12. Fokus

826 34 0
                                    


   Hari-hari menyakitkan itu telah berlalu.

   Bukan perkara mudah untuk menghapus sesuatu yang indah dalam hidup, apalagi jika sudah menyangkut hati. Faktor kebiasaan mungkin juga berperan penting dalam mempengaruhi prosesnya. Tapi bukan berarti itu tidak mungkin.

   Humaira' mungkin masih sakit, tapi ia masih bisa berpikir secara rasional. Ia tidak bisa hanya stuck di situ saja. dirinya harus bangkit kembali, menjadi seseorang yang baru. Kembali memperbaiki hatinya yang retak. Tidak bisa instan memang, tapi setidaknya ia sudah mengusahakannya.

    Harinya berlalu begitu mulus, seolah tanpa beban. Tapi ia merasa, hatinya sudah mulai membaik. Ia sudah mulai tenang jika pikiran-pikiran tentang Fathul kembali menghampiri. Mulai belajar ikhlas, meski tidak mudah.

   Humaira' bahkan harus banyak-banyak bersyukur. Seperti yang kita ketahui, 'akan selalu ada hikmah dari setiap kejadian'. Berkat kejadian itu, dirinya lebih fokus dalam menghafal Al-Qur'an dan memperdalam ilmu agamanya. Dan ia diharapkan akan dapat mengikuti khataman tahun depan yang berarti tinggal empat bulan lagi.

  
   "Mbak Rara, sampean ditimbali Abah. Sudah ditunggu Abah sama Ummi di ndalem." Ujar salah seorang santriwati dari luar pintu kamar Humaira'.

   "Enten nopo to mbak ?"

   "Ndak tahu aku mbak, mending mbak Rara buru-buru ke sana saja. Ndak baik loh, membuat Abah dan Ummi menunggu lama."

   "Nggih mbak, terimakasih."

   Humaira' kemudian merapikan kembali jilbabnya dan bergegas berangkat memenuhi panggilan tersebut.

   Sesampainya di depan ndalem, dilihatnya Abah beserta Ummi sedang lungguh di teras depan ndalem sembari berbincang.

   "Assalamualaikum." Sapa Humaira' sembari sungkem kepada Ummi. Ia kemudian duduk menunduk dilantai tidak berani mengangkat kepalanya.

   "Waalaikumsalaam warahmatullah."

   "Ngapunten Abah, ummi. Tadi mbak Ami mengatakan bahwa saya dipanggil, kalau boleh saya tahu enten nopo nggih ?"

   "Iya nduk, ini Abah menanyakan. Kiranya kapan kamu akan melaksanakan tes 30 juz untuk syarat mengikuti khataman ? Kamu kan sudah lancar. Iya kan, Bah"

   Abah mengangguk membenarkan pertanyaan Ummi. "Tidak baik untuk menundanya terlalu lama nduk, kalau memang kamu sudah siap. Saran Abah, disegerakan saja."

   "Saya manut Abah sama Ummi. Kalau menurut Abah hafalan saya sudah baik, saya akan laksanakan."

   "Lalu kapan kira-kira ?"

   "Saya mohon saran dari Abah, jika memang ada hari baik untuk melaksanakannya menurut Abah. Insyaallah saya siap."

   "Kalau Abah menyarankan minggu besok, apakah kamu setuju nduk ?"

   "Insyaallah Abah. Mohon doanya, agar saya diberi kelancaran dalam melaksanakan tes 30 juz nantinya."

   Abah mengangguk mengiyakan. "Kalau begitu kamu bersiaplah, harinya minggu. Berarti lusa."

   "Nggih Bah, saya permisi kembali ke pondok. Assalamualaikum Abah, Ummi."

   "Waalaikumsalaam warahmatullah."

   Setelah sungkem tangan ummi, Humaira' kemudian beranjak berdiri dan mulai berjalan kembali ke pondok.

  

_

   Sekembalinya Humaira' ke kamarnya, ia langsung di kerubungi teman sekamarnya.

   "Mbak Rara, ada apa di panggil Abah ?" Tanya mbak Rahma.

Humaira'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang