan kepuasan.

Ibunya mendesah lelah akankah dia bisa menyadari anaknya, kenyataannya Suho tidak memikirkan ucapannya mengenai apa yang tidak boleh di lakukan dan apa yang boleh di lakukan. "Apakah kau akan pulang malam lagi, serta mabuk. Kapan kau akan bertemu dengan Chanyeol. Cari Sehun karena kau juga harus bertanggung jawab." Ibunya melirik tajam dia juga tak akan peduli jika sang anak akan melakukan penimpalan. Sang anak pertama terdiam dengan langkah kaki yang tak dia gerakan, langkah untuk keluar itu berhenti begitu saja. Meski dia tahu bahwa semua itu akan sia-sia ibunya seakan tidak peduli dan malah membawa nama idiot yang dia anggap bukan adiknya lagi.

"Aku tidak ingin berdebat dengan ibu." Nadanya terlihat jengkel, Suho membuang asal kaleng soda di tangannya dia juga tidak bisa diajak kompromi. Berfikir bahwa tugas kuliahnya lebih penting ketimbang lainnya. Rasa tidak setujunya semakin besar ketika ibunya bergerak cepat dan menahan dia keluar dengan pintu dia tutup.

"Cari Sehun jika kau ingin aku anggap anak Suho!" Tatapan tajam itu ada dan guratan kecewa itu nyata. Tak ada yang mengatakan hal lebih serius seperti ini sejak Suho kecil. Ibunya mengatakan hal tak menyenangkan untuk dirinya juga kehidupannya, seakan wanita yang melahirkannya sudah siap untuk membuangnya. Apakah ibunya memang pilih kasih?

"Eomma pilih kasih, apakah eomma tahu aku tidak menyukai idiot itu. Harusnya eomma tahu bahwa aku-"

"Jaga cara bicaramu nak, Sehun adalah anakmu, sampai kapanpun dia tetap anakku! Dia adalah adikmu juga adik Chanyeol." Ibunya sangat jengkel hingga dia membanting kaleng soda bekas anaknya di salah satu dinding rumahnya. Tak ada cara untuk melampiaskan kekesalannya selain dengan begini. Lalu pada akhirnya sang ibu akan marah dan menjatuhkan air mata, jika saja Chanyeol disini mungkin akan beda ceritanya. Karena biasanya dia yang akan mengajari kakaknya untuk bisa menghargai orang lain.

Gomen nasai. ご免なさい (sad story Oh Sehun) END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang