18. Bakti

637 29 2
                                    

  

   Pagi itu indah. Dengan banyaknya pepohonan yang tumbuh di sekitar, mentari terbit terlihat lebih mempesona dari sela-sela pepohonan yang rindang. Mahakarya sang Khaliq yang maha kuasa. Sungguh suatu hal yang patut kita syukuri dalam setiap saat kita membuka mata.
  
   Pagi yang menyegarkan itu tak terlewatkan pula oleh Humaira'. Di pagi buta saat kebanyakan orang masih merenggangkan badan bangun tidur, ia sudah berjalan kaki menuju sawah untuk menilik tanaman bapaknya. Menggantikan sang ayah yang belum juga sembuh dari sakitnya. Meniti langkah demi langkah dengan dikelilingi udara yang membuat tubuh menggigil.

   Seusai sholat subuh dan tadarus Al-Qur'an tadi, ia langsung bersiap pergi ke ladang. Meski udara masih begitu dingin, ia tetap pergi. Dan sekarang ia bersyukur bisa melihat pemandangan alam pagi hari yang begitu indah.

   'Masyaallah ya Allah, engkau begitu baik menciptakan negeri yang elok ini. Alhamdulillah aku masih di beri kesempatan untuk menyaksikan keindahan dari Mu ya Allah.'

   Kini mengurus sawah dan kebun sudah menjadi kegiatan sehari-hari bagi Humaira' paska kecelakaan yang menimpa ayahnya. Humaira' tidak mengeluh, ia sadar kondisi ayahnya saat ini yang tidak bisa berjalan tidak memungkinkan untuk melakukan pekerjaan apapun. Apalagi untuk pergi ke sawah yang letaknya berkilo-kilo meter dari rumahnya. Dirinya masih ingat dengan perkataan dokter waktu itu.

   "Kondisi Pak Asraf sudah membaik. Hanya saja kemungkinan besar kaki beliau tidak akan bisa di pakai berjalan untuk waktu yang tidak bisa ditentukan. Pak Asraf mengalami kelumpuhan sementara."

   Humaira' mendesah lega setelah mendengar hal itu. Setidaknya Humaira' teramat sangat bersyukur Allah masih memberikan kesembuhan untuk sang ayah. Walaupun hingga kini sang ayah masih belum bisa berjalan. Tapi dirinya yakin bahwa dengan usaha yang dilakukan oleh sang ayah dan juga tawakal, maka kesembuhan ayahnya hanya menunggu waktu saja.

   Pagi ini ceritanya Humaira' akan melakukan 'ileb'. Kalian mungkin banyak yang tidak tahu apa itu istilah dari ileb. Ileb itu kalau bagi petani Jawa, terutama Jawa tengah adalah mengalihkan air dari sungai menuju ke sawah. Biasanya dari sungai-sungai kecil. Atau gampangnya mengatur perairan untuk tanaman petani. Terutama padi. Ya, semacam itulah kira-kira.

   Humaira' tidak merasa kelelahan sekalipun sebelum itu dirinya harus menempuh perjalanan jauh sekitar 5 km dengan berjalan kaki dari rumahnya. Tentunya kalian faham bagaimana bentuk sawah-sawah di daerah pedesaan. Naik turun gunung. Tapi Humaira' justru merasa segar dengan kegiatan sehari-harinya kini. Ia menganggapnya sebagai olahraga pagi.

   Setelah selesai dengan perairannya, Humaira' mulai memetik sebagian dari sayuran yang di tanam oleh ibunya. Ada tiga jenis sayuran yang ada seperti terong, sawi dan juga lombok (cabe). Ia jadi teringat akan masa kecilnya. Ia dulu juga sering ikut orangtuanya pergi ke sawah ini. Setiap kali ikut ia akan bermain sendiri di gubuk kecil yang di buat oleh ayahnya untuk beristirahat. Humaira' ingat orangtuanya sering memantaunya beberapa menit sekali untuk memastikan dirinya aman. Kadang bahkan sekalipun sibuk, ayahnya menyempatkan untuk memanjat pohon kelapa. Mengambilkan degan untuknya. Atau bahkan mengambil buah nangka ataupun pisang yang sudah masak untuk dirinya. Memastikan agar ia tidak kelaparan. Sungguh kenangan masa kecil yang indah baginya.

   Setelah dirasanya cukup, Humaira' bergegas kembali pulang untuk membantu pekerjaan rumah ibunya. Jadi bayangkan saja, sepagi itu dirinya sudah berjalan 10 km untuk berolahraga.

  

_

  

   Malamnya seusai shalat isya mungkin karena kelelahan, Humaira' langsung tertidur. Tapi karena tidak terbiasa tidur lebih awal, ia terjaga hampir tengah malam. Karena haus, Humaira' beranjak ke dapur untuk mengambil minum.

   Tepat ketika dirinya hendak masuk ke kamarnya kembali, ia mendengar sekilas suara bapaknya. Karena penasaran, dirinya ingin menghampiri orangtuanya. Tapi terhenti tatkala mendengar pembicaraan mereka.

   "Jangan terlalu dipikirkan pak, yang penting Bapak sehat dulu. Masalah uang kan bisa di cari."

   "Bapak tidak khawatirkan kondisi Bapak saat ini ataupun situasi di rumah buk. Hanya saja kasihan sama Alfa yang di pondok. Kalau kita di rumah bisa makan apa adanya, lauk garam pun tak apa. Tapi kan kasihan Alfa buk, dia kan masih butuh banyak biaya juga. Kasihan kalau tidak punya uang jajan."

   Awalnya Humaira' tidak paham dengan pembicaraan mereka, tapi begitu mendengar suara bapaknya hatinya mencelos. Ya Allah, begitu besar kasih sayang Bapak pada kami anak-anaknya hingga membuat beliau resah mengkhawatirkan kami. Batinnya bergejolak. Ia terharu.

   "Alfa pasti bisa memaklumi keadaan keluarganya saat ini pak. Lagipula Alfa kan juga sering puasa di sana." Ibunya terlihat menghibur.

   "Meski begitu, Bapak kurang lebih tahu buk kalau Alfa sudah banyak mengalah. Anak itu kadang-kadang bisa lebih dewasa dan lebih pengertian daripada teman sebayanya. Tapi Bapak tidak ingin dia terlalu menahan diri buk. Puasa memang baik, tapi kalau terus menerus kan juga tidak baik untuk kesehatannya. Alfa itu punya penyakit lambung Lo buk." Bapak mendesah lagi.

   "Jangan terlalu khawatir pak, kita pasti akan menemukan solusinya. Ibu juga khawatir sama Alfa, tapi kita juga harus sabar. Ini ujian untuk keluarga kita pak. Ujian untuk kita sebagai orangtua."

   Humaira' sungguh tidak kuasa mendengar pembicaraan mereka lagi. Ia sudah berbalik menuju kamarnya. Menumpahkan air mata yang di tahannya sedari tadi. Pikirannya juga kalut. Ia berpikir untuk menemukan solusi juga untuk membantu orangtuanya.

   Malam itu berlalu dengan pengaduannya dengan sang Khaliq.

   Dan seperti mukjizat, esoknya kala ia berkunjung ke rumah budenya yang hanya bertetangga dengan rumahnya. Ia mendapat tawaran pekerjaan dari adik bude yang tinggal di Pekalongan untuk membantu di warung makan. Membuat Humaira' senang hingga langsung setuju setelah dirinya mendapat izin dari orangtuanya. Meski ia harus merayu bapaknya terlebih dahulu karena bapaknya masih tidak rela membiarkan putri kesayangannya itu bekerja.

   Dengan demikian, berangkatlah Humaira' ke kota batik Pekalongan.

_


(Maaf gaeess, sudah mentok ini otakku. 2 part ini sama yang kemaren itu yang aku lupa, jadi buatnya dikit2 banget. Sorry ya .😅 Jangan lupa votenya. Syukur-syukur kalau kalian mau follow aku Alhamdulillah banget.😁 Thanks udah nyempetin baca.😘)
  

  

  

Humaira'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang