"Kupikir ini mudah tapi, kenyataan seperti berbanding seratus delapan puluh derajat. Ekspetasi gagal dalam perencanaan dan kenyataan, dalam kenyataan semua ini adalah hal sia-sia."
(Author **** POV)
Chanyeol merasa bahwa tubuhnya butuh udara segar dan bukannya di kurung dalam waktu lama untuk di sini. Apalagi dia juga bosan, bagaimana tidak dia yang selalu hidup dengan jiwa bebas. Dia menatap jendela kamar ruangan yang menampilkan semburat cahaya matahari. Ayahnya juga sedang membeli makanan sementara ibunya kembali pulang untuk menyiapkan sarapan untuk kakaknya.
"Sepertinya akan menyenangkan jika aku jalan-jalan sebentar hufftt apakah aku bisa berkeliling?" Chanyeol sumpek dia tidak bohong, dia juga merasa gatal pada punggungnya. Bagaimana tidak kedua kakinya belum bisa di gunakan berjalan apalagi dia harus memakai kursi roda. Mungkin benar dia harus menunggu ayahnya.
Andai saja ada Sehun adiknya, tidak keluar dari ruangan ini pun karena seluruh kebosanannya pun sirna. Atau sekarang dia akan menyambut sang adik bangun pagi karena biasanya Sehun akan selalu bangun telat jika bukan dia yang membangunkannya. Mendadak dia tersenyum ketika mengingat bagaimana Sehun selalu merajuk dan menampilkan kedua bibir mengerucutnya yang lucu.
"Aku rindu membuat minum susu cokelat untuk nya." Bohong kalau Chanyeol tak rindu, dia bahkan menatap pigura foto yang dipajang. Wajah sang adik yang tak akan pernah dia tatap dengan bosannya.
"Kira-kira bagaimana keadaanmu saeng?" Ada perasaan sedih dan bersalah, bagaimana tidak sudah berapa hari dia tidak bertemu hanya sebuah mimpi malam dan singkat.
Ah jahat, kenapa Tuhan tidak pertemukan dia saja secara langsung. Sudah berapa lama Chanyeol berjuang sendiri untuk menahan kelabu dalam hatinya. "Chanyeol kau kenapa, apakah ada yang sakit?" Sang ayah datang dengan menaruh makanan di atas meja dekat dengan anaknya. Ayahnya juga mengusap pundak anaknya, jiwa tegas dan wibawanya bisa luruh ketika melihat keadaan sang anak.
"Appa, aku..." Chanyeol mengusap dengan cepat kelopak matanya, menyebalkan kelopaknya akan menjadi sembab. Jika ada yang datang menemuinya pasti dia akan banyak ditanya.
"Katakan pada appa, kenapa kau tidak mengatakannya. Katakan saja pada appa, apakah aku panggil kan dokter Chan?" Ucapnya dengan garis wajah mengkerut. Apalagi ayahnya tak sanggup melihat anaknya yang jauh dari kata baik. Tahu jika sang ayah menahan sedihnya membuat anak pertamanya sedih. Bukan hanya itu saja dia juga diam seakan tidak tahu harus mengatakan apa.
Dalam diamnya dia melihat sang ayah jatuh menangis, dengan air mata yang dirasa jatuh di atas punggung tangannya.
"Oh Chanyeol bagaimana bisa kau seperti ini, kenapa tidak ayah saja yang mendapatkan sakitnya. Ayah tidak sanggup melihatmu seperti ini, kenapa harus kau nak."
Lumpuh...
Chanyeol semakin lumpuh ketika kedua matanya melihat sang ayah tertunduk dengan kedua air mata jatuh pasrah. Itu bukan hal yang dimau setiap anak ketika ingin orang tuanya bahagia.
Tapi dia malah membuat air mata itu tanpa sengaja jatuh. "Ayah kumohon jangan begini, jangan menangis aku tidak apa-apa." Tangan itu memeluk sang ayah, kepalanya tenggelam dalam pelukan anaknya. Chanyeol tak sanggup bicara banyak akan tetapi hatinya semakin mencelos.
"Bagaimana aku bisa tenang jika anakku sakit, kenapa Tuhan tidak adil padamu. Kenapa bukan aku saja, aku sudah tua dan aku juga tidak lama lagi akan hidup. Kenapa harus kau anakku, kau masih muda Chan." Dia memukul perlahan dadanya, ini nyeri dan sakit. Bukan kebohongan jika memang mengatakan hal demikian, apalagi saat kedua kelopak matanya buram karena banyaknya air mata yang jatuh.
Chanyeol tahu dia paham bagaimana kedua orang tuanya terlalu menyayanginya. Dengan dirinya yang sudah rontok total dengan tubuh kian mengurus, tak ada yang tahu bahwa dia selalu tersenyum hanya untuk menutupi rasa sakit dan sedihnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gomen nasai. ご免なさい (sad story Oh Sehun) END ✓
Hayran Kurgu"Hyung maafkan, aku hyung... maafkan aku.. aku bukan adik yang sempurna untukmu... maafkan adikmu yang idiot ini hyung..." -Sehun- "Sulit kumenerimamu, menerimamu sebagai seorang adik... karena kau hanya si idiot.." -Suho- "Bertahanlah Sehun, hyung...