2 . Libur

733 22 0
                                    

   Dua tahun kemudian...

  

   Hari libur para santri tiba.

   Sekedar informasi, pesantren tempatku belajar mempunyai hari libur 2 kali dalam setahun. Lebih tepatnya libur lebaran dan libur di bulan Maulud. Jika santri ingin pulang di luar hari libur, maka harus punya alasan yang kuat. Misalnya sakit parah atau yang sudah lama tak kunjung sembuh, atau ada hajatan di rumah. Itupun masih di batasi, biasanya hanya 3 hari saja. Jika lebih dari itu akan ada sanksi atau yang biasa kami sebut takziran.

   Ngomong-ngomong aku juga pernah terkena takziran itu karena telat masuk selepas libur telah usai.

   Takziran yang ku terima tidaklah mudah bagiku. Atau bisa di bilang sebenarnya mudah, hanya bersih-bersih ndalem Abah. Yang sulit adalah mengalahkan rasa malunya.

   Coba bayangkan, aku harus berjalan dengan mbak keamanan dengan di kalungi kertas dengan tulisan besar 'SAYA TERLAMBAT DATANG KE PONDOK'.

   Ya Allah,,

   Saat itu aku benar-benar sangat malu. Malu pada Abah dan Ummah. Apalagi untuk sampai ke ndalem Abah, kami harus melewati samping pondok putra. Duh malunya... Aku hanya bisa menundukkan kepalaku dalam-dalam.

   Itulah kisah pahit yang ku alami di pondok pesantren. Tapi aku merasa sedikit senang juga, setidaknya itu pengalaman yang harus ku tanamkan dalam-dalam agar tidak sampai kejadian lagi.

   Hari ini aku pulang liburan. Aku pulang bersama teman-teman sedaerah ku dengan mengendarai bis karena aku tidak ingin terlalu merepotkan orang tua ku. Aku juga sudah memberi kabar kepulangan ku kepada orang tua ku.

   Tak berselang lama akupun sampai di pemberhentian bis. Aku dan teman-temanku berpisah di sini. Setelah turun aku langsung berpindah pada angkutan umum yang menuju kampung halaman ku. Ya maklum lah, desaku memang  jauh dari jalan tol ataupun jalan raya. Hanya desa kecil dengan masih banyak pemandangan hijau di sekitar nya.

   Sekitar 20 menit kemudian aku sampai di tempat pemberhentian ke 2 dari perjalanan pulangku. Sehabis ini aku harus berjalan kaki sekitar 10 menit untuk sampai di rumahku.

   Rumah.
   Tempat paling dirindukan sebagian besar santri macam aku ini. Aku jadi ingat percakapanku dan teman-teman sekamarku saat kami packing barang yang akan di bawa pulang.

   "Ya Allah, rasanya aku kok wes kangen banget sama kasur rumah." Kata mbak Fidya.

   "Kalau aku sudah ndak sabar mau pegang hp." Balas mbak Rahma tak kalah seru.

   "Kalo mau pegang hp ya ke kantor pengurus saja to mbak." Mbak Ulin ikut berkomentar sambil cekikikan.

   "Itu kan beda to Ulinaaa,, hp tulalit gitu kok." Mbak Rahma jadi cemberut.

   "Lo kan tadi bilangnya apa coba ? Hp kan mbak ? Itu kan hp juga to yang di kantor pengurus." Si Ulina makin iseng.

   Semua orang ikut tertawa mendengar obrolan mereka berdua.

   "Aku kan pinginnya yang bisa di tunyuk itu lo."

   "Ya kan itu juga di tunyuk to mbak Rahma, tombolnya hehe." Ulina tak mau kalah.

   "Wong aku pinginnya yang bisa di tunyuk layarnya kok, gimana si kamu Ulina. Jawab mbak Rahma sewot. "Lagian  hp pondok kan ndak bisa buat nonton oppa-oppa ganteng." Bisa dimaklumi karena memang mbak Rahma ini penyuka idol K-Pop nomor 1 di kamar kami.

   "Naaah, gitu dong mbak yang jelas ngomongnya. Hahaha." Dasar si Ulina, puas sekali dia isengin mbak Rahma.

   "Tapi ngomong-ngomong mbak, aku juga kangen banget tau sama hp ku itu." Sela mbak Wulan.

   "Ya kalo sampean iku udah ndak heran kita mbak, la wong sudah ada cincinnya iku lo." Mbak Aini menjawab cepat.

   Mbak Wulan hanya senyum-senyum saja.

   "Kalo mbak Rara yang di kangenin apa ?" Tanya Vinna yang paling bontot di kamar kami.

   "Kangen makan masakan Ibu di rumah." Jawabku. Ya, aku memang sudah tidak sabar akan hal itu.

   Mendengar jawabanku mereka hanya mengangguk mengerti dan melanjutkan obrolan mereka. Aku memang paling susah bicara di antara kami. Cenderung pendiam.

  
   Mengingat itu aku jadi tersenyum sendiri.

   Tiba di rumah aku melihat pemandangan yang dulu sudah biasa ku lihat, yang akhir-akhir ini ku rindukan.

   Rumahku hampir setiap hari ramai karena kami memang punya warung kecil-kecilan yang di kelola ibu. Sebenarnya bukan warung nasi, karena kami hanya menyediakan lotekan, pecel, rujak serta gorengan dan es campur. Biasanya ibu-ibu yang suka berkumpul di rumah kami sambil jajan. Tapi karena aku tiba di rumah sudah sore mereka sudah bubar.

   "Assalamualaikum bu." Sapaku melihat ibu yang sedang membereskan peralatan dagangnya. Sepertinya masih belum sadar akan kedatanganku.

   "Waalaikumsalaam,," Jawab ibu lalu menoleh. "Ya Allah,, la kok kamu ternyata nduk, kenapa baru sampai ?"

   Aku sungkem pada ibuku. Ku cium tangan beliau sambil merasakan betapa rindunya aku dengan sosok ibuku ini. "Iya bu, tadi sempat macet di jalan. Jadi telat sampainya."

   "Ya udah ayo masuk dulu, bapak sama adikmu masih di mushola belum pulang."

   "Adik ikut ke mushola Bu ? Kok tumben ?"

   "Iya nduk, itupun di ajak bapak. Katanya latihan sebelum masuk pesantren." Jawab ibu sambil tersenyum maklum melihatku heran.

   Jelas saja aku heran, adikku satu-satunya itu memang sangat bandel dan sedikit sulit di atur. Apalagi kalau di suruh sholat. Masyaallah,,, susahnya.

   Adikku namanya Alfa. Dia tiga tahun lebih muda dariku. Meski demikian tinggi badannya sudah menyamai tinggi badanku. Mungkin tidak akan lama sebelum melebihi diriku sendiri. Tahun ini dia akan dimasukkan ke pesantren oleh Bapak. Katanya biar nggak bandel lagi. Itu pula sebabnya aku pulang liburan ini. Aku ingin ikut mengantar adikku berangkat ke pesantren untuk pertama kalinya.

   Sampai kamar aku merebahkan tubuh ke tempat tidur yang sudah lama tidak ku tinggali ini. Agak dingin, tapi alhamdulillah sudah di bereskan ibu sebelum aku pulang tadi pagi.

   Aku hampir terlena oleh nikmatnya kasur hingga hampir terlelap, tapi aku ingat aku belum menunaikan sholat ashar. Astaghfirullah,,, hampir saja.

   Bagi kalian yang hidup di pesantren pasti juga akan merasakan perasaan penuh saat berkumpul kembali bersama keluarga kalian. Seolah semuanya lengkap dan rindu menguap. Itulah yang kurasakan saat ini. Makan malam sederhana bersama keluarga adalah sesuatu yang paling ku syukuri saat ini. Alhamdulillah kami masih bisa berkumpul dan bercanda kembali seperti dulu.

    "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan." QS.Ar-Rahman 

  
   
  
  

  

Humaira'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang