6. Dimarahi

449 24 4
                                    

"Mbak, ini gimana kok sudah sepi baru jam segini !"

Sontak mereka semua menoleh kaget ke arah sumber suara. Itu dia...

_

Itu dia...

Humaira' tertegun melihat sosok orang itu. Dalam hati dia berucap 'MasyaAllah,, tampan sekali orang ini.'. Humaira' tidak menampik kenyataan bahwa dirinya juga mengagumi orang-orang yang tampan seperti halnya artis Korea. Mungkin efek dari bergaul dengan mbak Rahma yang suka merecokinya dengan mas-mas ganteng itu. Astaghfirullah, dia menggelengkan kepala guna mengusir fikiran-fikiran absurdnya.

"Gimana mbak ? Kenapa malah diam ?! Lihat dong, ini masih jam berapa kok sudah sepi. Masak jam segini sudah selesai ?! Jadwalnya kan simak'an sampai jam 11.30, ini masih jam 10 malah berhenti !" Orang itu masih melanjutkan omelannya.

Dua santriwati tersebut menundukkan kepalanya, belum berani menjawab. Akhirnya Fathul yang memberanikan diri menjawab. "Ngapunten Gus, bukannya simak'annya sudah selesai. Tapi..."

Belum selesai menjelaskan, orang itu menyela lagi. "Kalau belum selesai kenapa berhenti ?! Cepat lanjutkan ! Saya tidak mau tahu pokoknya lanjutkan lagi !"

"Nggeh Gus, ini lagi dibahas..."

"Apa lagi yang mau di bahas !? Siapa yang jatah baca sekarang ?! Kamu ?" Orang itu menunjuk salah satu santriwati kerudung biru yang langsung di balas gelengan. "Kamu ?" Tunjuknya pada yang satunya, akan tetapi santriwati tersebut juga menggelengkan kepalanya sambil menunduk, ketakutan.

Dalam hati Humaira' membatin, 'Ya Allah, ini orang apa nggak bisa sabar sedikit ya ? Dari tadi motong pembicaraan terus, gimana mau jelasin ?'

"Terus siapa ini yang baca ?! Nggak niat banget."

Humaira' hanya diam saja berdiri di samping Alfa, tubuhnya sedikit tertutup oleh Fathul, lebih tepatnya dia berdiri tepat di belakangnya. Dia kaget manakala pandangan orang tersebut sepertinya terarah padanya.

"Itu pasti kamu kan ?!" Katanya sambil menunjuk Humaira'. Sontak membuat semua orang kaget. Bukan apa-apa, bahkan kedua santriwati itu tidak tahu siapa dia. Apalagi Gusnya yang baru 5 bulan lalu boyongan dari salah satu pondok pesantren di Jawa Timur itu. "Ngapain malah berdiri di situ ?! Ayo cepetan di lanjutkan !"

"Saya ?" Tunjuk Humaira' pada dirinya sendiri.

"Iya kamu, memangnya siapa lagi yang ada di situ ?!" Wajah orang itu terlihat semakin sebal. "Cepetan di lanjutkan ! Tunggu apa lagi ?!" Suruh orang itu.

"Tapi saya..."

"Tapi apa lagi ? Kalau mau nungguin tamu kan bisa nanti ! Sekarang yang penting itu dilanjutkan dulu sampai selesai. Saya tidak mau tahu !" Orang itu kemudian berbalik pergi tanpa mendengarkan penjelasan dari orang-orang yang ada di sana.

Humaira' yang masih tertegun karena mendadak di marahi oleh orang asing akhirnya menoleh pada Fathul dan bertanya. "Ini jadinya gimana kak ? Masak jadi aku yang baca ? Memangnya itu tadi siapa ?"

"Maaf ya dek, tapi sepertinya kami harus minta tolong sama adek untuk melanjutkan acara simak'annya, tidak apa-apa kan ? Itu tadi Gus Farhan. Putra bungsu Abah Yai yang baru pulang dari pondok. Jadi mungkin beliau tidak tahu kalau adek bukan santriwati disini." Jawab Fathul. Dia sedikit merasa sungkan merepotkan Humaira' dan merasa bersalah karena mendapat marah dari sang Gus yang memang terkenal galak.

"Loh, kok jadi aku si kak. Cari yang lain saja ya." Humaira' memelas. Sebenarnya bisa saja dia yang melanjutkan, tapi dia merasa malu dan sungkan karena menurutnya kalau ada yang lain kenapa harus dirinya yang orang luar.

"Dek, kalau ada yang lain kami tidak akan minta tolong sama adek. Tolong bantu ya ?"

"Iya mbak, kami mohon bantuannya. Kami takut kena marah Gus Farhan lagi." Kedua santriwati tersebut ikut memohon bantuan.

"Iya mbak, bantuin aja. Lagipula mbak kan sudah menghafal juz tersebut." Alfa juga mulai ikut membujuk.

Humaira' menghela nafas. Bismillah.

"Iya deh aku bantu."

"Ya Allah, terimakasih ya mbak." Ujar santriwati tersebut sambil menjabat tangan Humaira'.

"Ya sudah mbak, mbak ikut mbak-mbak ini ke masjid. Nanti biar bapak sama ibu Alfa yang menemani."

Humaira' lalu mengikuti kedua santriwati tersebut ke masjid. Dan langsung mengambil wudhu.

Sebelum dirinya memulai bacaannya. Dia menyempatkan diri meminta maaf kepada mbak-mbak yang ikut menyimak apabila nantinya banyak salah, yang langsung di jawab bahwa mereka mengerti. Kemudian dia mulai membaca ta'awudz.

"Audzubillahi minasy syaithonir rojiim. Bismillahirrahmanirrahim...." Humaira' membaca ayat-ayat Al-Qur'an sambil memejamkan mata, terlihat begitu menghayati ayat yang sedang dibacanya. Ia memulai dengan membaca surah Ar-Rahman.

Di satu sisi, Fathul yang mulai berjalan lagi dengan Alfa tiba-tiba berhenti, hingga membuat Alfa juga ikut berhenti.

"Kenapa Pak Ustadz ?" Tanyanya kemudian.

"Itu suara kakakmu ?" Fathul kembali bertanya tak yakin.

"Ya iya Pak Ustadz, kan Pak Ustadz juga di sana tadi. Memangnya kenapa Pak Ustadz ?" Alfa heran dengan pertanyaan dari Fathul.

"Aku hanya tidak menyangka,,," Ucap Fathul sedikit berbisik. Dia memang tidak pernah mendengar Humaira' mengaji. Jadi dia terkejut dengan suaranya sekarang. "Ya sudah, ayo kembali saja ke aula. Saya mau menyapa Bapak sama ibu."

Alfa mengangguk lalu mengikuti Fathul kembali ke aula.

Di sisi lainnya...

Seseorang tertegun mendengar suara dari arah masjid tersebut. Hatinya bergetar, suara itu seketika meredam amarahnya. Menentramkan suasana hatinya. 'MASYAALLAH,,, suaranya merdu sekali. Tapi sepertinya aku belum pernah mendengar nada suara seperti ini dari santriwati-santriwati di pondok ini.' batin Farhan.

Sebenarnya bukan karena santriwati di pondok ini tidak ada yang bersuara bagus. Akan tetapi entah kenapa yang satu ini berbeda. Entah itu penghayatan ataupun nada suaranya seolah bisa membuat hati orang lain tenang dan nyaman. Subhanallah...

_


Humaira'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang