Days to Days (45)

348 57 35
                                    

"Hari ini adalah penentuan, esok adalah masa depan dan masa lalu adalah sejarah."

(Author ***** POV)

Sehun punya kakak tapi tak bisa menggapai seseorang disana, yang ada adalah punggung itu melenggang pergi dengan dia diabaikan. Bagaimana hal itu bisa terjadi, jarak semakin menjauh dari asa dia harapkan. Dia hanya ingin kakaknya kembali serta memeluknya.

"Suho Hyung...." Sehun menggumam dimana setiap perkataan lirihnya menyimpan keinginan. "Kenapa aku tidak bisa mendekati Suho Hyung? Apakah aku memang tidak pantas jadi adikmu?" Kedua air mata itu jatuh wajah memelas itu putus asa. Sehun sangat putus asa akan hal ini dia bersimpuh di atas jembatan dimana keduanya tak sengaja bertemu.

"Suho Hyung hikksss... Apakah aku hiksss.. tidak bisa ja-jadi adikmu?" Bibir bergetar dengan mata berkaca, perasaan cengengnya kambuh. Suho berhenti melangkah pada kedua kakinya saat isakan adiknya menangis keras. Suho menatap dengan tatapan kosong dia memang apatis dan tidak peduli sudah dia terapkan saat usianya belasan tahun. Tapi sekarang Tuhan membuat keduanya masuk dalam drama, sayang nya Suho tidak tahu bahwa seorang wanita kini mengawasi nya di balik kacamata hitamnya.

Kepala itu menoleh ke belakang, sadar atau tidak hatinya mencelos. Benarkah namja muda disana itu adalah adiknya? Sudah berapa lama dia membohongi semua mentalnya. Mental jatuhnya lebih bodoh dari sebuah keledai. "Kenapa kau mengikuti ku kembalilah pada kakakmu idiot!" Meski dia mengatakan dengan nada jengkel tapi sang adik menggeleng enggan untuk pergi. Sehun adalah namja yang kekeh dia tidak mau pergi meski seseorang meminta untuk melakukannya.

Di tempat ini di jembatan kecil dekat dengan ibu kota. Langkah kaki kakaknya datang dia pun mendekat hingga jarak diantara keduanya menyempit. Bukan hanya itu saja saat Sehun melihat dihadapannya sangat dekat, sang adik mengedipkan mata polosnya dia menjatuhkan air mata dengan caranya. Tubuhnya bergetar karena takut, perasaannya juga campur aduk dengan perasaan dimana dia bertanya pada diri sendiri. "Katakan kalau kau takut padaku, kenapa kau mendekatiku dan mengikuti ku. Sangat merepotkan dan menyebalkan." Dingin dengan nada dimana dia sengaja menekan hingga Sehun membola kedua matanya.

Kedua tangannya refleks memegang botol air minum di lehernya dia tidak bisa menatap atensi tajam itu lebih lama hingga mencari alasan dengan melihat ke lain. Kakaknya sangat mengerikan dengan hembusan nafas bagaikan angkara murka mengerikan.

"Karena aku adikmu, ak-aku tidak mau jauh dari Suho Hyung. Hunie mau Hyung sayang aku, apakah aku bisa tidak dimarahi dan hyung menemaniku. Kumohon aku juga adikmu, Hunie mau jadi adik Suho Hyung." Meski takut dan terlihat bodoh, dimana semua ucapannya hanya dianggap sebagai rasa bego tingkat tinggi tak apa. Dia bahkan menangis dengan mengatakannya berat dan serak, hanya seperti ini saja dia sudah lupa dengan acara membeli camilan. Melupakan bahwa dia sudah di tunggu oleh orang rumah.

Suho melihat itu dengan kiat, dia merasa bahwa adiknya sudah banyak terluka karena dirinya. "Aku tidak suka orang menangis." Tak setajam tadi tapi tatapannya semakin menajam dengan hembusan nafas tidak suka. "Karena aku takut hikksss.... Suho Hyung akan membuang ku lagi, ak-aku tidak mau hikksss..." Tanpa aba-aba kaki itu berlari dia langsung memeluk sang kakak dan menenggelamkan wajahnya di dada.

Rasanya sangat lama dia tidak pernah merasakan hal ini, sudah lama sekali Sehun tidak merasakan kesedihan hatinya ini adalah hal pertama kali dalam hidupnya. Mungkin hal ini dinamakan perasaan dimana semua orang dewasa pasti telah merasakannya. "Sehun apa yang kau lakukan!" Ucap Suho dengan tajam dia juga mendorong tubuh sang adik ingin di lepaskan.

"Aku ingin bersama Hyung hiksss... Kumohon beri aku kesempatan untuk bisa denganmu." Kalap, Sehun langsung memeluk tubuh itu dengan erat hingga bajunya kusut. Biarkan saja air matanya itu jatuh membasahi bajunya entah kenapa dalam diam Suho mengulum bibir bawahnya. Ada nyeri dalam hati dan ibu bukan rasa sakit karena dia jijik atau jengkel. Tapi hatinya meronta seakan mengatakan bahwa sesuatu telah mendorongnya.

Gomen nasai. ご免なさい (sad story Oh Sehun) END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang