Masih di pesantren Nurul Huda.
Humaira' masih terlihat sedang berbincang dengan Ning Nayla. Mereka berdua terlihat akrab satu sama lain. Humaira' bahkan sempat bertanya-tanya dalam hati apakah Ning Nayla tahu hubungannya dengan Fathul, sang suami sebelumnya.
Dua wanita cantik berjalan berdampingan merupakan suatu pemandangan yang menyejukkan mata yang melihat. Apalagi sesekali senyum menghiasi wajah mereka. Masyaallah.
Para santri bahkan ada yang sampai tak berkedip melihatnya. Meski mereka tidak ada yang berani menggoda karena tahu salah satu dari gadis cantik itu adalah putri kyai mereka dan juga telah bersuami. Tapi bagi yang tahu siapa gadis di sebelahnya, banyak yang mulai berpikir untuk melakukan pendekatan dengan adiknya. Sepertinya setelah ini Alfa harus rela hidupnya terusik para santri yang kecantol pesona kakaknya itu.
Saat ini mereka berdua tengah berjalan ke pondok putri. Humaira' ingin bertemu mbak Anis dan kebetulan Ning Nayla menawarkan diri untuk mengantarkan. Jadilah mereka berangkat berdua, meninggalkan para lelaki yang masih di ruang tamu pesantren.
Begitu sampai di depan pondok putri, kebetulan sekali mereka melihat mbak Anis yang tengah duduk bersama dengan santriwati lain di teras. Setelah berucap salam, mereka di sambut antusias oleh mbak Anis. Apalagi sangat jarang sekali mereka bisa melihat Ning Nayla datang ke pondok kecuali saat mengajar.
"Mbak Rara ?!" Anis terlihat kaget dengan kedatangan Humaira'. "Mbak Rara apa kabar ?" Katanya sambil memeluk Humaira'.
"Alhamdulillah baik mbak Anis, mbak gimana ?"
"Aku sehat Alhamdulillah mbak. Lama sekali tidak main kesini."
"Iya mbak, kan aku di pesantren juga. Ini karena sekalian menjenguk adik jadi aku mampir kesini sebentar."
Mereka berbincang tidak lama, karena Humaira' juga harus mengantarkan undangan lagi untuk kerabatnya yang akan menjadi tamu nanti pas khataman.
Sekembalinya mereka ke ruang tamu pesantren, mereka berpapasan dengan Gus Farhan yang baru datang dari ndalem pengasuh.
Farhan terdiam, Humaira' menyapa dengan salam dan langsung menunduk. Diam-diam mereka mempunyai pikiran yang sama. Kejadian salah paham itu. Pikiran mereka teralihkan oleh pertanyaan Ning Nayla.
"Han, mau kemana kamu ?"
"Mau ke kantor pengurus mbak."
"Loh, bukannya tadi kamu disana ? Kenapa balik lagi ?"
'soalnya orang disebelahmu sudah kembali kesana lagi'. Itu hanya suara hati Farhan yang bicara.
"Iya mbak, mau mengembalikan formulir pendaftaran santri baru. Sekalian mau bahas sesuatu dengan para ustadz yang lain." Sebenarnya itu hanyalah alasan saja. Sejatinya dia tidak ada keperluan apapun di kantor.
Tapi Gus Farhan juga lupa, bahwa kakaknya itu tidak mudah di bodohi. Ning Nayla agaknya tahu penyebab asli adiknya itu kembali ke kantor. Lihat saja sekarang, Farhan sering kali curi-curi pandang pada gadis cantik disebelahnya. Ning Nayla mengangguk saja, seolah percaya. Padahal ia ingin sekali menertawakan adiknya yang biasanya galak ini. Adiknya benar-benar pembohong yang buruk.
Bahkan bukan hanya sekarang, sedari di kantor tadi, Ning Nayla juga kerap kali memergoki adiknya menatap Humaira'. Entah yang ditatap ini sadar atau tidak. Sepertinya dia harus mengorek informasi mengenai prasangkanya ini.
"Kebetulan mbak sama dek Rara juga mau ke ruang tamu. Ayo, bareng kalau begitu. Nggak apa-apa kan dek Rara ?" Ngomong-ngomong, panggilan Ning Nayla pada Humaira' sudah berganti, menyesuaikan panggilan dari suami katanya. Farhan mengangguk.
Sebenarnya Humaira' merasa canggung berada di dekat sang Gus Galak. Malu juga, tapi karena itu permintaan Ning Nayla ia setuju saja.
Mereka bertiga berjalan beriringan dengan posisi Ning Nayla yang berada di tengah. Ini melegakan untuk Humaira' yang tadinya berpikir, bagaimana jika mereka tidak berjalan berdampingan. Masih mending kalau Gus Farhan di depan, lah kalau di belakang ? Bisa mati gaya dia. Syukurlah hal tersebut tidak terjadi.
Mengabaikan pikiran tiga orang itu, para santri juga banyak yang iri melihat mereka bertiga. Meski kebanyakan dari mereka yang iri adalah santriwati. Mereka iri pada Humaira' yang bisa akrab dengan Ning Nayla, dan juga bisa berjalan berdampingan dengan Gus mereka. Gus Farhan meski galak juga mempunyai banyak fans. Tampangnya itu loh, ganteng maksimal.
_Sampai diruang tamu, anehnya Gus Farhan tidak berhenti di kantor pengurus, akan tetapi ikut mereka berdua memasuki ruang tamu.
"Loh Gus, ada apa kemari ?" Tanya Fathul. Membuat Ning Nayla dan juga Humaira' menoleh heran.
Gus Farhan berdehem sebentar lalu menjawab. "Tidak apa-apa to kalau saya mau menemui tamu." Yang kemudian dilanjutkan dengan memberi salam dan menjabat tangan ayah Humaira'.
Ning Nayla menahan senyum melihat kelakuan sang adik. Berbeda dengan Fathul yang merasa sedikit tidak nyaman.
"Mohon maaf loh ini Gus, sebenarnya tadi sudah kepikiran mau sowan ke ndalem. Tapi tidak jadi karena Ning Nayla mengatakan bahwa Abah Yai tindakan." Pak Asraf memulai pembicaraan.
"Tidak apa-apa pak, kakak saya berkata benar. Abah memang sedang tindakan, beliau diundang untuk mengisi acara pengajian di Tegal." Gus Farhan menjawab sopan.
Dalam hati Humaira' membatin, 'sikapnya ke bapak berbanding terbalik dengan sikapnya kepada para santrinya.'
Setelah menyapa, harusnya Gus Farhan bisa saja pergi. Tapi tidak, ia malah duduk di ruang tamu dan ikut berbincang-bincang dengan pak Asraf dan lainnya.
Dengan iseng Ning Nayla bertanya dengan berbisik pada Humaira'. "Dek Rara, menurutmu adikku itu orang yang seperti apa ?"
Walaupun sempat kaget, Humaira' akhirnya menjawab juga. "Emm,,, dia galak."
Sontak jawaban Humaira' membuat tawa Ning Nayla pecah. Membuat para lelaki menoleh seketika. Tatapan mereka seolah mengatakan 'ada apa ?'. Yang di balas dengan gelengan oleh mereka berdua yang masih terkikik.
"Kenapa menurutmu dia galak ? Memang kamu pernah lihat dia galak ke siapa ?" Ning Nayla makin penasaran.
"Sama aku." Katanya sambil menatap objek pembicaraan mereka. Tidak bisa dipungkiri bahwa Humaira' sebal sekali jika teringat kejadian waktu itu. Apalagi sekarang tersangkanya kini ada di hadapannya. Padahal tadinya Humaira' sudah lupa hal itu. Sekarang saat melihat wajahnya lagi, yang diingatnya hanya kejadian waktu itu. Mungkin karena memang hanya pada saat itulah mereka bersua. Tetapi saat itulah, ketika ia masih menatap Gus Galak itu, orangnya juga menoleh ke arahnya. Mungkin tahu ada yang memperhatikan, Gus Farhan mengangkat sebelah alisnya heran.
Tiba-tiba Humaira' merasa Jantungnya berdebar, entah itu perasaan takut, malu atau yang lainnya, ia juga tidak tahu. Tapi ia merasakan panas di wajahnya.
"Ehem, dek Rara mukanya kok merah ? Kenapa ?" Nah kan, Ning Nayla mulai lagi.
"Oh ya ? Masak sih kakak ipar ?" Humaira' tergagap panik, bingung harus menjawab apa.
"Iya kok bener, coba deh lihat cermin kalau tidak percaya."
Gus Farhan diam-diam menyembunyikan senyum. Lucu sekali melihat wajah memerah gadis itu.
Humaira' merasa sangat malu sekali. Astaghfirullah...
Tapi untungnya Ning Nayla tidak melanjutkan godaannya. Kalau tidak bisa gawat.
_
( Saudaraku tersayang, author butuh semangat kalian. Jadi,,, jangan lupa vote, syukur-syukur mau komen. Soalnya nggak semangat gitu mau nulis kalo nggak ada yang respon. Thanks 🙏 )
KAMU SEDANG MEMBACA
Humaira'
General Fiction( mohon sempatkan follow aku ya gaeees ) "Selamat pagi istriku, masak apa hari ini ?" Kata Gus Farhan sambil memeluk sang istri tercinta. "Mas, njenengan iku kok masih kebiasaan ngagetin." Balas sang istri. "Kangen banget mas di masakin sama i...